Kaltim

Menunggu Pemprov Kaltim Izinkan Pelajar SMA/SMK Belajar Tatap Muka

Kaltim Today
30 November 2021 13:52
Menunggu Pemprov Kaltim Izinkan Pelajar SMA/SMK Belajar Tatap Muka
Siswa SMP di Samarinda sudah mulai belajar tatap muka. Sedangkan tingkat SMA/SMK diharapkan bisa segera menyusul. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Pemprov Kaltim belum mengumumkan secara resmi terkait kepastian pembelajaran tatap muka (PTM) di tingkat SMA/SMK sederajat. Salah satu penyebabnya karena cakupan vaksinasi yang belum mencapai target. Sehingga membuat pemprov tidak berani untuk mengambil kebijakan tersebut. 

Shifa Azzahra, siswi di SMKN 5 Samarinda berbagi kisah. 2021 ini jadi tahun pertamanya mengenakan seragam putih abu-abu. Sejak masuk semester 1 hingga sekarang, dia belum pernah belajar secara langsung di kelas bersama guru dan teman-teman. Sejauh ini masih belajar secara daring melalui Zoom meeting. Shifa juga masih tak tahu pasti kapan PTM akan berlangsung di sekolahnya.

"Kalau untuk belajar tatap muka belum ada kabarnya. Tapi ada yang bilang semester depan bakal tatap muka," ungkap Shifa saat dihubungi, Senin (29/11/2021).

Sama seperti kebanyakan siswa lainnya, Shifa juga merasakan kesulitan saat menerima materi pelajaran melalui pembelajaran daring. Kendalanya juga ada di keterbatasan kuota. Sebab mengakses Zoom, cukup menguras kuota yang lumayan banyak. Diakui Shifa, belajar tatap muka lebih disukainya.

"Lebih suka belajar offline karena lebih gampang dicerna materinya. Semisal tidak paham kan bisa tanya langsung ke guru. Apalagi bisa bertemu teman juga," lanjut Shifa.

Saat belajar daring, Shifa juga menjelaskan bahwa guru-gurunya membuka kesempatan untuk siswa bertanya tentang materi yang tak dipahami. Biasanya, dalam sehari Shifa harus mengikuti 4 mata pelajaran (mapel). Tiap 1 mapel, durasinya 1 jam. Siswi jurusan Bisnis Daring dan Pemasaran (BDP) berharap, bisa sekolah tatap muka secepatnya. Dirinya juga sudah menerima vaksin dosis kedua. 

Tak hanya siswa, orangtua siswa juga turut merasakan keluhan. Salah satunya M Syafril Saleh. Berdasarkan informasi yang dia dapat, belajar tatap muka untuk tingkat SMA/SMK memang akan dilaksanakan semester depan.

"Kalau keluhan, lebih ke biaya. Anak-anak mungkin senang belajar online di rumah. Walaupun PR-nya juga banyak, cuma bersosialisasi kan perlu," jelas Syafril.

Biaya pun otomatis bertambah karena harus membeli kuota. Dirinya menilai, PTM memang harus segera dilakukan dengan protokol kesehatan. Sebab penyampaian materi secara daring belum tentu bisa diterima maksimal oleh siswa.

"Kalau saya pribadi, cukup merasa diuntungkan. Disebabkan kondisi pekerjaan, anak-anak bisa ditinggal. Tidak perlu antar-jemput. Di pekerjaan jadi banyak waktunya," lanjutnya. 

Dia menilai, PTM yang melibatkan interaksi secara langsung antara guru dan siswa akan lebih efektif. Bahkan bisa meminimalisasi absennya para siswa. Mengingat anaknya sudah menerima kedua dosis vaksin, dia optimistis PTM bisa digelar dalam waktu dekat. Sembari mengingatkan protokol kesehatan. 

"Jika vaksin dan protokol kesehatan makin diperketat, setuju saja untuk belajar tatap muka," bebernya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Anwar Sanusi mengungkapkan, pemprov menginginkan capaian vaksinasi untuk siswa minimal 75 persen dan 80 persen untuk guru. Anwar menegaskan, dengan target itu, PTM akan berlangsung pada Januari 2022. 

"Insyaallah semester 2 kami akan menggelar PTM secara langsung. Full. Insyaallah siap. Tahun depan kami jalankan semuanya. Mudah-mudahan akhir Desember sudah mendekati 90 persen," ungkap Anwar. 

Ketika ditanya apakah konsep pembelajaran masih mengkombinasikan antara daring dan luring, Anwar mengatakan semua akan dilakukan full di sekolah yakni luring. 

"Kami berharap Januari 2022 nanti sudah tidak ada Covid-19 lagi. Makanya bayangan saya di Januari kami akan full untuk tatap muka. Kalau uji coba kan udah. Terutama di Balikpapan, Bontang, dan Berau," lanjutnya. 

Optimisme itu yang memberanikan pihaknya untuk menggelar PTM 100 persen secara langsung di sekolah. Anwar menyebut, kerja sama dengan berbagai pihak seperti BIN, TNI-Polri, dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim untuk menggenjot capaian vaksinasi terus dilakukan. Hal itu disebutnya menjadi salah satu upaya Pemprov Kaltim demi menyambut PTM pada awal tahun depan.

Gubernur Kaltim, Isran Noor ketika dikonfirmasi pada Senin (29/11/2021) tak berkomentar banyak. Dia mengungkapkan bahwa PTM untuk tingkat SMA/SMK sedang dipersiapkan. Pihaknya juga masih terus mengevaluasi. Isran juga mengaku waspada mengingat Covid-19 varian baru yakni Omnicron sudah muncul di beberapa negara lain. 

