PROKOM KUKAR

Pembahasan RAPBD Kukar 2026 Terancam Deadlock, Pakar Hukum Jelaskan Kewenangan Bupati Tetapkan APBD Melalui Perkada

Kaltim Today
01 November 2025 17:17
Pembahasan RAPBD Kukar 2026 Terancam Deadlock, Pakar Hukum Jelaskan Kewenangan Bupati Tetapkan APBD Melalui Perkada
Akademisi dari Fisipol Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Martain.

TENGGARONG, Kaltimtoday.co - Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Tahun Anggaran 2026 hingga kini belum menemukan titik temu. Memasuki 1 November 2025, deadlock antara DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal daerah.

Akademisi dari Fisipol Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Martain, menilai situasi tersebut sudah memasuki fase krusial.

Ia menegaskan, jika hingga 30 November 2025 belum ada kesepakatan, Bupati Kukar berwenang menetapkan APBD 2026 melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

“Langkah itu bukan pelanggaran, justru mekanisme hukum yang disediakan oleh negara untuk menyelamatkan jalannya pemerintahan daerah,” ujar Martain, Jumat (1/11/2026).

Dasar Hukum dan Belanja Wajib

Menurut Martain, dasar hukum kewenangan tersebut tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya Pasal 107. Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk menetapkan APBD melalui Perkada apabila dalam 60 hari setelah pengajuan, tidak tercapai persetujuan bersama.

“Jadi kalau DPRD dan TAPD tetap tidak mencapai kesepakatan, Bupati punya dasar hukum yang kuat untuk menetapkan Perkada APBD 2026. Itu langkah konstitusional untuk memastikan pelayanan publik, gaji ASN, dan program wajib tetap berjalan,” tegas Martain.

Namun, ia menjelaskan bahwa tidak semua jenis belanja harus dianggarkan dalam Perkada APBD. Belanja wajib hanya mencakup hal-hal yang menyangkut pelayanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, belanja pegawai, serta kewajiban pembayaran pinjaman.

“Belanja seperti tunjangan perumahan DPRD, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan transportasi DPRD, maupun Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN tidak termasuk kategori belanja wajib atau mengikat,” terang Martain. 

Martain mengingatkan DPRD agar tidak menjadikan APBD sebagai alat politik. Menurutnya, keterlambatan pembahasan anggaran justru berisiko menurunkan kepercayaan publik dan dapat menghambat pembangunan daerah.

“APBD adalah instrumen pembangunan, bukan arena tarik-menarik kepentingan. Kalau pembahasan terus ditunda, yang dirugikan justru masyarakat,” katanya.

Ia menutup, penerbitan Perkada APBD adalah implementasi prinsip akuntabilitas, dan DPRD tetap memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaannya.

[TOS]



Berita Lainnya