Nasional
Tantangan Akses Listrik Masih Menghantui ASEAN, IESR Tawarkan Solusi Terdesentralisasi

Kaltimtoday.co - Di balik capaian rasio elektrifikasi yang telah melampaui 90 persen di sebagian besar negara ASEAN, masih tersembunyi realitas ketimpangan akses listrik—khususnya dalam hal keandalan, keterjangkauan, dan keberlanjutan. Kondisi ini dinilai menjadi penghambat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di berbagai wilayah terpencil.
Untuk menjawab persoalan tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) menggelar Dialog Regional: Mempromosikan Akses Energi Terdesentralisasi di Asia Tenggara, pada 22–23 April 2025. Acara ini menjadi wadah merumuskan strategi kolektif regional untuk mempercepat transisi energi melalui pengembangan sistem energi terdesentralisasi berbasis sumber daya lokal seperti energi surya, hidro mini, dan bioenergi.
Dalam forum ini, sebanyak 29 narasumber dan 97 peserta dari delapan negara ASEAN dan tiga negara mitra membahas tantangan dan peluang pengembangan energi terdesentralisasi dari sisi kebijakan, pendanaan, hingga partisipasi masyarakat.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyebut bahwa sistem energi terdesentralisasi memiliki potensi besar untuk menjawab trilema energi: keterjangkauan, ketahanan, dan keberlanjutan. Namun, penerapannya masih terhambat oleh minimnya infrastruktur teknis, akses pembiayaan, dan sumber daya manusia.
“ASEAN perlu mereformasi mekanisme pembiayaan, memperluas pembangunan kapasitas lokal, dan memastikan sistem energi terdesentralisasi dapat terintegrasi dalam sistem kelistrikan nasional,” ujar Fabby.
Prof Ji Zou, CEO Energy Foundation China, menambahkan bahwa energi terdesentralisasi menjadi pilar penting bagi masa depan energi ASEAN karena skalabilitas dan aksesibilitasnya.
“Model ini membuka ruang investasi, mempercepat inovasi teknologi, dan menciptakan model bisnis baru,” ucapnya.
Perwakilan Kementerian ESDM RI, Chrisnawan Anditya, juga menekankan pentingnya kerja sama lintas negara. Ia menilai bahwa keberhasilan sistem energi terdesentralisasi bergantung pada pelibatan aktif masyarakat sebagai pemilik sekaligus penjaga keberlanjutan infrastruktur.
Dalam forum tersebut, IESR merumuskan enam rekomendasi utama untuk mempercepat adopsi energi terdesentralisasi di ASEAN:
- Integrasi dalam dokumen ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2026–2030.
- Diversifikasi skema pembiayaan seperti blended finance, sukuk hijau, dan RBF.
- Pendekatan berbasis komunitas dan pelembagaan pemerintah lokal.
- Harmonisasi regulasi energi lintas negara dan insentif kebijakan.
- Pembangunan kapasitas dan transfer pengetahuan antarnegara.
- Pembentukan mekanisme kolaborasi dan pengawasan regional yang berkelanjutan.
IESR berharap rekomendasi ini bisa menjadi bagian dari arah kebijakan energi ASEAN yang lebih adil, tangguh, dan berkelanjutan.
[TOS]
Related Posts
- Kalian Terdaftar di 11 Kampus Luar Kaltim Ini Langsung Lolos Beasiswa Gratispol, Berikut Syarat dan Cara Daftarnya
- BMKG: Sebagian Besar Wilayah Kaltim Berpotensi Diguyur Hujan Sedang hingga Lebat Akhir April 2025
- Link Daftar Gratispol 2025 Sudah Dibuka, Cek Syarat dan Cara Daftarnya di Sini
- Dorong Pelestarian Budaya Dayak, Dekranasda Kaltim Gelar Bimtek Manik-Manik untuk Tingkatkan Kapasitas IKM
- Diskominfo Kaltim Dorong Pemerataan Akses Digital Lewat Forum Strategis Perangkat Daerah