Daerah
Rumput Laut, Sebuah Kisah dari Pesisir
Oleh: Wahyu Candra (Penulis lepas asal Penajam Paser Utara (PPU)
Dahulu, pantai yang terletak di Sungai Parit hanya dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat mencari ikan. Namun, sekelompok masyarakat mencoba memanfaatkannya dengan budidaya rumput laut, bahkan saat ini rumput laut dapat menopang perekonomian masyarakat.
Matahari baru saja menampakkan dirinya di saat seorang pria berbadan tegap dengan baju lusuhnya bersiap untuk beraktivitas di hari itu. Pak RT, sapaan akrab pria yang bernama Mansyur itu adalah seorang petani rumput laut yang sudah belasan tahun menjalankan profesi tersebut. Dengan ditemani nyanyian burung-burung dan gemuruh angin yang membelai dedaunan mangrove, dirinya bergegas menaiki perahu kecil untuk pergi ke ladang rumput laut miliknya yang berada di bibir pantai Sungai Parit.
Usut punya usut, serpihan bibit rumput laut yang Pak RT tanami saat ini diboyong langsung dari salah satu perkampungan kecil bernama Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kala itu, Pak RT ditemani saudara dan beberapa kerabatnya, bahu-membahu merawat gulma laut itu hingga berkembang biak. Memang tidak mudah, namun dibekali pengalaman sang sahabat 'Daeng Oddang', Pak RT lambat laun piawai merawat dan mengembangkan rumput laut.
Daeng Oddang adalah seorang sahabat lama yang pertama kali memiliki buah pikiran dan datang mengembangkan pertanian rumput laut di Sungai Parit. Pria dengan kumis tebal itu pertama kali menghubungi Pak RT melalui telepon genggamnya, menjelaskan bagaimana berkembangnya rumput laut di Bulukumba. Merasa tertarik dengan ajakan Daeng Oddang, Pak RT pun bermaksud mengumpulkan beberapa saudara dan kerabat untuk rencana penanaman rumput laut pertama kali di sana.
Semua orang antusias kala percobaan pertama ketika budidaya rumput laut hadir di tengah-tengah kehidupan mereka. Dengan pengalaman yang matang, Daeng Oddang mulai mengajarkan tahap demi tahap cara budidaya rumput laut kepada masyarakat yang ikut andil. Dengan saling bekerja sama, mereka menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk budidaya rumput laut.
Balok kayu, tali tambang, dan botol bekas sebagai pelampung, menjadi modal awal yang harus disiapkan bagi para petani rumput laut untuk menggarap keramba mereka. Tidak lupa pula, bibit rumput laut yang sudah disiapkan terlebih dahulu.
“Bahan-bahan ini digunakan untuk membangun keramba di air laut dengan skema memasang tiang pancang dan juga tali induk di tempat nantinya rumput laut ditanam,” tutur Daeng Odang kala menjabarkan proses itu.
Di sudut pantai yang lain, terlihat sekelompok anak kecil terlihat riang berlari di gugus pantai ketika air laut terlihat cukup berjarak, mereka turut menjadi saksi dan menyaksikan pertama kalinya rumput laut ini dibudidayakan di sana. Dari kejauhan, sekelompok laki-laki dewasa mulai memancang tiang ulin dengan alat sederhana yang sudah mereka siapkan. Diawali dengan berdoa bersama sebagai ucapan rasa syukur dan pengharapan hasil yang memuaskan, mereka mulai bekerja menyelesaikan tahap demi tahap membuat keramba rumput laut dengan dituntun oleh Daeng Oddang yang sudah berpengalaman.
Bak benalu butuh inangnya untuk bertahan, para lelaki yang menyiapkan keramba di laut juga membutuhkan sekelompok perempuan yang mesti menyiapkan bibit rumput laut. Daeng Oddang kembali mengajarkan kepada mereka cara pembibitan yang baik, gunting dan pisau beradu mengiris bagian-bagian rumput laut yang akan kembali dibibit. Penjelasan yang baik membuat sekelompok perempuan itu dengan mudahnya menjalankan tugas mereka.
“Pemanfaatan air pasang surut sangat penting didalam budidaya rumput laut. Kita akan beradu dengan waktu surutnya air laut untuk memudahkan pekerjaan di keramba,” tutur Daeng Oddang sembari jari telunjuknya mengarah ke bibir pantai.
Dengan nama latin eucheuma spinosum, rumput laut ditanam dengan dua estimasi waktu. Pertama ketika rumput laut ingin kembali dijadikan bibit di keramba lain dengan lama pemeliharaan sekitar 20 hari. Sementara jika rumput laut ini siap untuk panen, maka dibutuhkan waktu tanam kurang lebih 40 hari.
“Rumput laut tidak memerlukan pupuk dan tidak harus disiram karena media tanamnya sudah di air,” terang Daeng Oddang menghisap cukup dalam rokok kreteknya,
Proses sederhana rumput laut dijelaskan dengan baik, di mana sebagai petani rumput laut, mereka juga dapat sembari menjalankan pekerjaan lain dalam pengembangannya. Bukan tanpa alasan, hal itu karena sederhananya proses dari awal rumput laut di tanam hingga masa panen tiba.
