Daerah
Muhammad Bijak Ilhamdani Kritik Perubahan Maskot PPU: Keliru dan Tidak Ada Kajian
Kaltimtoday.co, Penajam - Perubahan maskot Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menjadi salah satu isu yang mendapat sorotan tajam dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU pada Selasa, (4/2/2025).
Rapat yang beragendakan penyampaian laporan Panitia Khusus (Pansus) DPRD serta persetujuan bersama terhadap enam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), termasuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), memunculkan perdebatan terkait perubahan tagline dan maskot daerah tersebut.
Anggota DPRD PPU dari Fraksi Demokrat, Muhammad Bijak Ilhamdani, menjadi salah satu yang paling vokal dalam mengkritisi perubahan tersebut. Menurutnya, perubahan dari "Serambi Nusantara" menjadi "Gerbang Ibu Kota" adalah kebijakan yang tidak memiliki dasar kajian yang memadai.
"Istilah Serambi Nusantara (diubah menjadi) Gerbang Ibu Kota itu, saya pikir, keliru ya. Mengubah tagline dan logo itu bukan di RPJPD, tetapi di Pansus Nomor 27 Tahun 2023. Itu keliru," ujar Bijak usai menghadiri rapat tersebut.
Ia mempertanyakan alasan perubahan yang dilakukan tanpa penjelasan mendalam dari Pansus. Menurutnya, setiap perubahan seharusnya memiliki urgensi yang jelas dan berorientasi pada perbaikan. Namun, dalam pembahasan di DPRD, hal itu justru tidak ditemukan.
"Kemudian juga, Fraksi Demokrat mempertanyakan urgensi dan landasan filosofisnya, kenapa harus diubah. Setiap perubahan itu kan pasti ada perbaikan. Nah, Pansus ini tidak mampu menjabarkan kenapa Serambi Nusantara menjadi Gerbang Ibu Kota, apa alasannya? Ini tidak ada, kajiannya tidak ada," tegasnya.
Tidak hanya itu, Bijak juga menyoroti proses pembahasan yang dinilainya kurang transparan. Ia menyebut, rapat finalisasi di Pansus tidak pernah dilakukan, sehingga keputusan yang diambil terkesan dipaksakan tanpa melalui mekanisme yang semestinya.
"Rapat finalisasi di Pansus pun tidak dilakukan. Nah, itulah mengapa saya pikir Fraksi Demokrat memberikan catatan terhadap perubahan istilah Serambi Nusantara ke Gerbang Ibu Kota, karena kita enggak mengerti ini sebenarnya apa," lanjutnya.
Menurut Bijak, perubahan maskot dan tagline seharusnya bukan bagian dari RPJPD, melainkan diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup). Ia merujuk pada Perbup Nomor 27 Tahun 2023 yang mengatur tentang logo dan tagline daerah. Oleh karena itu, ia menilai bahwa memasukkan perubahan tersebut dalam RPJPD adalah langkah yang tidak tepat.
"Kalau mau berbicara soal logo dan tagline daerah, pengaturannya itu bukan di RPJPD, tetapi di Perbup, dan Perbupnya itu Nomor 27 Tahun 2023. Enggak ada hubungannya dengan RPJPD, makanya saya pikir Fraksi Demokrat abstain atau tidak memberikan persetujuan, karena masih mempertanyakan perubahan istilah tadi—apakah ini soal logo, tagline, atau apa," tegasnya.
Ketiada jelasan dalam laporan Pansus juga semakin memperkuat alasan Fraksi Demokrat untuk tidak memberikan persetujuan terhadap perubahan tersebut.
"Ini kan tidak jelas sampai sekarang. Bahkan dari beberapa fraksi dan dalam penyampaian laporan umum Pansus pun, tidak ada penjelasan terkait soal itu," ungkap Bijak.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa Fraksi Demokrat tidak menolak perubahan selama didasarkan pada prinsip perbaikan yang jelas. Menurutnya, perubahan merupakan bagian dari dinamika pembangunan, tetapi harus tetap berlandaskan kajian yang matang.
"Bagi saya, perubahan itu harus terus dilakukan. Fraksi Demokrat menganggap perubahan harus terus dilakukan, tetapi dengan menjunjung tinggi prinsip perbaikan. Kalau kita mau mengganti sesuatu, ya tentu ending-nya adalah perbaikan," ujarnya.
Namun, ia menekankan bahwa dalam kasus perubahan maskot PPU ini, Fraksi Demokrat belum melihat adanya urgensi, landasan filosofis, maupun dasar hukum yang jelas. Menurutnya, RPJPD merupakan rencana jangka panjang 20 tahun, sehingga perubahan besar seperti ini harus didasarkan pada pertimbangan yang matang.
"Bagi kami, mau diubah apa pun namanya dalam proses perbaikan, saya pikir bagus saja, tidak ada masalah. Tetapi, perlu bagi kami untuk melihat secara utuh, karena kami belum melihat secara utuh urgensinya apa, landasan filosofisnya apa, kemudian juga dasar hukumnya apa," kata Bijak.
Lebih jauh, ia mempertanyakan asal-muasal munculnya istilah "Gerbang Ibu Kota" dalam RPJPD tanpa kajian yang mendalam.
"Kalau dari dasar hukum, memang saya melihatnya sudah agak berbeda, karena ini diatur dalam Perbup, sedangkan RPJPD ini rencana jangka panjang 20 tahun. Munculnya Gerbang Ibu Kota ini, kan kita enggak tahu dari mana asalnya," tuturnya.
Bijak menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Fraksi Demokrat tetap akan bersikap kritis terhadap setiap perubahan yang dianggap tidak melalui proses yang transparan dan kajian yang mendalam.
"Makanya harus diteliti, jangan hanya main setuju-setuju saja, tanpa dibaca dengan baik dan tanpa kajian mendalam, karena ini masih belum matang," ujarnya.
Dengan sikap tersebut, Fraksi Demokrat akhirnya memutuskan untuk abstain dalam persetujuan perubahan maskot yang dimuat dalam RPJPD.
"Intinya, Fraksi Demokrat abstain dan memberikan catatan terhadap perubahan istilah yang dimaksud dalam RPJPD," pungkasnya.
[RWT]
Related Posts
- Desa di Kaltim Masuk 10 Besar Desa Transparan
- Antisipasi Klaim Sepihak, DPRD PPU Dorong Pemda Segera Rampungkan Inventarisasi Aset
- DPRD PPU Minta Pemerintah Pusat Libatkan Pengusaha dan Pekerja Lokal di Proyek IKN
- Permudah Investasi Masuk ke PPU, DPRD Usulkan Perda Penanaman Modal di 2023
- Jabatan Direktur Terisi, DPRD PPU Bakal Awasi Ketat Kinerja Perumda Benuo Taka