Bontang

Mengenal Sutomo Jabir, Calon Wali Kota Bontang: Anak Desa Penantang "Gajah"

Fitriwahyuningsih — Kaltim Today 26 September 2024 18:53
Mengenal Sutomo Jabir, Calon Wali Kota Bontang: Anak Desa Penantang "Gajah"
Calon Wali Kota Bontang, Sutomo Jabir, kala masih menjabat anggota DPRD Kaltim periode 2019-2024. (Ist).

Kaltimtoday.co, Bontang - Pria berkemeja putih itu dengan mantap dan percaya diri melangkahkan kaki ke halaman kantor KPU Bontang di Jalan Awang Long, Kelurahan Bontang Utara, Senin (23/9/2024) pagi. Ditemani sejumlah iringan yang terdiri dari timses dan parpol pengusung di belakangnya, ia tak langsung duduk di kursi yang telah disediakan KPU untuknya. Namun ia menyalami seluruh pasangan calon yang lebih dulu tiba darinya.

Momen historis dimana Sutomo Jabir dan calon wakilnya, Nasrullah, ditetapkan sebagai peserta Pilkada Bontang 2024 barangkali tak akan terlupakan. Tak ada yang menyangka, dan sejatinya tak terbayangkan oleh Sutomo Jabir sendiri, seorang yang notabene datang dari keluarga "biasa saja", non-politikus, seorang anak yang besar dari desa terpencil di Kabupaten Luwu Timur, hadir sebagai penantang nama-nama besar. Nama-nama yang sudah dan sedang memimpin di Bontang. Kontrasnya latar belakang Sutomo Jabir, juga wakilnya, Nasrullah, terhadap kompetitor mereka di Pilkada Bontang 2024 sampai menghadirkan banyolan "STMJ vs 'Gajah'. STMJ adalah singkatan dari nama Sutomo Jabir.

"Ketika kami yakin punya niat dan tujuan bagus, tidak ada rasa takut bahwa akan menghadapi gajah-gajah. Kami sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini," kata Politikus PKB ini mantap.

Kehidupan Awal 

Sutomo Jabir lahir 43 tahun lalu di Samarinda. Namun masa kecilnya banyak dihabiskan di sebuah desa terpencil di Kabupaten Luwu Timur. Saking terpencilnya desa itu, Sutomo bilang, sampai kendaraan yang masuk pun jarang terlihat. Kalaupun ada kendaraan lewat, biasanya hanya mobil yang memuat barang kebutuhan pokok. Atau orang biasa menyebutnya “mobil kampas".

"Jauh, terpencil sekali. Kadang cuma sekali seminggu mobil kampasan yang masuk," kata Sutomo Jabir kala berbincang santai di sebuah warung soto di Bontang, Senin (23/9/2024) siang.

Sementara kedua orangtuanya, juga warga sipil biasa. Tak ada yang punya latar belakang "orang besar" menurut standar masyarakat, seperti pejabat atau pengusaha tajir melintir. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari sibuk mengurus anak, keluarga, dan segala hal terkait urusan domestik. Ayahnya, Jabir, adalah petani. Sebelumnya, sang ayah memang pernah kerja di pabrik kayu, namun setelah pensiun kembali ke rutinitas awal: petani. 

Keluarga Sutomo tak punya privilege apapun. Selain profesi yang biasa saja, ibu-bapaknya pun tak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Kondisi ini sejatinya umum dialami warga desa biasa di Sulsel kala itu. Sutomo bahkan tanpa ragu menyebut kedua orangtuanya memang tak datang dari kalangan terdidik. Namun, mereka punya etos, semangat pantang menyerah, dan disiplin tinggi. Nilai ini menular ke Sutomo muda. Ini yang membuat ia melangkah maju, mengejar impiannya, berusaha jadi pribadi hebat laiknya sang idola, BJ Habibie.