Di Waktu bersamaan, Pak RT turut menjelaskan mengapa masyarakat dapat menggantungkan nasib mereka pada pertanian rumput laut. Bukan tanpa alasan pria itu menerangkan keuntungan menjadi petani rumput laut. Sebelum ia dan Daeng Oddang memutuskan untuk menanam rumput laut di Sungai Parit, ia telah terlebih dahulu melakukan riset perkembangan perdagangan rumput laut di Indonesia dan terkhusus di wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Kisah nyata menyoal perkembangan dan perdagangan rumput laut di Kaltim pun diceritakan Daeng Odang, agar para petani nantinya mudah memasarkan hasil panen rumput laut mereka. Langkah ini dianggap perlu untuk perbekalan masyarakat sebelum nantinya mereka sudah benar-benar terjun pada pertanian rumput laut.
Rumput laut ini sendiri dipasarkan dalam keadaan kering, maka dari itu, petani perlu menjemur hasil panen mereka dengan tingkat kekeringan yang telah ditetapkan. Rumput laut dijemur di atas terpal untuk mendapatkan tingkat kekeringan tertentu, agar layak jual dan diterima pasar.
Selain dari segi keuntungan, Pak RT juga turut menjelaskan perihal kegagalan dalam budidaya rumput laut, dimana rumput laut juga memiliki ancaman gagal panen saat di budidayakan. Hal ini dirasa perlu disampaikan kepada masyarakat yang akan ikut andil dalam budidaya rumput laut.
“Rumput laut juga dapat mengalami gagal panen yang disebabkan oleh kondisi iklim dan perubahan kadar air laut,” imbuh pak RT.
“Selain itu, kondisi ombak yang tinggi juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang rumput laut,” tambahnya.
Adanya ancaman ini perlu menjadi perhatian lebih petani dalam budidaya rumput laut, agar para petani tidak hanya tergiur akan hasil panen yang melimpah. Mereka juga mesti memperhatikan hal-hal yang dapat mengancam terjadinya gagal panen.
Air sedang surut kala semua persiapan dan pekerjaan telah diselesaikan dengan bergotong royong. Dari kejauhan, sekumpulan pria yang sedari tadi telah bekerja di keramba terlihat sudah kembali ke pinggir pantai, menandakan pekerjaan di keramba telah dilaksanakan dengan baik.
Matahari kala itu tepat berada di naungannya, tatkala para petani rumput telah beristirahat dengan secangkir kopi dan sebatang rokok yang juga menjadi salah satu perbekalan mereka. Keakraban terbangun ketika mereka bercengkrama satu sama lain menggunakan dialek khas Sulawesi Selatan. Seperti diketahui, masyarakat Sulawesi Selatan kebanyakan hidup di pesisir nusantara dengan tipe budaya agraris yang mendarah daging.
Semilir angin laut seolah memberikan kesejukan bagi petani rumput laut, menenemani sekelompok perempuan yang sudah beralih dari membibit rumput laut, kembali ke rutinitas mereka masing-masing menyiapkan perbekalan santap siang untuk semua orang yang ikut andil di sana.
Asap tebal dan api terlihat berkobar di salah satu dapur sederhana yang terbuat dari limbah bebatuan. Kobaran api makin mengamuk ketika seorang perempuan silih berganti memasukkan ranting kayu ke dalam perapian itu diikuti panci berisikan beras dan air yang mulai memanas. Sebagian kelompok perempuan juga terlihat sudah membersihkan beberapa ekor ikan dan sayuran sebagai pelengkap santap siang mereka. Memasak dan bersenda gurau menjadi pemanis pekerjaan lelah mereka siang itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang, air pasang laut sudah mulai kembali menutupi gusung-gusung di pinggir pantai. Di Kejauhan, terlihat nelayan belat sudah selesai dengan aktivitasnya. Secara bersamaan, sekumpulan petani rumput laut sudah bersiap menyantap makan siang yang baru saja dimasak. Wajah gembira terpancar jelas kala mereka bersenda gurau sambil menyantap hidangan bersama.
Matahari perlahan sudah berpindah ke ufuk barat, langit berubah warna menjadi jingga kemerahan, air pasang laut pun sudah sepenuhnya memenuhi pinggiran pantai, tanda dimana aktivitas di hari itu sudah hampir berakhir. Daeng Oddang dan petani lainnya sudah kembali berganti pakaian yang lebih bersih dan kering dari yang mereka gunakan sebelumnya.
Mereka mulai bergegas untuk kembali ke rumah, setelah mendengarkan penjelasan panjang perihal hal-hal yang perlu diperhatikan saat memilih profesi budidaya rumput laut. Hari itu menjadi saksi bagaimana kali pertama rumput laut dibudidayakan di pesisir pantai Sungai Parit. Budidaya rumput laut ini pun menjadi harapan untuk menumbuhkan sektor ekonomi baru.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Margahayu Ubah Air Bekas Tambang Jadi Sumber PADes dan Raih Penghargaan
- Gula Semut “Guleku” dari Tuana Tuha Kembangkan Sayap ke Ritel Modern dan Hotel Berbintang
- Dewan Dapil IV, Fachrudin Harap MTQ ke-45 Kukar Mampu Membangun SDM
- Tangani Stunting di Kukar, Ahmad Yani Sebut Pemerintah dan Perusahaan Perlu Kolaborasi
- DPPR Kukar Targetkan Capaian Kerja Akhir 2024 Capai 99 Persen