Opini

Angkat Kami Jadi Muridmu, Vicky!

Kaltim Today
11 Maret 2024 09:02
Angkat Kami Jadi Muridmu, Vicky!

Oleh: Ali Mahfud (Guru di SMP Negeri 3 Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat) 

Siapa yang tak kenal Vicky Prasetyo? Artis yang dulu sempat bikin heboh dengan twenty nine my age-nya itu kini kembali tersandung masalah. Ia dituduh melakukan penipuan. Total nilai kerugian 1.8 miliar. Waw! Angka yang lumayan bagi guru yang masih menuntut kesejahteraan.

Vicky tampaknya tak pernah bosan dengan masalah. Masalah sepertinya juga enggan menjauh dari seorang Vicky. Dan anehnya, orang-orang juga tak pernah belajar dari pengalaman. Mereka tak menjadikan sejarah sebagai sebuah pelajaran.

Soal penipuan, bukan kali ini saja terjadi dan menyeret nama Vicky. Kita bisa menemukan puluhan berita serupa di mana Vicky sebagai pelakunya. Lalu kenapa hal itu masih saja terjadi? Bukankah bukan kali ini saja kasus penipuan mencatut namanya?

Yah, Vicky memang artis. Namun, artis biasa. Ia kalah jauh jika dibandingkan dengan Raffi Ahmad, apa lagi Agnes Monica. Tetapi satu hal yang dimiliki Vicky dan tidak dimiliki orang lain adalah kemampuannya dalam beretorika. Bahkan di masa awal ia muncul ke publik, kemampuan itu yang membuatnya tenar dan terkenal di mana-mana.

Sebagian dari kita tentu ingat momen sesi wawancara Vicky usai melamar Zaskia Gotik. Saat itu, ia begitu mudahnya menjawab pertanyaan wartawan dengan kalimat-kalimat unik, sedikit tak jelas, tapi menarik. Termasuk jawaban twenty nine my age yang melambungkan namanya. Belum lagi puluhan perempuan yang dibuatnya melayang ketika mendengar rayuannya. Ini menjadi bukti kuat bahwa ia seorang ahli retorika. Inilah satu keahlian penting yang luput dari perhatian kita.

Secara sederhana, retorika dapat dimaknai sebagai sebuah keterampilan berbicara. Retorika berkaitan dengan kemampuan bicara seseorang untuk memengaruhi lawan bicaranya. Inilah satu bidang ilmu yang selama bertahun-tahun diabaikan oleh pendidik dan orang-orang yang berkepentingan di dalamnya. Bisa kita amati sendiri, puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan seminar, pelatihan, bimtek terkait profesi guru bertebaran di mana-mana. Apa lagi di masa saat ini, di mana guru sangat memerlukan kegiatan-kegiatan semacam itu (meskipun pada kenyataannya hanya sekadar memburu sertifikat) untuk meningkatkan kompetensinya.

Hampir setiap hari telepon pintar di tangan kita menerima pesan siaran yang berisi penyelenggaraan webinar dengan iming-iming sertifikat. Topik yang dibahas pun beragam; dari soal kurikulum, teknologi untuk pendidikan, ataupun lainnya. Namun, sulit sekali kita menemukan webinar atau semacamnya yang mengangkat topik retorika bagi guru. Padahal kemampuan itu sangat penting untuk dikuasai. Pertanyaannya kemudian, apa guna retorika bagi pendidik?

Berkaca dari seorang Vicky Prasetyo, guru semestinya memiliki keahlian retorika untuk dapat mempengaruhi para muridnya. Tentu pengaruh di sini dalam konotasi positif, bukan negatif. Karena keahlian retorika yang kuat dapat mempengaruhi opini dan keputusan seseorang. Setidaknya demikian yang dikatakan oleh Tom Mc Iffle dalam konten YouTube-nya. 

Yah, bagi guru keahlian retorika sudah tidak dapat ditawar lagi. Guru harus punya itu. Guru harus menguasai keahlian itu untuk dapat memberikan pengaruh positif terhadap peserta didik. Apa jadinya jika kata-kata yang diucapkan guru tidak dipercaya murid-muridnya? Apa jadinya jika materi yang disampaikan guru tidak memberikan pengaruh apa pun pada muridnya? Tentu pekerjaan guru tersebut menjadi sia-sia.

Selain untuk kebutuhan menyampaikan materi, keahlian beretorika juga penting bagi guru dalam kaitannya berkomunikasi dengan murid dan orang tua murid. Dalam menangani masalah murid, misalnya, guru harus tahu dan pandai memberikan pertanyaan yang tepat untuk menggali informasi jujur dari murid-muridnya. Sering kali murid enggan memberikan informasi yang benar ketika mendapat masalah di sekolah. Sehingga untuk menggalinya, kita memerlukan cara berkomunikasi yang tepat. Inilah bagian dari ilmu retorika. Komunikasi yang tepat dan baik akan memunculkan daya tarik. Retorika yang baik juga membuat kita disegani lawan bicara.

Dengan menjamurnya webinar, seminar, dan entah apa lagi istilahnya yang menawarkan berbagai materi untuk peningkatan kompetensi guru, tentu pengetahuan guru saat ini bisa dikatakan sangat mumpuni. Ditambah lagi pemerintah juga meluncurkan program-program pengembangan diri, seperti Program Guru Penggerak, yang sudah menghasilkan guru-guru penggerak di berbagai daerah. Fakta ini membuktikan bahwa kualitas guru di Indonesia tidak bisa diragukan lagi.

Namun, apakah kualitas yang mumpuni itu dibarengi dengan keahlian untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini murid-muridnya? Apakah guru yang berkualitas itu benar-benar mampu meningkatkan kualitas murid-muridnya? Jangan sampai kejadian yang sudah-sudah terulang kembali, di mana banyak orang pintar tetapi tak pandai memintarkan orang lain. Itulah ungkapan sederhana yang sudah mengakar dan berkarat ada di masyarakat. Fakta ini tidak dapat dibantah dan ditolak. Terlebih di era sekarang ini dengan kemudahan akses informasi. Mestinya sangat kecil kemungkinan kita temukan guru yang tidak berkualitas.

Namun, faktanya banyak guru yang ragu ketika harus membagikan ilmu. Mereka ragu dan merasa tak mampu. Padahal jika diamati, masalahnya bukan itu. Mereka hanya ragu dengan kemampuannya beretorika. Mereka ragu dengan kemampuannya berbicara, meskipun topik yang dibicarakan adalah bidang yang sudah dikuasainya. Inilah kenapa seni retorika menjadi sangat penting bagi seorang guru. Pemerintah, dan diri kita sendiri, perlu sadar akan hal itu. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi, program-program pengembangan guru apa pun akan jadi tak berarti. Lalu, haruskah pendidikan ini kita serahkan pada seorang Vicky?(*)


*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya