Samarinda
UMKT dan Kemenkumham Kaltim Gelar Sosialisasi UU ITE dan Ujaran Kebencian
Kaltimtoday.co, Samarinda – Universitas Muhammadiyah Kaltim gandeng Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Timur, menggelar seminar diseminasi HAM bagi mahasiswa fakultas ekonomi, hukum, psikologi dan politik (FEHPP) UMKT yang bertajuk “Ujaran Kebencian dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”, tahun anggaran 2020. Acara tersebut diselenggarkan di gedung A kampus UMKT, Jalan Juanda, Jumat (07/02/2020).
Kegiatan ini merupakan program Kemenkumham Wilayah Kaltim untuk menyosialisasikan kepada para mahasiswa terkait aturan perundang-undangan tentang HAM dan ujaran kebencian dalam perspektif UU ITE. Dalam seminar yang dimoderatori oleh Sutrisno ini menghadirkan narasumber dari pihak Kemenkumham dan akademisi hukum, di antaranya Orin Gusta Andini selaku Dosen Unmul. Dia berbicara tentang sudut pandang UU ITE terkait Ujaran Kebencian dalam Perspektif HAM.
Orin Gusta Andini mengatakan bahwa, UU ITE sangat rentan terhadap suatu pelanggaran dari segala jenis advokasi terhadap kebencian yag berlandaskan kebangsaan, ras, suku, agama bahkan dalam bentuk pencemaran nama baik seseorang. Dia menjelaskan, dalam pandangan hukum pidana itu hanya terdapat dua jenis ujaran kebencian.
"Pertama dalam pasal 154-155 KUHP tentang pernyataan kebencian terhadap pemerintah, seseorang dapat dikenakan hukum ini, dapat dijerat dalam UU ITE ketika menyampaikan ujaran kebencian melalui media sosial. Kemudian pasal 156-157 tentang pernyataan kebencian berbasis SARA," sebut Orin Gusta Andini.
Dosen muda Unmul tersebut menjelaskan, UU ITE No. 11 /2018 melalui kajian dan penelitian bahwa pelanggaran hukum tentang UU ITE posisi ujaran kebencian paling tinggi yaitu pencemaran nama baik, misalkan ujaran kebencian yang terbaru adalah salah satu akun di media sosial yang diduga mentwit menjelekan nama walikota Surabaya Tri Rismaharini beberapa waktu lalu, akhirnya diringkus oleh aparat kepolisian.
Ujaran kebencian dalam UU ITE serba dilematis, kata Orin sembari menjelaskan bahwa pada satu sisi ditunjuk melindungi kaum minoritas yang rentan terdiskriminasi berdasarkan SARA, namun itu hanya akan berfungsi jika dilihat secara objektif, agar melindungi setiap warga negara dari diskriminasi dari hate speech. di sisi lain dia berpendapat bahwa dalam perspektif HAM setiap warga negara dijamin kebebasan berpendapat namun kebebasan juga dibatasi oleh aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dalam penegakan budaya hukum agar kepatuhan prilaku terhadap masyarakat untuk saling menghargai sebagai perlindungan horizontal terhadap seluruh lapisan masyarakat, kitik dan ekspresi dalam ujaran tentu harus dibedakan dengan ujaran kebencian yang mengandung niat menimbulkan kebencian terhadap orang lain berdasarkan SARA yg membahayakan konflik antar individu atau kelompok yang dituju," ujar Orin Gusta Andini.
Dia mengatakan, cara kritik tentu lebih mengedepankan solusi yang kontruktif, jika dalam berujar tutur kata juga perlu dijaga, kalau dulu mulutmu harimaumu, sekarang jarimu harimaumu.
Kemudian, Ikhwanul Muslimin selaku dosen hukum UMKT berbicara tentang Hak Asasi Manusia dalam Sudut Pandang Peraturan Perundang-Undangan. Dia mengatakan, saat ini orang-orang lebih banyak terjebak dalam ujaran kebencian, namun di sisi lain UU No. 39/1999 tentang HAM, sebagaimana diatur bahwa HAM tidak dapat dikurangi dalam setiap orang (non derogable rights).