"Saya waktu itu mengidolakan BJ Habibie. Beliau itu, kan, sosok hebat yang terkenal dari Sulawesi Selatan di zaman Orde Baru," bebernya.

Usai menamatkan SD, Sutomo muda kemudian hijrah ke Malili-- ibu kota Kabupaten Luwu Timur. Di daerah yang terbilang lebih ramai dan maju itu, Sutomo menumpang hidup di kediaman seorang kepala desa setempat yang sudah dianggapnya seperti orangtua sendiri.

Selama sekolah di kota, Sutomo selalu berusaha menjaga konsistensinya dalam belajar. Selama di SMA, dia bahkan berhasil meraih peringkat 1 selama 3 tahun berturut-turut. Dia juga sempat menduduki ketua Osis.

"Kadang ada perasaan minder juga karena saya ini, kan, anak desa sementara yang lain anak kota. Makanya saya berusaha konsisten belajar dan buktikan bahwa saya juga bisa (secara akademik)," beber Politikus PKB ini.

Lepas merampungkan pendidikan di Kabupaten Lutim, Sutomo kemudian mendapat undangan matrikulasi buat masuk perguruan tinggi. Ujian ini tersedia hanya bagi pelajar berprestasi secara akademik. Kala itu ada dua opsi yang tersedia untuk Sutomo: Unhas dan IPB. Pada akhirnya, dia memilih teknik industri Unhas lantaran belum tahu pasti kondisi di luar Sulawesi.

Ketika di kampus, Sutomo bergabung dengan sejumlah organisasi kemahasiswaan, salah satunya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar Timur. Dia juga pernah menjadi Ketua Pemuda Ikatan Pelajar Luwu Timur. 

Ketika menjabat, Sutomo membangun kemitraan dengan perusahaan yang ada di Lutim, yakni PT Vale. Melalui kerja sama di bidang pendidikan, Sutomo dan kawan-kawannya menyeleksi 5 pelajar dari tiap sekolah di daerahnya, untuk dibawa dan dikarantina di Makassar. Selama karantina, pelajar tersebut diajar secara ekstensif, dalam rangka persiapan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Ini perlu dilakukan, sebab kata Sutomo, anak-anak di Lutim, apalagi dari desa terpencil seperti dia, bakal kalah bersaing dengan pelajar kota. Sebab secara fasilitas dan kualitas pendidikan mereka ketinggalan.

Saat di kampus, Sutomo juga pernah mendirikan Institute of Community Development (INSTID). Dengan dukungan PT Vale, mereka bekerja sama dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. 

"Di sana kami mapping benar-benar apa kebutuhan masyarakat, perilaku masyarakat, kemudian perusahaan masuk untuk membantu mereka," bebernya.

Perjalanan Politik dan Pilkada Bontang

Sutomo Jabir mulai masuk ke gelanggang politik pada 2014 lalu. Kala itu, dia diajak Syafruddin, yang sekarang menjabat Ketua DPW PKB Kaltim.

Percobaan pertama masuk ke parlemen dimulai pada 2014 ketika ia mencalonkan diri sebagai caleg DPRD Kaltim. Namun ia tak berhasil lolos, kalah suara dari Syafruddin yang kala itu berasal dari dapil yang sama: Bontang, Kutim, Berau.

Kemudian pada 2019, Sutomo kembali maju DPRD provinsi melalui dapil yang sama. Di percobaan yang kedua ini akhirnya ia berhasil lolos dan mengamankan kursi di Karang Paci.

Pada 2024, Sutomo kembali mengulang di dapil yang sama untuk DPRD Kaltim. Namun kali ini ia gagal melenggang lantaran kalah suara dari rekan satu partainya. Kendati begitu, Sutomo tak terlalu kecewa. Pasalnya, dalam Pileg 2024, suaranya berhasil membengkak di angka 10 ribu lebih ketimbang periode sebelumnya (2019) yang hanya 4 ribu lebih suara.

"Jadi ini bukan karena masyarakat kecewa atau tidak puas dengan kinerja kami. Tapi lebih pada kompetisi di tahun ini tinggi," sebutnya.

Kemudian terkait maju Pilkada Bontang, Sutomo Jabir mengakui bahwa banyak yang skeptis dengan dirinya, menyebut dia "orang luar Bontang". Secara terbuka dia menyadari itu, namun dia punya alasan mengapa harus maju sebagai calon Wali Kota Bontang. 

Dia menjelaskan, bahwa sebagai politikus, tentu selalu mencari momen politik. Momen bagi politikus ada dua, kata dia, bila bukan pemilihan legislatif (Pileg), maka pemilihan daerah (Pilkada). Karena dia memiliki partai yang mendukung, maka ia maju Pilkada Bontang.

Terkait narasi bahwa dia orang luar, bukan orang Bontang, menurutnya kota ini tidak bisa dinarasikan seperti itu. Sebab menurutnya, Bontang ini adalah kota yang majemuk. Sejarah pembentukan kota pun  dibangun oleh warga yang berasal dari latar belakang beragam. 

"Bontang tidak bisa dinarasikan begitu. Bisa jadi orang Bontang itu hari ini di Bontang, besok di Sangatta, besok lusanya lain tempat lain. Terlalu majemuk kota ini kalau mau dinarasikan seperti itu," ujarnya.

Kehadiran dia dan Nasrullah di Pilkada kali, membawa semangat perubahan dan pembaharuan total bagi Bontang. Menurut Sutomo, dengan latar belakangnya ini, yang memang tak besar dari eksekutif-legislatif Bontang, justru memudahkan dia dalam mengeksekusi berbagai kebijakan pro rakyat.  Sebab ia tak punya beban dengan orang-orang yang punya kepentingan di Bontang, fokusnya hanya pada publik. 

Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang nomor urut dua, Sutomo Jabir-Nasrullah, kala mendaftarkan diri ke KPU Bontang. (Fitri Wahyuningsih/ Kaltim Today).

Dia mengambil contoh apa yang terjadi di Jakarta. Menurutnya kota itu baru mulai berubah wajah, menjadi lebih baik, ketika dipimpin orang-orang yang dulunya disebut "orang luar". Jakarta menurutnya mulai berubah sejak dipimpin Jokowi, Ahok, dan Anies. 

Berbagai kebijakan yang diambil Jokowi, Ahok, dan Anies, terbilang progresif dan berani karena mereka fokus bekerja demi rakyat, tidak ada kepentingan atau beban dengan orang-orang lama atau penguasa lama Jakarta.

"Saya tidak bilang yang lain tersandera oleh kebijakan, tapi bukti itu ada. Contoh, dulu Jokowi dan Ahok bisa bersihkan Kali Jodoh,  Tanah abang. Yang dulu-dulu tidak berani. Kenapa mereka (Jokowi-Ahok) berani, karena mereka tidak ada kepentingan. Fokus kebijakan buat masyarakat," katanya.

Dia menambahkan "Begitu pun dengan kami. Kalau diberi amanah, kami tidak ada urusan sama si A, si B, kami fokus, kebijakan kami untuk rakyat."

Alasan lain, dulu ketika duduk di DPRD Kaltim periode 2019-2024, dia mewakili Bontang-Kutim-Berau. Praktis, ketiga daerah ini cukup akrab untuk dia dan ketiganya kerap ia kunjungi. Tidak mungkin ia mewakili suatu daerah bila kondisi atau aspirasi daerah yang diwakilinya tidak dikenali.

"Saya di DPRD wakili Bontang, Kutim, Berau. Tidak mungkin saya mencalonkan diri di luar ketiga daerah itu. Nah, yang membedakan saya dengan calon lain, cuma soal intensitas ada di Bontang. Yang lain memang pernah memimpin di Bontang, saya langsung di DPRD provinsi," sebutnya.

