Nusantara

Sakit dan Dibatasi Bertemu Keluarga, Warga Telemow Minta Perlakuan Adil, JPU: Tunggu Keputusan Hakim

Kaltim Today
21 Maret 2025 19:23
Sakit dan Dibatasi Bertemu Keluarga, Warga Telemow Minta Perlakuan Adil, JPU: Tunggu Keputusan Hakim
Suasana saat terdakwa Saparudin hendak naik ke mobil tahanan. (Dok Kaltimtoday.co)

PENAJAM, Kaltimtoday.co - Persidangan perkara sengketa tanah Telemow di Pengadilan Negeri (PN) Penajam Paser Utara (PPU) terus berlanjut dengan berbagai dinamika. Salah satu yang menjadi perhatian dalam sidang terbaru adalah kondisi kesehatan salah satu terdakwa, Saparudin, yang dikabarkan membutuhkan pemeriksaan rutin.

Tim penasihat hukum terdakwa telah mengajukan permohonan agar Saparudin dapat menjalani pemeriksaan medis, namun hingga kini belum ada kejelasan terkait izin pemeriksaan tersebut. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Imam Cahyono, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memberikan izin pemeriksaan tanpa adanya penetapan dari majelis hakim.

“Kami juga tadi menerima surat dari PH hari ini terkait dengan permohonan untuk melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Saparudin ini dengan alasan Saparudin ini sakit dan wajib untuk melakukan kontrol rutin setiap bulan,” ujar Imam.

Menurutnya, proses pengajuan izin pemeriksaan kesehatan bagi terdakwa harus melalui jalur yang sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Karena saat ini status penahanan Saparudin telah berada dalam wewenang hakim, maka semua keputusan terkait izin pemeriksaan harus dikeluarkan melalui penetapan majelis hakim.

“Terkait penahanan sekarang ini kan posisinya sudah merupakan penahanan hakim, jadi kalau kemudian tim PH ingin mengajukan permohonan untuk melakukan pemeriksaan segala macam, itu seharusnya ditujukan dan dikirimkannya ke majelis hakim. Baru nanti kalau majelis hakim mengabulkan, dikeluarkan sebuah penetapan, itu lah yang akan kami laksanakan karena memang sesuai dengan kewenangan dan tupoksi kami sebagai pelaksana penetapan ataupun putusan majelis hakim,” jelasnya.

Imam menegaskan bahwa JPU tidak memiliki kewenangan untuk mengambil inisiatif dalam memberikan izin pemeriksaan tanpa adanya perintah dari hakim. Jika JPU bertindak tanpa dasar hukum, maka langkah tersebut justru dapat dianggap sebagai pelanggaran prosedur.

“Tetapi kalau sekarang, kami tidak bisa bertindak karena itu kan tugas dan tanggung jawabnya penahanan hakim, jadi kalaupun sekarang kita mengambil inisiatif mengeluarkan akan salah juga, kita yang akan menyalahi aturan nanti,” tambahnya.

Namun, Imam memastikan bahwa JPU tidak akan menghalangi jika ada penetapan dari hakim terkait pemeriksaan kesehatan terdakwa.

“Tetapi kami tidak menutup-nutupi, kalaupun nanti dari majelis hakim memberikan penetapan untuk pemeriksaan kesehatan, kami pun akan jalankan. Yang penting kami menerima dahulu penetapan dari hakim karena segala sesuatunya saat ini adalah kewenangannya majelis hakim,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa permohonan pemeriksaan kesehatan tidak harus diajukan dalam sidang, tetapi bisa dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di pengadilan.

“Sebenarnya enggak juga (melalui persidangan), kalau memang mau mengajukan (permohonan pemeriksaan kesehatan) di luar sidang juga bisa karena melalui PTSP, nanti PTSP yang menyampaikan ke majelis hakimnya,” kata Imam.

Selain persoalan pemeriksaan kesehatan, larangan keluarga untuk membesuk terdakwa di pengadilan juga menjadi sorotan. Beberapa pihak mempertanyakan mengapa keluarga tidak diperbolehkan menemui para terdakwa di ruang sidang.

Menanggapi hal ini, Imam menjelaskan bahwa aturan tersebut bukanlah kebijakan yang dibuat oleh JPU, melainkan merupakan standar prosedur di pengadilan.

“Kemudian terkait dilarang besuk, sebenarnya itu bukan kita yang melarang. Memang tidak ada aturan yang mengatakan bahwa keluarga itu boleh menemui terdakwa di persidangan. Itu memang tidak diatur, kalaupun ada itupun kebijakan kita,” katanya.

Menurutnya, pembatasan interaksi antara keluarga dan terdakwa di ruang sidang dilakukan karena alasan keamanan dan keterbatasan ruang.

“Kemarin terlalu crowded, kami pun bingung mana keluarga dan bukan, makanya akhirnya kami selaku JPU mendapat pemberitahuan bahwa sudah tidak ada kunjungan atau pertemuan di dalam persidangan karena memang tidak ada ruangannya juga. Enggak mungkin dia ketemu satu di dalam sel dan satu di luar sel,” ujar Imam.

Meski demikian, ia mengungkapkan bahwa dalam beberapa kesempatan sebelumnya, JPU masih berusaha untuk memfasilitasi pertemuan singkat antara terdakwa dan keluarga mereka, terutama jika ada situasi yang mendesak.

“Kemarin itu kebijakan dari kami (untuk mempertemukan secara singkat), kalaupun memang ada anaknya dari jauh akhirnya kita coba jembatani karena kita kan punya hati nurani. Makanya kemarin kami memberikan waktu tetapi tidak bisa lama karena memang prosesnya pengawalan sidang kita kan ada yang lain juga,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa dalam kondisi persidangan yang terbatas, faktor keamanan menjadi salah satu hal utama yang dipertimbangkan.

“Kemarin itu kan tempat persidangan dan juga tempatnya terbatas, sehingga tanggung jawab untuk kesehatan dan keselamatan para terdakwa ini kan ada di kami juga. Siapa yang bisa menjamin kalau kemudian ada pihak lain yang melakukan hal negatif dan terjadi sesuatu kepada terdakwa, siapa yang disalahkan?” katanya.

Menurut Imam, prosedur besuk yang sesuai dengan aturan tetap dapat dilakukan di tempat yang telah disediakan, yakni di Rutan Polres PPU.

“Ini kan sesuai SOP, di sisi lain kami juga mementingkan pertimbangan kesehatan dan keselamatan dari para terdakwa. Kalaupun mau besuk ada tempatnya sendiri di Rutan Polres PPU sesuai aturan dan jam besuk. Kalau di sana kan ada tempat dan pengamanan khusus. Kalau di PN itu kan standarnya untuk persidangan bukan untuk besuk, takutnya nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, itu yang juga kami jaga. Jadi mohon sama-sama mengerti,” ujar Imam.

Alasan Penahanan dan Proses Hukum yang Berjalan

Di luar isu kesehatan dan besuk, JPU juga menegaskan bahwa keputusan untuk melakukan penahanan terhadap para terdakwa telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

“Sebenarnya karena memang ada pasal yang melakukan penahanan, ada pasal yang dia bisa dilakukan penahanan dan akan lebih mudah JPU melakukan penahanan karena posisinya kita gampang jemputnya, kita akan lebih gampang proses persidangannya,” ujar Imam.

Ia membantah adanya spekulasi mengenai intervensi atau kepentingan tertentu dalam proses hukum yang berjalan.

“Tidak ada unsur bahwa baju coklat dapat dari A, B, dan C. Kita tidak dapat apapun, kita tetap mengikuti prosedur sesuai hukum acara yang berlaku. Kita lihat faktanya, kalaupun memang bisa membuktikan nanti ada saksi-saksi yang meringankan, monggo dihadirkan, jadi kita benar-benar terbuka di persidangan, kita tidak mau menutupi,” katanya.

Imam juga menyatakan bahwa pihaknya ingin agar proses hukum ini berjalan secara cepat dan efisien.

“Kita mau ini pun prosesnya cepat, setelah kita melakukan tahap dua, kita langsung limpahkan, agar waktunya efisien. Saat ini kan juga pengadilan mengeluarkan penetapan untuk melanjutkan penahanan, tetapi tetap pengadilan pun kalau dari pihak PH mengajukan penangguhan pun monggo di persidangan. Kalaupun nanti hakim mengabulkan, kami akan melaksanakan untuk mengeluarkannya,” pungkasnya.

[TOS]



Berita Lainnya