"Misalkan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran, hati nurani, hak beragama hak untuk tidak diperbudak, secara normatif sangat melekat bagi setiap orang sejak lahir," sebutnya.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa HAM juga dapat dikurangi (Derogable Right) oleh peraturan perundang-undangan, misalkan penyadapan terhadap orang yang terindikasi korupsi oleh lembaga KPK.
Dia juga menegaskan, dalam posisi HAM juga terdapat hak atas ekonomi sosial dan budaya, sipil dan politik, hak bekerja, hak pelayanan kesehatan, jaminan sosial, pelayanan sosial, pendidikan, hak untuk menikmati kemajuan teknologi ilmu pengetahuan, ini dijamin oleh konstitusional.
"Namun dalam posisi dan kewenangan Komnas HAM masih dianggap lemah dalam menanganui kasus pelanggaran HAM," tuturnya.
Di tempat yang sama, Eka Juraidah selaku Penyuluh Hukum Madya Kanwil Kemenkumham Kaltim mengungkapkan, penaganan konfilik sosial dalam konteks UU ITE terutama munculnya konflik sosial jika hanya dalam diri seseorang tidak keluar dan tidak menimbulkan masalah, maka hal itu tidak menjadi persoalan, sebaliknya, jika mengarah kepada kekerasan kepada konflik horizontal dan terbuka sehingga menimbulkan kegaduhan dalam stabilitas sosial masyarakat, maka hal ini tentu melanggar aturan konstitusi.
Eka Juraidah menjelaskan, dalam konflik sosial mempunyai sifat destruktif yang muncul karena disebabkan oleh ketidaksenangan dan benci serta dendam kepada orang lain, kemudian konflik konstruktif yang muncul karena adanya perbedaan pendapat.
"Sehingga konflik sosial ini akan meninmbulkan konflik vertikal dari komponen masyarakat dalam satu struktur hirarkhi. Misalkan dengan perusahan, dan konflik horizontal yang timbul antar individu maupum kelompok masyarakat yangg memiliki kendudukan yang sangat lama terhadap masalah agama, budaya, politik ekonomi serta konflik diagonal disebabkan atas ketidakadilan alokasi sumber daya organisasi," pungkas Eka.
Menurutnya, konflik sosial perlu dihindari sebab perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan dua kelompok masyarakat dalam waktu yang lama, kemudian berdampak luas yg mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga menganggu stabilitas nasonal dan menghambat pembagunan nasional, maka hal ini tidak baik bagi keharmonisan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Hal ini, kata Eka sangat berdampak negatif dan buruk bagi persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga dapat mengikis kearifan lokal, perpecahan dan kegaduhan yang berkepanjangan. Maka negara harus maksimal dalam melindungi hak masyarakat dan mengedepankan rasa toleransi antar suku dan agama, tidak mendeskriminasi terhadap ras atau golongan tertentu.
"Jadi setiap warga negara tidak ada kebal hukum, baik pemerintahan maupun sipil bahkan aparat hukum pun tidak kebal hukum, jika melanggar ketetapan peraturan perundang-undangan maka akan ditindak tegas sesuai prosedur hukum", ujar Eka Juraidah.
Selain itu, Sutrisno selaku Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Kaltim mengatakan, kegiatan seminar telah diatur oleh Kemenkumham Kaltim untuk audens dari kalangan mahasiswa dan untuk tahun ajaran 2020 kampus UMKT sebagai yang pertama dilakukan sosialisasi dan seminar tentang UU ITE tersebut.
"Saya sangat mengapresiasi atas antusiasme mahasiswa UMKT dan sesi tanya jawab pun mereka sangat aktif", ungkap Sutrisno
Dia berharap, dengan hidup di era digitalisasi seperti saat ini, maka perlu bijak dalam bermedia sosial. Hindari diri dari ujaran kebencian terhadap orang lain, dan dapat disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat meredam dan menghindari konflik sosial masyarakat.
[SDH | RWT | ADV]