Opini
Labeling Pegiat Literasi
Oleh: Syifa Hajati (Mahasiswa Fakultas Syariah UINSI Samarinda)
Pegiat literasi itu apa, sih? Satu di antara audiens mengajukan pertanyaan ini dalam sebuah talkshow bertema literasi di Perpustakaan Kota Samarinda pada 22 September 2024. Soal ini ditujukan kepada saya. Pada flyer acara, atribusi yang dilekatkan pada saya adalah pegiat literasi.
Saya perlu mengklarifikasi perihal labeling diri saya sebagai pegiat literasi. Predikat pegiat literasi bukanlah self claim atau klaim sepihak dari saya pribadi. Saya tidak berani memvalidasi diri saya sendiri dengan atribusi tertentu seperti pegiat literasi, kecuali ada orang atau institusi berkompeten yang memberikannya.
Jadi, saya memperoleh predikat pegiat literasi dari seorang penulis yang di ruang publik dikenal sebagai sejarawan Kalimantan Timur. Namanya Muhammad Sarip, atau biasa disapa “Bang Sarip”. Sejumlah wawasan, pelajaran, dan ilmu pengetahuan saya dapatkan dari interaksi bersama penulis buku Histori Kutai tersebut.
Dari beberapa definisi, literasi yang saya pahami adalah keterampilan dan kemampuan untuk membaca, menulis, menganalisis, serta memahami sesuatu secara rasional. Seandainya kriteria membaca tidak ditambahkan dengan kriteria lainnya, maka banyak orang bisa membaca postingan di media sosial atau judul-judul berita yang click bait. Namun, yang membedakannya dengan pegiat literasi adalah aspek pemahaman serta kecerdasan dalam memverifikasi informasinya.
Sewaktu sekolah dasar dan pendidikan menengah pertama, orang tua saya rajin memberikan saya majalah Bobo. Sesuai usia saya yang masih anak-anak, membaca Bobo cukup menyenangkan karena isi dan visualnya yang dinamis. Memasuki masa sekolah menengah atas, bacaan saya berganti novel-novel populer.
Perubahan signifikan terjadi saat semester akhir kuliah saya. Bacaan saya bergeser ke genre nonfiksi. Secara khusus saya mulai membaca buku-buku sejarah lokal karya Bang Sarip. Saya juga diperkenalkan dengan sebuah majalah investigatif yang berslogan enak dibaca dan perlu.
Literasi saya meningkat karena mendapatkan mentoring secara khusus. Dalam proses pembelajaran literasi, ada semacam asesmen yang saya terima. Jika saya keliru, segera ada koreksi. Saya pun mendapat validasi jika benar. Kemampuan menganalisis masalah tertentu dipraktikkan melalui diskusi mendalam dan bimbingan yang intensif.
Saya mulai belajar menulis opini dan esai. Ada tips dan metode mudah dalam menulis yang diajarkan kepada saya. Hasilnya, tulisan yang pembaca simak ini merupakan artikel kelima saya yang dipublikasikan di media massa.
Berkat literasi pula, saya jadi punya pengalaman dalam kompetisi karya tulis ilmiah (KTI) Borneo Undergraduate Academic Forum (BUAF) ke-8 di Samarinda, 17–18 September 2024. Ketika melakukan penelitian dan menulis papernya, kebetulan tidak ada workshop atau pelatihan untuk peserta BUAF dari Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda sebagaimana yang dilakukan kampus lain di luar Kalimantan Timur. Saya mendapatkan ilmu dan praktiknya dari sejarawan yang telah terbukti makalahnya lolos presentasi di sebuah simposium internasional.
Dalam proses meneliti dan menulis paper BUAF, Bang Sarip memotivasi dan menggaransi saya bakalan menjadi juara. Saya tidak berani mendahului takdir, mengingat ini pengalaman pertama saya menjadi peserta lomba KTI. Namun, bimbingan dan garansi dari beliau cukup berdampak pada keyakinan dan kepercayaan diri saya.
Ternyata hasilnya memang terbukti. Juri BUAF yang terdiri dari para akademisi UINSI Samarinda, UIN Antasari Banjarmasin, IAIN Palangkaraya, dan IAIN Pontianak memilih saya sebagai Juara 1 Best Paper tema isu-isu faktual pada topik gender, hukum, dan politik. Paper saya berjudul berjudul “Peningkatan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan: Analisis Pengarusutamaan Gender di Kota Samarinda”.
Peningkatan literasi saya tak hanya dalam aspek membaca dan menulis. Penampilan saya dalam forum publik tak lagi sebatas master of ceremony (MC). Saya mulai dipercaya sebagai moderator pada forum yang bertema isu aktual. Pada forum yang langka seperti forum sejarah lokal, saya sudah beberapa kali dipercaya menjadi moderator. Bahkan pernah juga dijadikan narasumber, dengan rekomendasi dari sejarawan.
Dengan prestasi dan output saat ini, saya tetap perlu terus belajar. Atribusi sebagai pegiat literasi belum lengkap tanpa adanya karya buku yang diterbitkan. Tentu saja bukunya harus di-launching dan dibedah di forum publik. Coming soon.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- DPK Kaltim Fokus Perbarui Koleksi Buku dan Digitalisasi Layanan untuk Tingkatkan Literasi
- DPK Kaltim Ajak Masyarakat Manfaatkan dan Donasikan Koleksi Sejarah ke Ruang Deposit Perpustakaan
- DPK Kaltim Sebar Buncu Baca Etam ke 10 Kabupaten/Kota untuk Tingkatkan Minat Baca
- DPK Kaltim Lestarikan Arsip Koran Tertua dari Era 1970-an
- DPK Kaltim Targetkan Peningkatan Jumlah Perpustakaan Terakreditasi pada 2025