Advertorial

Cegah Data Palsu, Disdukcapil Kini Wajibkan Surat Pernyataan Keluarga

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 21 April 2025 20:03
Cegah Data Palsu, Disdukcapil Kini Wajibkan Surat Pernyataan Keluarga
Kepala Disdukcapil PPU, Waluyo. (Fauzan/Kaltimtoday)

Kaltimtoday.co, Penajam - Sebuah kejadian langka namun krusial mendorong Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Penajam Paser Utara (PPU) mengeluarkan kebijakan baru terkait penerbitan akta kematian. 

Kepala Disdukcapil PPU, Waluyo, menyatakan bahwa pihaknya kini memperketat persyaratan administratif dengan mewajibkan surat pernyataan tertulis dari pihak keluarga pemohon untuk memastikan kebenaran data yang diajukan.

“Sebenarnya persyaratan itu, kalau kita cukup keterangan kematian dari dokter atau dari desa dan kelurahan,” ujar Waluyo, saat ditemui di ruang kerjanya, baru-baru ini.

Namun, setelah muncul beberapa kasus pemalsuan laporan kematian, termasuk seorang warga yang ternyata masih hidup tetapi sudah diterbitkan akta kematiannya, Disdukcapil terpaksa mengubah prosedur. 

Kasus itu menjadi titik balik bagi instansi tersebut untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat dalam menjamin keabsahan dokumen kependudukan.

“Memang ada tambahan untuk membuktikan karena kami perketat terkait persyaratan akta kematian,” lanjutnya.

Kasus yang dimaksud terjadi ketika seorang warga dilaporkan meninggal dunia oleh keluarganya yang berdomisili di Penajam. Permohonan disertai surat keterangan dari kelurahan dan dokumen foto makam, sehingga tampak sah secara administratif. 

Akta pun terbit. Namun beberapa bulan kemudian, warga tersebut datang langsung ke kantor Disdukcapil untuk mengurus surat pindah. Dari situlah diketahui bahwa ia masih hidup.

“Solusinya, kami membuat aturan baru. Bagi siapapun yang membuat akta kematian, harus ada pernyataan hitam di atas putih dari pihak keluarganya, agar jika terjadi sesuatu bisa bertanggung jawab,” tegas Waluyo.

Pernyataan tertulis ini harus bermaterai dan ditandatangani oleh anggota keluarga atau ahli waris yang mengurus dokumen, sebagai bentuk tanggung jawab hukum jika kemudian ditemukan adanya ketidaksesuaian atau pemalsuan.

Karena sistem kependudukan Disdukcapil telah terintegrasi secara nasional, dampak administratif dari kesalahan seperti itu tidak hanya terjadi di daerah. Akta kematian secara otomatis akan menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) seseorang. 

Dalam kasus yang telah terjadi, begitu diketahui orang yang bersangkutan masih hidup, Disdukcapil PPU harus mengajukan pemulihan data secara resmi ke pemerintah pusat.

“Namun pada akhirnya, kami memproses pengembalian datanya dengan bersurat ke pemerintah pusat karena kami ini selama ini terintegrasi di pusat,” ujar Waluyo.

Untuk memulihkan status kependudukan, Waluyo sebagai Kepala Dinas membuat surat resmi kepada Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri agar NIK orang tersebut bisa diaktifkan kembali. Proses ini memakan waktu karena perlu diverifikasi oleh pusat dan harus melalui sistem nasional yang sudah tertanam secara daring di seluruh Indonesia.

“Makanya saya selaku kepala dinas membuat surat pernyataan untuk mengaktifkan kembali NIK dari yang bersangkutan. Sudah dilakukan aktivasi, lalu dia mengurus surat pindah,” pungkasnya.

[RWT | ADV DISKOMINFO PPU] 



Berita Lainnya