Ketika duduk di parlemen dan mewakili tiga daerah termasuk Bontang, ada hal yang Sutomo merasa tertantang buat maju di Pilkada Bontang. Kota ini, kata dia, kendati dikepung mega industri, lokasinya strategis, warganya terbilang sedikit (paling kecil di Kaltim), namun secara statistik memiliki banyak kekurangan.

Pertama, kata dia, laju pertumbuhan ekonomi di Bontang terbilang lemah. Laju pertumbuhan ekonomi Kaltim berada di angka 6 persen, skala nasional ada di angka 5 persen. Namun sayangnya, kata Sutomo, Bontang justru hanya di angka 4 persen. Ia menilai ini cukup menyedihkan sebab Bontang adalah kawasan industri, posisinya pun strategis, dengan dengan daerah-daerah yang bisa dijadikan pasar.

Dari kalkulasi yang ia lakukan, bila melihat PDRB Bontang, bila dirata-ratakan penghasilan warga ada di angka Rp6-Rp7 juta per bulan. Setelah ditelisik lebih jauh, mereka yang miliki penghasilan di angka Rp6-Rp7 juta bahkan hingga Rp20 juta per bulan, sebagian besar adalah warga yang bersentuhan dengan industri. Sementara bagi mereka yang tidak bersentuhan dengan industri pendapatannya terbilang pas-pasan.

"Ini, kan, ironis sebenarnya. Daerah industri tapi kondisi masyarakat seperti ini."

Dia menambahkan"Saya pernah di daerah industri tapi keadaanya tidak begini-gini amat. Mestinya keberadaan industri mampu menjadi magnet, menjadi stimulus, bagi daerah-daerah sekitarnya."

Dia mencontohkan, saat masih di Luwu Timur, hanya ada satu industri di daerah itu, yakni nikel yang dioperasikan PT Vale, namun manfaatnya dirasakan masyarakat secara menyeluruh.

Sutomo membayangkan agar industri di Bontang pun, yang jumlahnya terbilang banyak, bisa memberi manfaat bagi masyarakat secara menyeluruh. Pemerintah, sebut dia, harus bisa melakukan pemetaan yang tepat terhadap kebutuhan di tiap wilayah, dan untuk memenuhi kebutuhan ini bisa berkolaborasi dengan perusahaan.

Dia ambil contoh Kelurahan Guntung yang berdampingan dengan PT Pupuk Kaltim. Sutomo menilai kawasan itu cukup memungkinkan untuk dijadikan kawasan pertanian modern. Menurutnya menarik bila dilakukan alih teknologi supaya pertanian modern bisa dikembangkan di Guntung. Tidak menutup kemungkinan Guntung menjadi lokasi percontohan bagi daerah lain di Kaltim untuk belajar pertanian modern. 

"Jadi, mesti mereka (warga Guntung) tidak kerja di pabrik, tapi manfaat keberadaan pabrik bisa dirasakan warga sekitarnya," katanya.

Sutomo melanjutkan, Bontang menurutnya amat potensial untuk investasi. Pertama, bahwa kawasan perairan Bontang masuk jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II. Bontang bukan kota penghasil sumber daya alam, tapi bisa mengolah dan meningkatkan nilai dari suatu produk. Dia mencontohkan Bontang bukan penghasil gas tapi bisa ekspor gas. Bontang tak punya perkebunan sawit tapi punya industri pengolahan sawit. Kota ini pun dekat dengan daerah penghasil dan pasar, yang bila pemdanya diajak kerja sama, bisa menghasilkan win-win solution. 

Menurutnya Bontang hanya butuh sedikit sentuhan kebijakan pemerintah untuk melesat jadi lebih maju dan setara dengan kota lain. 

"Itu sebenarnya keinginan kami supaya Bontang ini setara dengan daerah di kaltim," tandasnya.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya