Opini
PPKM dalam Perspektif Islam
Oleh: Siti Tarisah (Mahasiswi Program Studi KPI, IAIN Samarinda)
Perpanjangan masa PPKM yang tak kunjung usai ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dari kalangan kontra, mereka menganggap bahwa Pemerintah Indonesia sudah berlaku tak adil sebab masyarakat wajib untuk patuh kepada kebijakan tersebut, namun di sisi lain Warga Negara Asing (WNA) atau Tenaga Kerja Asing (TKA) dapat dengan mudah masuk ke Indonesia.
Salah satu politisi yang kontra terkait perpanjangan PPKM ini adalah Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. Melalui akun twitternya, ia meminta agar pemerintah ‘jangan salah urut’. Cuitan ini bermaksud agar pemerintah berfokus pada hal-hal yang besifat subsantif, seperti membatasi atau bahkan melarang masuknya WNA dan TKA di masa PPKM.
Selain itu, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan pembagian dana Covid-19 agar tepat sasaran. Sebab, selama dari awal pandemi bahkan hingga PPKM diberlakukan, masih banyak masyarakat dari kalangan menengah ke bawah yang tidak mendapat bantuan sama sekali. Sehingga timbul istilah yang menyayat hati, “lebih baik mati karena Corona, dibandingkan mati karena kelaparan”.
Walaupun menuai banyak kritikan, pemerintah menganggap bahwa PPKM ini merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengungkapkan alasan utama diterapkannya kebijakan ini. Salah satunya karena memiliki pendapatan yang berbeda-beda dan tempat tinggal yang berbeda pula. Oleh sebab itu, penerapan PPKM ini diharapkan mampu memudahkan pemerintah Indonesia untuk memetakan masyarakat yang terkena dampak Covid-19, sehingga bantuan yang didapatkan lebih merata.
Meskipun begitu, pemerintah tidak dapat dikatakan sepenuhnya bersalah. Pola perilaku masyarakat yang kerap mengabaikan protokol kesehatan juga menjadi salah satu penyebab mengapa Covid-19 belum dapat teratasi. Padahal, bahaya Covid-19 bukanlah hoax semata. Dilansir dari BBC News Indonesia, kematian akibat Covid-19 di Indonesia telah menyentuh angka 12 ribu lebih dalam sepekan ini. Rekor tersebut membuat Indonesia menjadi negara dengan kasus kematian tertinggi di dunia akibat Covid-19. Oleh sebab itu, seharusnya antara pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat saling bekerja sama dalam menghadapi pandemi ini.
Lalu bagaimana Islam menyikapi persoalan PPKM ini? Apakah sudah sesuai dengan syariah?
Jika ditinjau dari perspektif Islam, dalam kitab Maqashid Kesehatan & Etika medis dalam Islam (Sintesis Fikih dan Kedokteran) disebutkan bahwa hukum Islam datang untuk melarang apa yang berbahaya dan menjaga, dan menganjurkan apa yang bermanfaat bagi manusia di dunia dan akhirat. Adapun yang dianggap mendatangkan bahaya dari tujuan-tujuan tersebut harus dihindari. Oleh karena itu, yang menjadi bahasan utama di dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan sebab ditetapkannya suatu hukum.
Selain itu, Maqashid al-Syari‘ah telah menegaskan bahwa semua aktivitas dan ibadah tanpa terkecuali dilaksanakan dalam rangka menjaga agama, akal, diri, keturunan dan harta. Secara sederhana, apa pun yang berpotensi mengganggu kelima hal ini mesti dihindari terlebih dahulu melebihi kepentingan lainnya. Karena itu pula, ulama menyajikan sebuah pakem “menghindari bahaya selalu lebih diprioritaskan dari mencari maslahat.”
Tujuan dari diterapkannya PPKM ini karena tingginya kasus Covid-19 di Indonesia. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ksebagaimana telah penulis sebutkan sebelumnya bahwa kebijakan PPKM ini terkesan tidak adil bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Imam Syafii menegaskan bahwa, peran kepala negara atau pemerintah kepada rakyatnya sama dengan kedudukan wali terhadap yatim yang ada dalam lindungannya. Rasulullah SAW bahkan melaknat pemimpin yang berbuat dzolim kepada rakyatnya, “Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka” (HR. Ahmad). Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kepala negara mengemban tugas sesuai dengan kemaslahatan publik, dan kebijakan yang diambil harus berhubungan dengan kepentingan orang banyak.
Kebijakan PPKM ini merupakan upaya pemerintah untuk kemaslahatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun, kebijakan PPKM ini sebaiknya diimbangi dengan kebijakan pembagian dana bantuan yang diberikan secara merata dan adil. Sehingga masyarakat tidak lagi merasa keberatan terhadap kebijakan ini. Sebab pada hakikatnya, masyarakat itu wajib mengikuti dan taat kepada pemimpinnya, sebagaimana sabda Rasulullah:
من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني
Artinya: “Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku” (HR. Muslim no. 1835)
Dengan taat dan patuh pada peraturan pemerintah selama dalam hal kebaikan, maka hal tersebut merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah dan Rasulullah. Dengan demikian, menerapkan PPKM dapat menjadi ikhtiar bersama untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Indonesia jika lebih disesuaikan dengan hukum-hukum Islam.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Bagaimana Menekan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang Meningkat?
- Positif Covid 19 Saat Kampanye, Joe Biden Diminta Mundur dari Pilpres
- Ketahui 4 Keutamaan Bulan Dzulhijjah Beserta Dalilnya
- Kapan Libur dan Cuti Bersama Idul Adha 2024? Berikut Tanggalnya
- Ketahui 5 Keutamaan Puasa Arafah yang Setara Pahala Nabi Isa AS