"Kami akan evaluasi. Kami ingin capaian vaksinasi minimal harus 70 persen untuk guru dan siswa. Kalau enggak, ya jangan. Risiko," bebernya singkat.

Belajar Daring Berdampak Negatif 

Psikolog klinis sekaligus dosen Program Studi (Prodi) Psikologi Universitas Mulawarman (Unmul), Ayunda Ramadhani juga memberikan tanggapannya terkait pembelajaran daring. Secara umum, ujar Ayunda, pembelajaran daring yang terus-menerus memang membawa dampak. Beberapa waktu lalu, pemerintah sempat menginstruksikan untuk digelarnya PTM terbatas. Sebagai langkah demi meminimalisasi dampak lanjutan.

"Pembelajaran jarak jauh atau secara daring yang terlalu lama ini dikhawatirkan menimbulkan dampak serius dari sisi psikis maupun akademis," ungkap Ayunda. 

Dari sisi akademis, misalnya. Mampu memicu learning loss, akni kompetensi-kompetensi yang seharusnya dicapai oleh siswa jadi terlambat dan tidak tercapai. Dalam proses pembelajaran jarak jauh (PJJ), siswa tidak bisa praktik dan bertemu gurunya secara langsung. Berujung pada kekhawatiran yang berdampak pada pencapaian akademis. Jika terjadi, nanti berpengaruh ke generasi mendatang.

Sedangkan dari sisi psikologis, siswa bisa kesulitan untuk mengembangkan relasi sosial dengan teman sebaya. Tentu secara psikis akan ada pengaruh di kepercayaan diri dan kemampuan adaptasi. Jika PJJ terlalu lama berlangsung, para siswa bisa tidak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. 

"Ada juga kecenderungan Zoom Fatigue di sini. Biasanya kan para siswa itu menggunakan Zoom atau aplikasi video conference lainnya. Jadi secara psikis, kalau terus-terusan menggunakan teknologi itu cenderung mengalami kelelahan," lanjut Ayunda. 

Zoom Fatigue ini diteliti oleh Jeremy N Bailenson dalam jurnal berjudul "Nonverbal Overload: A Theoretical Argument for the Causes of Zoom Fatigue" yang diterbitkan pada 23 Februari 2021. Ada 4 kemungkinan penjelasan terkait Zoom Fatigue yang disampaikan Jeremy. Yakni jumlah tatapan mata menghadap kamera yang berlebihan, beban kognitif, peningkatan evaluasi diri dari menatap video diri sendiri, serta kendala pada mobilitas fisik. 

Secara fisik, siswa akan mengalami kelelahan. Mulai kelelahan di mata dan tubuh karena selalu berhadapan dengan gawai. Kemudian secara psikis, emosi yang bersangkutan mudah tersinggung dan labil. Walhasil jadi kurang istirahat. 

Ada beberapa tips untuk meminimalisasi Zoom Fatigue. Yakni dengan cara mematikan kamera. Sejauh ini, jika tidak on cam di Zoom, maka akan dianggap tidak hadir. Faktanya, berdasarkan penelitian yang dilakukan di luar negeri, mematikan kamera cukup ampuh. Namun dengan catatan, siswa harus tetap mengikuti dan menyimak penyampaian materi. 

"Jadi sebenarnya tidak harus kok selalu menyalakan kamera. Karena mereka itu melihat refleksi diri di komputer itu, secara psikis juga tidak nyaman. Mereka akan terus terpaku dengan tampilan diri di kamera," bebernya. 

Tips lainnya, beri jeda beberapa menit setelah menatap layar dan stretching beberapa menit sekali untuk mengurangi risiko Zoom Fatigue. Kebijakan untuk tidak on cam bisa dipertimbangkan. Terpenting, siswa terbukti hadir. Pengecualian jika harus ujian atau praktik tertentu yang mengharuskan kamera menyala. 

"Orangtua juga harus memahami untuk mengingatkan anak melakukan kegiatan fisik. Misal tiap kali selesai pembelajaran, lakukan stretching, olahraga ringan, atau buat prakarya. Tidak melibatkan gawai sama sekali. Orangtua diharapkan bisa membantu," tambahnya. 

Berdasarkan jurnal penelitian berjudul "Gambaran Psikologis Siswa-Siswi SMA Selama Sekolah dari Rumah Akibat Pandemi Covid-19 di Indonesia" yang dilakukan Mutiara Andini dan Sri Redatin Retno Pudjiati menunjukkan bahwa kebijakan belajar dari rumah menimbulkan masalah baru pada siswa-siswi remaja SMA/SMK. Terlebih mereka rentan mengalami masalah psikologis dalam menghadapi berbagai perubahan. 

Penelitian deskriptif dengan metode internet survei digunakan dalam penelitian ini. Partisipan berjumah 201 remaja berusia 14-18 tahun. Hasil menunjukkan siswa-siswi remaja SMA/SMK mengalami perasaan negatif seperti bosan (35.99%), lelah (24.84%), sedih (18.47%), dan khawatir (11.46%) selama sekolah dari rumah. Beberapa memiliki perasaan positif yaitu senang (8,60%) dan juga netral (0.64%). Perasaan negatif disebabkan karena berkurangnya interaksi tatap muka dengan guru dan teman, lebih banyak tugas yang diberikan, gangguan internet, dan banyaknya distraksi di rumah.

[YMD | TOS]



Berita Lainnya