Advertorial

DPRD Samarinda Sebut Pengibaran Bendera One Piece Jelang HUT ke-80 RI sebagai Kritik Sosial, Bukan Makar

Kaltim Today
04 Agustus 2025 20:17
DPRD Samarinda Sebut Pengibaran Bendera One Piece Jelang HUT ke-80 RI sebagai Kritik Sosial, Bukan Makar
Fenomena pengibaran bendera One Piece jelang Kemerdekaan ke-80 RI yang viral beberapa hari terakhir. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, sejumlah masyarakat mulai memasang bendera dan atribut perayaan. Namun, kemunculan bendera One Piece atau Jolly Roger, simbol bajak laut dalam anime populer asal Jepang, di beberapa lokasi justru memicu pro dan kontra.

Sebagian masyarakat menilai pengibaran bendera bergambar tengkorak dan tulang bersilang ini sebagai tindakan tidak pantas, bahkan mengarah pada pelecehan simbol negara. Namun, tak sedikit pula yang melihatnya sebagai bentuk ekspresi budaya dan kritik sosial dari generasi muda, terutama para penggemar anime dan manga.

Menanggapi fenomena ini, anggota Komisi III DPRD Samarinda Abdul Rohim meminta agar masyarakat tidak terlalu cepat menyimpulkan bahwa pengibaran bendera tersebut merupakan tindakan makar atau penghinaan terhadap negara.

“Ada yang menganggap ini sebagai penghinaan simbol negara. Tapi kalau saya secara pribadi, saya melihat ini lebih kepada ungkapan kritik sosial,” ujar Rohim, saat dimintai tanggapan, Senin (4/8/2025).

Menurut Rohim, pengibaran bendera Jolly Roger tidak mengandung unsur provokasi yang terstruktur atau berindikasi separatisme. Ia menyebut tidak ada mobilisasi, pendanaan, atau keterlibatan kelompok tertentu yang terorganisir dalam aksi tersebut.

“Kalau ada indikasi makar, tentu bisa terbaca. Misalnya ada gerakan terstruktur, dibiayai, atau terkait kelompok separatis. Tapi ini belum sampai ke situ. Jadi, tak perlu dibesar-besarkan,” tegasnya.

Rohim menekankan bahwa dalam negara demokratis seperti Indonesia, ruang kritik seharusnya tetap dijaga dan tidak langsung dicurigai sebagai ancaman. Pemerintah, menurutnya, justru harus mengakomodasi ekspresi publik, selama tidak melanggar hukum secara eksplisit. 

Meski demikian, ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap bijak dalam mengekspresikan pendapat, apalagi menjelang peringatan hari besar nasional. 

“Kalau memang ini bentuk kritik sosial, negara seharusnya bisa menampung. Kita juga harus pastikan bahwa masyarakat yang mengibarkan bendera itu benar-benar punya maksud menyampaikan keresahan, bukan untuk merendahkan simbol negara,” tutupnya.

[NKH | ADV DPRD SAMARINDA]



Berita Lainnya