Daerah

Dinas PUPR Ubah Metode Uji Struktur Usai Warga di Sekitar Proyek Terowongan Samarinda Protes Timbulnya Retakan di Dalam Rumah 

Kaltim Today
17 Oktober 2025 19:34
Dinas PUPR Ubah Metode Uji Struktur Usai Warga di Sekitar Proyek Terowongan Samarinda Protes Timbulnya Retakan di Dalam Rumah 
Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda Desy Damayanti, saat dikonfirmasi mengenai proses uji struktur proyek terowongan. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda memutuskan untuk mengubah metode uji kekuatan struktur proyek Terowongan Samarinda. Keputusan ini diambil setelah sejumlah warga di Jalan Kakap, Kelurahan Sungai Dama, melaporkan adanya retakan pada dinding rumah mereka yang diduga terjadi akibat getaran dari aktivitas uji tiang pancang menggunakan hammer seberat 6 ton, Rabu (15/10/2025) malam.

Kepala Dinas PUPR Samarinda, Desy Damayanti, menjelaskan bahwa perubahan metode dilakukan demi keamanan lingkungan sekitar sekaligus memastikan pembangunan tetap berjalan sesuai standar teknis. 

“Uji kemarin memang menggunakan metode pukulan. Setelah kami analisa, kami ubah metodenya. Ke depan akan memakai metode statis,” terang Desy, Kamis (16/10/2025).

Ia menjelaskan, uji tersebut bukan bagian dari pengujian struktur utama terowongan, melainkan pengujian terhadap pancang atau pondasi bawah tanah yang menjadi penopang struktur. “Ini bukan uji bangunan tunnel, tapi uji terhadap pancang kami. Itu berbeda,” tegasnya.

Pihaknya kini tengah melakukan pendataan dan verifikasi lapangan secara menyeluruh bersama pelaksana proyek PT Pembangunan Perumahan (PP). Langkah ini penting untuk memastikan apakah retakan di rumah warga benar disebabkan oleh aktivitas proyek. 

“Secara teknis kami harus punya data. Tidak bisa hanya berdasar laporan sepihak. Semua harus menilai bersama apakah kerusakan itu memang terjadi akibat pelaksanaan pembangunan tunnel,” ujar Desy.

Selain pendataan lapangan, Dinas PUPR juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan gegabah dalam memberikan kompensasi sebelum hasil kajian teknis selesai. Menurut Desy, setiap bentuk ganti rugi harus melalui perhitungan dan bukti yang jelas agar penggunaan dana publik dapat dipertanggungjawabkan.

“Kalau pemerintah mau mengeluarkan uang, harus jelas dulu dasarnya. Kami diaudit, jadi tidak bisa sembarangan. Harus ada pembuktian teknis,” tegasnya.

Terkait tawaran bantuan Rp5 juta per rumah dari pihak kontraktor yang sempat menuai protes warga, Desy menegaskan bahwa dana tersebut bukan bentuk ganti rugi resmi. “Itu uang kerohiman, bukan ganti rugi. Kalau ganti rugi harus ada appraisal, harus dihitung secara teknis sesuai tingkat kerusakannya,” ujarnya.

Desy juga memastikan bahwa hingga saat ini belum ada rencana pembebasan lahan tambahan di sekitar proyek. Menurutnya, pembebasan hanya dilakukan jika lahan benar-benar terdampak secara permanen terhadap fungsi dan penggunaan terowongan. 

“Pembebasan lahan diperlukan hanya kalau berimbas pada penggunaan terowongan di kemudian hari. Kalau tidak, ya tidak perlu dibebaskan seluas-luasnya,” jelasnya.

Pemerintah juga memiliki data awal bangunan di sekitar lokasi proyek sebelum pekerjaan dimulai. Data tersebut kini digunakan untuk menilai apakah kerusakan yang dilaporkan merupakan akibat dari aktivitas uji struktur atau sudah terjadi sebelumnya.

Lebih lanjut, Desy menambahkan bahwa pekerjaan utama terowongan sebenarnya sudah rampung, dan saat ini pembangunan tambahan difokuskan pada penguatan dinding untuk menghindari potensi keruntuhan. 

“Kalau perhitungannya, Desember ini sudah bisa diuji komisioning. Pekerjaan utama sudah selesai, tinggal bagian tambahan seperti penutup depan,” pungkasnya.

[NKH] 



Berita Lainnya