DPRD KALTIM
Penunjukan Akademisi Unhas sebagai Dewan Pengawas RSUD Kaltim Picu Kegelisahan: Publik Pertanyakan Ruang untuk Putra Daerah
Kaltimtoday.co, Samarinda - Penunjukan dua akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar sebagai anggota dewan pengawas di dua rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memunculkan gelombang kegelisahan baru di tengah masyarakat.
Keputusan yang diteken Gubernur Kaltim itu dianggap menyentuh sisi sensitif publik terutama soal kepercayaan diri daerah terhadap sumber daya manusianya sendiri.
Dalam SK tersebut, Syahrir A. Pasinringi ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, sementara Fridawaty Rivai ditetapkan sebagai anggota Dewan Pengawas RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo (KD) Balikpapan. Keduanya merupakan akademisi aktif dari Unhas, perguruan tinggi besar di Indonesia Timur.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Subandi, menyampaikan bahwa keresahan yang muncul bukan soal aturan, melainkan soal rasa keadilan publik.
“Secara regulasi tidak ada masalah. Tapi secara etika publik, keputusan ini terasa kurang tepat,” ujarnya.
Menurut Subandi, masyarakat Kaltim selama ini bangga dengan banyaknya tenaga ahli lokal para akademisi, profesional kesehatan, dan pakar tata kelola rumah sakit yang telah lama berkiprah di daerah. Karena itu, ketika posisi strategis dibiayai oleh APBD justru diisi oleh orang dari luar daerah, muncul kesan bahwa kemampuan SDM lokal sedang diragukan.
“Seolah-olah kita tidak memiliki orang kompeten, padahal jumlahnya sangat banyak,” tegasnya.
Ia menambahkan, sensitivitas masyarakat terhadap isu putra daerah bukan hal baru. Banyak warga memandang posisi pengawasan rumah sakit sebagai jabatan strategis, yang idealnya diberikan kepada orang yang memahami kultur, tantangan lapangan, dan karakter pelayanan kesehatan di Kaltim.
Subandi memaparkan, melibatkan tenaga dari luar daerah sebenarnya bukan masalah selama ada penjelasan yang transparan dan kebutuhan strategis yang mendesak. Namun dalam kasus ini, ia menilai urgensi tersebut belum disampaikan secara terbuka kepada publik.
“SDM kita sangat memadai. Ada putra daerah yang memahami sistem kesehatan dan punya rekam jejak panjang dalam pelayanan publik,” katanya.
Ketiadaan penjelasan resmi kepada masyarakat membuat keputusan gubernur tersebut menimbulkan kecemburuan sosial. Menurut Subandi, ini bukan sekadar soal jabatan, tetapi soal penghargaan terhadap kemampuan daerah sendiri.
“Anggaran untuk dewan pengawas itu bersumber dari APBD. Wajar jika masyarakat ingin posisi itu diprioritaskan untuk putra daerah,” ujarnya.
Menghadapi dinamika yang terus berkembang, DPRD Kaltim meminta Gubernur meninjau kembali keputusan tersebut. Subandi menilai peninjauan ulang bukan hanya soal menarik keputusan administratif, tetapi langkah penting untuk menjaga harmoni sosial dan menunjukkan bahwa pemerintah daerah mendengar aspirasi warganya.
“Kami berharap Gubernur mempertimbangkan ulang demi menjaga rasa keadilan publik,” pungkasnya.
[RWT | ADV DPRD KALTIM]
Related Posts
- DPRD Kaltim Wanti-Wanti Proyek Infrastruktur Terancam Pemotongan Anggaran 2026
- Sengketa Lahan Viral di Kubar Berujung Tersangka, Polres Tegaskan Tak Ada Kriminalisasi
- DPRD Kaltim Dorong Transformasi Perusda Menjadi Perseroda untuk Tingkatkan Profesionalisasi BUMD
- Anggaran Perjalanan Dinas di Kaltim 2025 Capai Rp 400 Miliar, DPRD Kaltim Mendominasi
- Waspada Arisan Online Bodong, OJK Ungkap Banyak Masyarakat Masih Minim Literasi Keuangan









