Nasional

Kenaikan PPN 12% pada 2025, Akademisi Sarankan Tingkatkan Pencegahan Penghindaran Pajak

Network — Kaltim Today 27 Agustus 2024 08:19
Kenaikan PPN 12% pada 2025, Akademisi Sarankan Tingkatkan Pencegahan Penghindaran Pajak
Ilustrasi. (Pixabay)

Kaltimtoday.co - Rencana pemerintah untuk meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Idealnya, kebijakan ini seharusnya diterapkan setelah pemerintah berhasil meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak dan mengatasi praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang masih marak.

Telisa Aulia Falianty, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa pemerintah perlu meninjau ulang rencana kenaikan PPN ini. Menurutnya, jika praktik penghindaran pajak dapat diminimalkan, hal tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.

"Dalam jangka panjang, PPN memang perlu dinaikkan untuk menyesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi. Namun, yang utama adalah membereskan masalah tax avoidance dan menciptakan mekanisme yang tepat," ujar Telisa dalam acara Economy Perspective 2025 yang digelar di Hotel Mulia, Jakarta, Senin (26/8/2024).

Secara regulasi, pemerintah memiliki landasan hukum untuk menaikkan tarif PPN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Pasal 7 ayat (1) menetapkan bahwa tarif PPN sebesar 12% akan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Pasal ini menjadi dasar pemerintah dalam mempertimbangkan kebijakan tersebut.

Sebagai upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengurangi praktik penghindaran pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengimplementasikan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) pada akhir 2024. Sistem ini juga diharapkan mampu menangkap potensi pajak digital yang belum optimal.

"Jika penghindaran pajak bisa ditangani dengan baik dan digitalisasi perpajakan dapat mengejar potensi pajak-pajak digital, sebetulnya kenaikan PPN tidak perlu dilakukan," jelas Telisa.

Meskipun tarif PPN di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, upaya pengumpulan pajak tersebut dinilai belum optimal. Kenaikan tarif PPN perlu mempertimbangkan daya beli masyarakat, karena dikhawatirkan dapat menurunkan konsumsi, terutama di kalangan kelas menengah.

"Awalnya, PPN dinaikkan bertahap dari 10% ke 11%, dan rencananya akan naik lagi menjadi 12%. Namun, kita harus berhati-hati agar tidak menggerus daya beli masyarakat," tambahnya.

Pemerintah sebelumnya telah mengumumkan bahwa tarif PPN akan naik dari 11% menjadi 12% pada 2025 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7/2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

"Kami akan memantau perkembangan dan memastikan kebijakan ini dijalankan sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Kamis (8/8/2024).

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya