Samarinda

Seumur Hidup Harus Transfusi Darah, Penderita Thalasemia Ini Gunakan JKN

Kaltim Today
09 Desember 2021 10:40
Seumur Hidup Harus Transfusi Darah, Penderita Thalasemia Ini Gunakan JKN
Bupati Kukar Edi Damansyah bersama Ketua KONI, Rahman memberikan bonus kepada atlet Kukar meraih medali di PON XX Papua. (Supri/ Kaltimtoday.co).

Kaltimtoday.co, Samarinda – Sebagai penderita penyakit Thalasemia Mayor, Annisa Indah Nur Jannah (14) membutuhkan transfusi rutin seumur hidupnya agar dapat hidup dan beraktivitas secara normal. Selain transfusi darah, Annisa juga harus mengkonsumsi obat khusus setiap harinya untuk membantu mengeluarkan zat besi yang berlebihan dalam tubuh akibat transfusi darah rutin.

Sang ayah, Sukram (55) menceritakan sekitar tahun 2008 anaknya mengidap thalasemia sejak usia 1,5 tahun. Awalnya sebagai orangtua, Sukram tidak memahami penyakit thalasemia yang menyebabkan Annisa selalu lemas dan pucat, akhirnya Sukram membawa anaknya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.

“Setelah hasil tes darah keluar baru diketahui penyebab HB anak saya yang rendah, waktu itu dokter mengatakan anak saya menderita thalasemia dan saya sama sekali tidak mengerti apa itu thalasemia, meskipun sudah dijelaskan oleh dokter karena saya baru dengar. Sejak saat itu, dokter menyarankan untuk rutin dilakukan tranfusi darah,” kenangnya.

Dokter menjelaskan bahwa, penderita thalasemia saat ini belum dapat disembuhkan, sehingga harus menggantungkan transfusi darah setiap bulan seumur hidup. Sukram mengaku, dirinya belum bisa menerima dengan baik penjelasan dokter, dalam dirinya bergejolak pertanyaan mengapa ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

“Kata orang waktu itu, disuruh coba pengobatan alternatif, saya itu masih bimbang kok ada penyakit tidak bisa disembuhkan, akhirnya saya bawa ke pengobatan alternatif. Selama menjalani pengobatan alternatif, sekitar tiga bulan Annisa tidak saya bawa ke rumah sakit untuk transfusi darah hal itu menyebabkan kondisinya semakin lemas, akhirnya saya kembali membawa ke rumah sakit dan saat itu hampir saja dia tidak tertolong”, terang Sukram.

Sejak saat itu, Sukram tidak pernah lagi membawa Anissa ke pengobatan alternatif meskipun masih ada orang yang menyarankan untuk dibawa ke pengobatan alternatif. Kini, dia mantap untuk terus berobat ke dokter setelah diperkenalkan dengan Persatuan Orangtua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI).

“POPTI bagi saya sangat membantu, karena saya mendapat informasi yang benar tentang thalassemia. Dulu, saya pikir anak saya saja yang menderita thalasemia, ternyata ada banyak. Ini membuat beban saya agak ringan, ternyata ada juga anak-anak lain dengan penyakit yang sama,” terang pria asal Lamongan Jawa Timur ini.

Menurut Sukram, selain perlunya komunikasi antar orangtua yang memiliki anak penderita thalasemia, anak-anak sesama penderita juga sangat memerlukan komunikasi untuk berbagi pengalaman dan saling menguatkan.

“Selain orangtua, anak-anak juga memerlukan komunikasi dengan sesamanya, kapan ke rumah sakit, bagaimana kondisi kesehatannya dan lain-lain sehingga menumbuhkan semangat tersendiri untuk mereka karena ada teman-temannya,” ujarnya.

Dia mengharapkan masyarakat dapat memahami thalasemia dengan benar untuk dapat melakukan upaya pencegahan, karena saat ini baru upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit thalasemia agar tidak ada lagi penderita baru.

“Sebelum pandemi POPTI sempat mengadakan penyuluhan ke anak-anak SMA, salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan skrining thalasemia sebelum menikah, dan sebaiknya calon pengantin sesama pembawa sifat thalasemia tidak disarankan menikah,” jelasnya.

Sebagai mantan Ketua POPTI Kota Samarinda, dia memahami bahwa pengobatan thalasemia termasuk yang menelan biaya paling banyak pada program JKN, dirinya mengharapkan agar pemerintah selalu menjamin pengobatan thalasemia karena tanpa bantuan pemerintah melalui program JKN biaya pengobatan penderita thalasemia akan sangat berat.

“Secara pribadi saya mengucapkan terima kasih pada program JKN karena selama ini seluruh biaya berobat anak saya dijamin. Saya berharap agar pengobatan thalasemia dapat terus dijamin, tanpa bantuan dari pemerintah lewat program JKN saya tidak mampu membiayai pengobatan anak saya, karena sekali masuk dengan obatnya habis Rp13 juta, obatnya saja itu ada yang satu botol di atas 2 jutaan,” ungkapnya.

Dia juga mengaku selama menggunakan JKN merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas di rumah sakit, meskipun sebagai peserta penerima bantuan dari pemerintah ia tetap dilayani dengan baik tanpa dibeda-bedakan.

“Sebagai orang tua dengan anak penderita thalasemia saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik itu dokter, perawat, BPJS Kesehatan maupun pemerintah atas bantuan yang diberikan kepada kami. Semoga setiap tetes darah anak kami menjadi amal kebaikan kepada seluruh pihak yang turut membantu anak-anak kami untuk terus menjalani hidup dengan normal,” tutupnya.

[KA | RWT | ADV BPJS KESEHATAN] 



Berita Lainnya