Daerah
Hari Anti Tambang 2025, JATAM Kaltim Soroti Ekstraktivisme dan Kerusakan Lingkungan

Kaltimtoday.co, Samarinda - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur menyampaikan empat poin tuntutan dalam Hari Anti Tambang (HATAM) 2025, di depan Kantor Gubernur Kaltim. JATAM mengkritisi dampak buruk praktik ekstraktivisme. Aksi ini digelar di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur pada Rabu (28/5/2025).
Empat poin tuntutan tersebut di antaranya perbaikan dan pemulihan lingkungan akibat pencemaran di Kalimantan Timur, penegakan hukum terhadap pelanggaran reklamasi, kasus korupsi sumber daya alam, dan tambang serta pelabuhan ilegal, perlindungan terhadap masyarakat yang mempertahankan ruang hidup, dan penghentian proyek ekstraktif yang tidak berkeadilan bagi lingkungan dan rakyat.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Mareta Sari mengatakan bahwa ekstraktivisme merupakan praktik mengeksploitasi sumber daya alam secara intensif.
"Aktivitas ekstraktivisme seperti penambangan, penebangan hutan, dan pengeboran minyak dapat menyebabkan deforestasi, pencemaran air dan tanah, erosi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim," tuturnya.
Lalu, ia juga menyoroti bahwa sistem ekstraktif tidak bisa dilepaskan dari politik kekuasaan. Dukungan finansial dari industri ekstraktif terhadap kampanye calon legislatif dan eksekutif berdampak pada kebijakan yang semakin mempermudah eksploitasi alam.
"Perubahan undang-undang dan aturan turunan di sektor tambang mengukuhkan dominasi korporasi dan melemahkan perlindungan lingkungan,” bebernya pada Rabu (28/5/2025).
Pembangunan proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), bendungan PLTA di Kalimantan Utara, serta tambang nikel dan panas bumi menurutnya menjadi wajah baru dari ekspansi ini, meski berdampak pada krisis ekologis yang semakin parah.
Dalam sepekan terakhir, ada seorang warga adat di Maba Sangaji yang masih ditahan akibat aksi protes atas pencemaran sungai oleh aktivitas tambang. Di Kalimantan Timur, banjir dan longsor kian meluas akibat konsesi tambang batu bara seluas 5,3 juta hektare.
"Kasus tambang ilegal, penggunaan jalan dan pelabuhan publik tanpa izin, serta kematian akibat lubang tambang yang tak kunjung diselesaikan menjadi bukti nyata abainya negara,” tutupnya.
[RWT]
Related Posts
- Dinkes Kaltim Perkuat Faskes untuk Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak
- DPRD Kaltim Soroti Pemindahan ASN ke IKN, Komisi IV : Harus Dikaji Secara Matang
- Masuk Tahap Verifikasi, Dua Perusda Minta Modal Tambahan ke Pemprov Kaltim
- Investigasi Ungkap Dampak Gelap Proyek Strategis Nasional: Mulai Kriminalisasi, Perampasan, hingga Ketimpangan
- Pemprov Kaltim Siapkan 800 Titik Internet Desa, Fokus pada Wilayah Terpencil dan Belum Terjangkau