Nasional
Miris! Ini 5 Fakta di Balik Polemik “All Eyes On Papua”, Ada Apa?
Kaltimtoday.co - Papua sedang menjadi sorotan publik di Indonesia saat ini. Tagar #AllEyesOnPapua menjadi trending topik di Twitter (X) dan banyak dibagikan di cerita Instagram.
Seruan ini menggema pasca akun @tanyakanrl mengunggah cuitan soal hak-hak masyarakat adat Papua yang tengah dirampas paksa demi kepentingan penguasa. Sebab itu, melalui slogan “All Eyes On Papua”, masyarakat Indonesia dalam mengarahkan perhatiannya terhadap kasus yang menimpa warga Papua sekarang.
Lantas, ada dengan Papua? Kaltim Today berhasil merangkum dalam 5 fakta dibalik kasus “All Eyes On Papua” sebagai berikut.
1. Awal Mula Kasus Perampasan Hak Warga Papua
Dilansir dari laman Change.org, hutan seluas 36 ribu hektar bak separuh luas Kota Jakarta akan dibabat habis untuk pembangunan perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari di daerah Boven Digul Papua.
Hal ini mendapat penolakan keras dari masyarakat adat Marga Woro dan Suku Awyu. Hutan tersebut adalah aset mereka. Tempat hidup turun temurun sekaligus sumber kehidupan.
Kemudian dikutip dari unggahan @papuainsightnews, nasib serupa juga dirasakan suku Moi yang menggugat PT Sorong Agro Sawitindo (PT SAS) akibat hutan seluas 18.160 hektar yang dibabat untuk perkebunan sawit.
2. Gugatan ke MA
Polemik ini langsung dibawa ke ranah hukum. Hendrikus Franky Woro selaku pemimpin Marga Woro menuturkan bahwa masyarakat adat Papua harus menempuh 7 jam perjalanan dengan dana 10 juta per orang untuk satu kali perjalanan menuju pengadilan Jayapura, ibukota Provinsi Papua.
Namun, naas. Dalam prosesnya, mereka kalah dalam gugatan hingga kasus ini harus dibawa ke Mahkamah Agung pada Senin (27/5/2024) pukul 10.00 WIB.
Warga Papua harus menempuh setidaknya 48 jam perjalanan menuju Jakarta. Ini menjadi harapan terakhir untuk mendapatkan hak-hak mereka kembali.
3. Dampak Pembabatan Hutan untuk Lahan Sawit
@wespeakuporg Hutan adatnya mau dibabat, Suku Awyu dan Suku Moi akan sulit cari makan, emisi karbon yang dilepas juga akan banyak banget 😭 #selamatkanhutanpapua #selamatkanhutanadatpapua #standwithawyu #standwithmoi #wespeakup #wespeakuporg #maribersuara #fyp #fypシ゚viral #fyppppppppppppppppppppppp ♬ suara asli - WeSpeakUp.org
Pembabatan hutan ini tentu memiliki dampak langsung terhadap alam. Pembangunan perkebunan sawit ini mampu menghasilkan emisi sekitar 25 juta ton CO2.
Jumlah ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon di tahun 2030 mendatang. Jelas. Dampak yang dirasakan tidak hanya merugikan masyarakat Papua, namun juga seluruh dunia.
4. Slogan “All Eyes On Papua” Viral di Media Sosial
Slogan “All Eyes On Rafah” menggema di seluruh media sosial. Slogan ini telah dibagikan hampir 2,5 juta pengguna di Instagram.
Melalui slogan ini, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia dapat menaruh perhatian penuh kepada kasus yang terjadi oleh warga Papua.
5. Petisi Kasus Papua
Melalui kasus ini, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat membuat petisi untuk meminta MA agar mencabut izin lingkungan PT Indo Asiana Lestari yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua.
Hingga saat ini, petisi yang dibuat pada (2/3/2024) lalu tersebut telah ditandatangani sebanyak 189.684 orang. Berikut adalah link petisi yang dapat diakses:
Demikian informasi mengenai fakta di balik kasus “All Eyes On Papua”. Semoga masyarakat Papua dapat mendapatkan hak mereka kembali.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Koalisi Masyarakat Sipil: Sekarang Semakin Sulit Mendapat Hak Dasar di Indonesia
- Digelar di IKN dan Jakarta, Ini 4 Fakta Upacara Kemerdekaan RI 2024
- Ramai Wabah Virus Babi di Papua, Apa Itu 'African Swine Fever' atau Demam Babi Afrika?
- Polemik Baru! Ini Arti Slogan “All Eyes On Papua” yang Viral di Media Sosial
- Longsor di Papua Nugini, 670 Orang Dilaporkan Tewas