Opini
Menuju Kalimantan Timur Bebas DBD (Demam Berdarah Dengue)
Oleh: Silvia Melly, (Mahasiswa Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana)
Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit menular berbahaya disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepti dan Aedes albopictus. Penularan penyakit DBD dipengaruhui oleh beberapa iklim, khususnya suhu, curah hujan, kelembapan, dan permukaan air. Virus dengue ditemukan pada daerah tropik dan sub tropik. Indonesia memiliki iklim yang tropis yang sesuai dengan pertumbuhan dan berkembang beberapa penyakit yang dibawa oleh vektor, kasus Demam berdarah Dengue (DBD) semakin meningkat pada wilayah endemik karena penularannya dapat berlangsung dengan cepat. Penyakit demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) perkembangan kasus demam berdarah pada tingkat global semakin meningkat dari 60 negara di dunia pada tahun (2000 – 2009).
Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang endemik demam berdarah karena jumlah penderitanya yang terus menerus meningkat dan penyebarannya semakin luas. Angka kasus meningkat cukup drastis disebabkan oleh beberapa provinsi di Indonesia yang mengalami kejadian luas biasa (KLB). Provinsi Kaltim pada tahun 2019 merasakan dampak dari wabah DBD yang tergolong ke dalam peringkat 9 tertinggi kasus DBD di Indonesia. Menurut data Case Fatality Rate (CFR) pada tahun 2018 mencapai (0,73%) mengalami penurunan pada tahun 2019 sekitar (0,67%), kasus posistif DBD sebanyak 6.723 penderita yang tersebar di seluruh Kabupaten atau kota yang ada di Kalimantan Timur.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit demam berdarah disebabkan karena adanya pemukiman baru yang tidak terkendali, kurangnya kesadaran perilaku masyarakat terhadap kebersihan, kondisi lingkungan tempat tinggal yang kotor, serta tumpukan barang bekas yang ditimbun pada sekitar lingkungan. Kalimantan Timur berada pada daerah yang dikelilingi oleh pesisir sungai maupun pantai yang sering mengalami banjir, umumnya nyamuk Aedes Aegypti sangat menyukai tempat yang gelap serta lembab, sehingga hal tersebut menjadi penyebab kasus DBD terus meningkat setiap tahunnya.
Nyamuk Aedes aegypti disebut serangga holometabolous atau serangga yang siklus hidupnya melalui metamorfosis lengkap mulai dari telur, larva, pupa, dan tahap dewasa. Rentang hidup nyamuk dewasa dapat berkisar dari dua minggu sampai satu bulan tergantung pada kondisi lingkungan. Penyakit demam berdarah terjadi karena virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk betina Aedes Aegypti. Setelah tergigit nyamuk, seseorang dapat mengalami gejala DBD hingga melalui masa inkubasi virus dengue sampai selesai.
Diperkirakan pada musim hujan frekuensi gigitan akan meningkat, karena kelembaban yang tinggi memungkinkan dapat memperpanjang umur nyamuk, biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsa pada siang hari, aktivitas menggigit mulai pagi hingga sore hari dengan puncak aktivitas antara pukul 09:00–10:00 dan pukul 16:00 –17:00. Berdasarkan data, DBD ini mulanya lebih sering menyerang anak-anak dibanding orang dewasa, ataupun kaum remaja. Tetapi kini sudah merata, bisa menyerang siapa saja, tanpa batasan usia dan dapat terjadi dimana saja baik, di kota maupun di desa, yang sesuai dengan kondisi lingkungan maupun iklim Aedes Aegpyti.
Agar kasus demam berdarah dengue tidak semakin meningkat, maka perlu dilakukan pengendalian. Pengendalian yang dimaksud adalah dengan tujuan agar mengurangi angka kasus kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit demam berdarah. Dapat melalui 3 cara yaitu : pengendalian secara lingkungan, pengendalian secara biologi dan pengedalian secara kimiawi. Serta perlu adanya kewaspadaan dan kesadaraan dari masyarakat dengan menerapkan pola hidup yang bersih. Pengendalian secara lingkungan dapat melakukan gerakan 3M (menguras, menutup, dan mengubur). Dengan menguras bak mandi dan tempat–tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Menutup rapat tempat penampungan air. Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang terdapat pada sekitar rumah. Mengganti air yang ada pada vas bungga atau tempat minum sarang burung setidaknya dilakukan seminggu sekali. Serta membersihkan saluran air tergenang baik yang berada diatap rumah maupun pada selokan, hal tersebut dapat dilakukan agar tempat-tempat tersebut tidak bisa dijadikan nyamuk untuk bertelur dan berkembangbiak.
Dapat juga dilakukan pengendalian secara biologi, dengan memanfaatkan tumbuhan anti nyamuk seperti tanaman sereh dan lavender yang ditanam pada sekitar rumah, serta memanfaatkan hewan dengan memelihara ikan cupang yang dimasukan ke dalam kolam, menambahkan bakteri Bacillus thuringiensis (Bt H-14). Pengendalian secara kimiawi dengan menaburkan bubuk abate ke tempat penampungan air serta melakukan fogging atau pengasapan juga sangat berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aedes aegypti.
Untuk menuju Kalimantan Timur bebas DBD, mari bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan. Hal tersebut memang tidak mudah untuk bebas dari penyakit demam berdarah, akan tetapi apabila semua pihak berkerja sama akan kepedulian terhadap lingkungan, baik dari masyarakat maupun pemerintah maka Kalimantan Timur akan terbebas dari demam berdarah.(*)
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- BRIDA Jaring Pelajar Potensial untuk Persiapkan Generasi Periset dan Peneliti di Wilayah Kaltim
- Tingkatkan Kualitas Riset, BRIDA Kaltim Gencar Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi dan Perusahaan Luar Negeri
- Pj Gubernur Kaltim Soroti Penanganan Kasus Muara Kate, Akan Bangun Komunikasi dengan Polda dan 48 Inspektur Tambang
- Pj Gubernur Kaltim Umumkan Kenaikan UMSK 2025 di 7 Kabupaten/Kota, Kota Bontang Catat Upah Sektoral Tertinggi
- Sudah 30 Hari Kasus Muara Kate Tanpa Kejelasan, Koalisi Masyarakat Sipil Kembali Desak Pj Gubernur Kaltim Bertindak