Kaltim

Tragedi Muara Kate di Paser Belum Usai, Natalius Pigai Justru Soroti Minimnya Peran Media

M Jaini Rasyid — Kaltim Today 17 Desember 2024 14:01
Tragedi Muara Kate di Paser Belum Usai, Natalius Pigai Justru Soroti Minimnya Peran Media
Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. (Jen/Kaltimtoday.co)

SAMARINDA, Kaltimtoday.co - Konflik lahan tambang yang melibatkan masyarakat adat di Muara Kate, Paser, Kaltim masih berlarut dan menjadi sorotan tajam terkait isu hak asasi manusia (HAM). Kasus yang terjadi pada 15 November 2024 ini dinilai belum mendapat perhatian maksimal dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, bahkan media.

Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menegaskan bahwa minimnya pemberitaan media membuat informasi mengenai konflik tersebut tidak sampai ke pihaknya.

“Saya belum tahu juga kasusnya. Kalau saya belum tahu, berarti media yang kurang mengangkat kasus ini. Gimana kita bisa tahu?” ujar Natalius Pigai saat ditemui usai menghadiri Rakernas JMSI di Hotel Aston, Samarinda, Senin (16/12/2024).

Natalius menambahkan, kewenangan penyelidikan dan penanganan konflik semacam ini tidak berada di bawah Kementerian HAM. Pihaknya lebih berfokus pada fungsi eksekutif, seperti penyusunan regulasi, pengembangan peraturan, serta pembangunan HAM di bidang pendidikan, kesehatan, dan sektor lain.

Meski demikian, ia menekankan pentingnya menjunjung tinggi prinsip HAM dalam praktik bisnis, terutama di sektor tambang dan perkebunan yang kerap memicu konflik agraria. Perusahaan diingatkan untuk memperhatikan hak-hak masyarakat lokal, budaya, dan kelestarian lingkungan.

“Ada lima aspek HAM yang harus diperhatikan. Partisipasi masyarakat dalam proses perizinan itu penting, terutama melibatkan komunitas lokal dan masyarakat adat,” ujar Natalius.

Tragedi Muara Kate menambah panjang daftar konflik agraria di Kalimantan Timur, yang sering kali melibatkan perusahaan besar dengan kepentingan bisnis tambang. Benturan antara kepentingan ekonomi dan hak-hak masyarakat adat berpotensi menimbulkan kekerasan dan pelanggaran HAM yang lebih serius jika tidak segera ditindaklanjuti.

Sebagai langkah konkret, Natalius menyarankan agar kasus tersebut segera dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurutnya, Komnas HAM memiliki kapasitas untuk melakukan penyelidikan dan menjadi lembaga yang ideal dalam menyelesaikan konflik serupa.

“Laporkan ke Komnas HAM. Saya yakin Komnas HAM akan menjadi jendela terbaik untuk menyelesaikan kasus seperti ini,” tegasnya.

Natalius berharap seluruh pihak, termasuk media, dapat berperan aktif dalam mengawal kasus ini agar penyelesaian yang berkeadilan bisa segera terwujud.

[TOS]



Berita Lainnya