Politik

Pakar Hukum Serukan Boikot Pilkada 2024 Jika Putusan MK Diabaikan DPR dan Pemerintah 

Kaltim Today
21 Agustus 2024 18:53
Pakar Hukum Serukan Boikot Pilkada 2024 Jika Putusan MK Diabaikan DPR dan Pemerintah 
Dosen Unmul, Herdiansyah Hamzah.

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Para akademisi pakar hukum tata negara dan konstitusi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menyerukan boikot Pilkada 2024 jika DPR dan Pemerintah tetap mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Seruan ini muncul setelah dua putusan penting MK, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024, dipandang terancam dianulir melalui revisi Undang-Undang Pilkada yang sedang dibahas oleh DPR dan Pemerintah.

Putusan MK dan Implikasinya 

Pada 20 Agustus 2024, MK mengeluarkan dua putusan penting. Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 memberikan kesempatan bagi partai politik yang tidak mendapatkan kursi DPRD untuk tetap bisa mengusung calon kepala daerah. Sementara itu, Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menutup jalan bagi Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, untuk diusung sebagai calon kepala daerah karena belum memenuhi syarat usia.

Upaya Anulir Putusan MK oleh DPR dan Pemerintah 

Namun, ada dugaan kuat bahwa DPR dan Pemerintah berupaya menganulir putusan MK melalui revisi Undang-Undang Pilkada. Herdiansyah Hamzah, anggota CALS dan pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, mencurigai bahwa DPR secara serampangan dan terburu-buru merevisi beberapa ketentuan UU Pilkada guna mengubah batasan-batasan konstitusional yang telah ditetapkan oleh MK. 

“Jika revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi, maka segenap masyarakat sipil akan melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024,” tegas Herdiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Kaltimtoday.co, Rabu (21/8/2024).

Desakan CALS terhadap KPU dan Pemerintah 

Selain menyerukan boikot, para akademisi CALS juga mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera menindaklanjuti Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 dengan merevisi Peraturan KPU yang relevan.

Menurut Bivitri Susanti, pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera dan anggota CALS, Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 menafsirkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, yang awalnya hanya memberikan syarat ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah berdasarkan perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD, menjadi berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota. Perubahan ini membuka peluang bagi partai-partai kecil untuk mengusung calon kepala daerah alternatif.

“Ketentuan ini memberikan keadilan dan kesetaraan kompetisi bagi seluruh partai politik, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun yang tidak memperoleh kursi di DPRD, serta membuka peluang hadirnya calon kepala daerah alternatif untuk bersaing dengan koalisi gemuk,” jelas Bivitri.

Implikasi Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 terhadap Kaesang Pangarep 

Sementara itu, Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan. Hal ini bertolak belakang dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 yang memberi ruang bagi Kaesang Pangarep untuk mencalonkan diri meskipun belum memenuhi syarat usia saat penetapan pasangan calon.

“Putusan ini menggulung karpet merah bagi putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah,” tambah Bivitri.

[TOS]


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya