Kaltim

Tren Pernikahan Dini Masih Terjadi, Psikolog: Sangat Menyulitkan Anak, Kemandiriannya Belum Utuh

Kaltim Today
23 Maret 2021 20:41
Tren Pernikahan Dini Masih Terjadi, Psikolog: Sangat Menyulitkan Anak, Kemandiriannya Belum Utuh
Kepala Seksi (Kasi) Tumbuh Kembang Anak di DKP3A Kaltim, Siti Mahmudah Indah Kurniawati.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Fenomena pernikahan dini bukan hal baru, sebab sudah menjadi tren lama yang masih terjadi hingga sekarang. Awalnya, batas usia menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun, sedangkan perempuan 16 tahun.

Namun, melalui Undang-Undang (UU) Nomor 16/2019 sebagai Perubahan Atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, batas minimal menikah laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Di Kaltim, pernikahan dini masih terus terjadi. Berdasarkan data dari Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Kaltim, pada 2018 lalu tercatat 953 perkawinan anak terjadi.

Kemudian pada 2019, terdapat 845 kejadian sedangkan pada 2020, lonjakan terjadi cukup signifikan. Tercatat 1.159 perkawinan anak di Kaltim yang notabenenya bertepatan dengan pandemi Covid-19.

Sejatinya, anak masih harus mengenyam pendidikan dan bermain dengan teman sebaya. Menjalani pernikahan tanpa persiapan tentu jadi beban bagi sebagian orang.

Psikolog klinis sekaligus Kepala Seksi (Kasi) Tumbuh Kembang Anak di Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim yakni Siti Mahmudah Indah Kurniawati menjelaskan bahwa, pernikahan dini menjadi rentan terhadap segala permasalahan.

Perempuan yang akrab disapa Nia itu menyebut, anak di bawah usia 19 tahun mengalami kondisi perkembangan di fase badai. Seseorang yang tumbuh di fase tersebut, mesti mendapat pertolongan dari orang lain karena kondisinya yang labil.

"Ketika seseorang di kondisi demikian dan harus menjalani peran sebagai orangtua atau suami-istri, itu kondisi yang sedikit dipaksakan," ungkap Nia saat ditemui beberapa waktu lalu.

 

 

A post shared by Kaltim Today (@kaltimtoday.co)

Ada banyak faktor lain yang memengaruhi seseorang sampai memutuskan menikah dini. Di beberapa kejadian, ada pernikahan dini yang dipengaruhi sosial dan budaya. Contohnya, masih ada masyarakat di daerah yang percaya jika semakin cepat seseorang menikah, justru semakin bagus, orangtua pun akan tenang.

Pergaulan sehari-hari juga jadi faktor penyumbang yang cukup signifikan sehingga banyak berakhir di pelaminan akibat hamil di luar nikah. Tak jarang pula, pernikahan dini terjadi karena salah satu pihak mengalami kekerasan seksual.

"Ada orangtua yang berpikir, misalnya si anak sudah telanjur hamil berarti lebih baik dinikahkan dengan yang mau bertanggung jawab supaya tidak digugurkan. Itu ada. Kalau faktor lainnya, bisa karena si anak sudah tak mau sekolah," beber Nia.

Dalam konteks pernikahan dini, orangtua punya andil yang krusial. Namun di beberapa kasus, orangtua justru melancarkan aksi ini, misalnya karena faktor ekonomi, seperti orangtua terlilit utang dan terpaksa menikahkan anaknya dengan orang lain.

"Anak itu sangat sulit menghadapi pernikahan. Mengurus dirinya sendiri saja belum tuntas. Kemandiriannya belum utuh. Itu bisa dilihat sebagai tambahan permasalahan," jelas Nia.

Selama ini, tantangan memberi edukasi dan pemahaman kepada calon pasangan dan keluarga memang tengah dihadapi DKP3A Kaltim. Sosialisasi mengenai perkawinan anak memang sudah dijalankan. Terutama di 3 daerah seperti Samarinda, Kutai Kartanegara (Kukar), dan Paser.

Dijelaskan Nia, pernikahan tak bisa sekadar rasa cocok satu sama lain. Mesti dibarengi dengan visi-misi, target, dan cita-cita. Ketika sudah memikirkan cita-cita itu, pasangan punya usaha yang sama untuk mencapainya. Pola pikir anak yang masih labil, disebut Nia belum mampu berpikir sejauh itu.

Nia juga sebagai salah satu pengurus Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Kaltim menyebutkan bahwa, pihaknya telah mengantisipasi kepada orangtua, anak, hingga keluarga inti saat menghadapi permasalahan di rumah tangga dan pengasuhan.

Di Kaltim, dari 10 kabupaten dan kota, masih ada 3 yang belum memiliki PUSPAGA, di antaranya Bontang, Mahakam Ulu (Mahulu), dan Penajam Paser Utara (PPU).

[YMD | RWT]



Berita Lainnya