Kaltim
Penelitian Komnas HAM Temukan Kawasan IKN Bukan Wilayah Kosong, Ada Tanah Masyarakat Adat yang Masuk
Kaltimtoday.co, Samarinda - Bicara soal hak masyarakat adat di sekitar wilayah IKN Nusantara, Komnas HAM mengakui bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan tahun lalu, pihaknya menemukan kawasan IKN bukanlah wilayah kosong, namun ada masyarakat adat di dalamnya.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P. Siagian menjelaskan, IKN Nusantara mestinya memerhatikan masyarakat adat. Menurit Saurlin, jika masyarakat adat diperhatikan tentu daya tarik IKN justru akan semakin bagus.
"Jadi masyarakat adatnya diperhatikan, hak-haknya diberikan dan dilindungi, tidak digusur. Saya kira itu menjadi daya tarik IKN," ujarnya, Kamis (6/7/2023) saat ditemui pasca memberikan materi di seminar nasional yang digelar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (ADAT) Kaltim dan Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak (PuSHPA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul).
Selama ini, kawasan IKN juga selalu digaungkan akan tetap mengedepankan lingkungan dan berkonsep green city. Namun tidak pernah menyertakan aspek budaya di dalamnya. Saurlin menilai, pemerintah sepertinya lupa untuk menyematkan aspek budaya di dalam IKN.
"Nah ini menurut kami, harus diperhatikan. Jangan sampai ada orang yang tergusur karena adanya pembangunan. Semua warga negara harus dilindungi oleh negara," sambungnya.
Komnas HAM sebenarnya sudah mendapat informasi terkait Suku Balik selaku masyarakat adat yang banyak bermukim di sekitar Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU). Namun, Saurlin mengaku pihaknya masih perlu pengkajian lebih mendalam.
"Kami memang menyarankan agar adanya laporan ke Komnas HAM supaya bisa mengantisipasi sebelum terjadi ledakan konflik. Harapannya tidak ada (ledakan konflik)," tambah Saurlin.
Komnas HAM berharap masyarakat adat setempat tetap bisa berkembang di tempat mereka tinggal sejak awal dan tetap mempertahankan seluruh identitas budayanya. Mengenai hak masyarakat adat, Saurlin menegaskan pihaknya intensif untuk terus berkomunikasi dengan sejumlah pihak.
"Kami intens bertemu dengan IKN, beberapa minggu lalu kami juga bertemu dengan beberapa deputi membicarakan rekomendasi kami mengenai revisi Undang-Undang (UU) IKN supaya mempertahankan masyarakat adat," tambahnya.
Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan supaya ada identifikasi untuk potensi pelanggaran-pelanggaran HAM. Dalam hal itu, Badan Otorita IKN terbuka.
"Dalam waktu dekat, mungkin kami juga akan melakukan suatu kajian yang lebih komprehensif dengan melibatkan masyarakat sipil. Serta memastikan semua masyarakat adat bisa teridentifikasi dan hak-haknya bisa dilindungi," ujarnya lagi.
Disinggung soal UU IKN, Saurlin menilai payung hukum tersebut terhitung cepat penyusunannya dan kurang partisipasi. Khususnya ke masyarakat Kaltim. Sehingga perlu adanya revisi di beberapa pasal.
"Misalnya salah satu pasal yang menyampaikan semua perda dinegasikan dengan hadirnya UU itu. Perda-perda lokal juga harus diakui dalam UU itu. Jangan tidak diberlakukan sama sekali," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Veridiana Huraq Wang mengungkapkan perlu ada satu gerakan untuk menyelaraskan perihal hak masyarakat adat. Dia menilai, jika pembangunan IKN ditolak sepertinya sudah terlalu jauh.
"Tapi supaya bisa selaras baik kehidupan masyarakat maupun keberlangsungan dari IKN ini juga seirama begitu, Jadi jangan sampai ada pihak yang dikorbankan yang terlalu jauh," ujar Veridiana.
Menurut Veridiana, payung hukum yang berpihak ke masyarakat adat sudah semestinya ada. Jika ada, maka akan berlaku untuk seluruh masyarakat adat se-Indonesia, termasuk di IKN.
"Sekarang ya, kalau kita lihat perkembangannya masalah pembahasan undang-undang masyarakat adat itu sudah di DPR, jadi di DPR itu yang belum setuju itu masih 54 persen. jadi perlu memang orang-orang yang harus strong di sana berteriak tentang itu," tambah Veridiana.
Menurut Veridiana, undang-undang tersebut tak sempat disahkan di sisa periode pemerintahan saat ini. Kemungkinan bisa dilanjutkan di periode berikutnya. Terkait hak masyarakat adat di sekitar Sepaku, Veridiana menyebut perlu ada win-win solution di antara kedua belah pihak.
"Mesti ada solusi, tidak mungkin akan berseteru begitu terus-menerus, karena pertama juga akan terjadi kekacauan di sana, suasana tidak kondusif misalnya, jadi mesti ada win-win solution-nya," tambah dia.
Terakhir, akademisi dari FH Unmul, Rahmawati Al Hidayah mengungkapkan FH Unmul telah melakukan kajian terkait problematika tanah di IKN dan grand design pembangunan IKN.
"Dari 2 hasil riset itu, kami melihat hak-hak masyarakat adat dalam pembangunan IKN itu masih belum dilindungi dan masih banyak problematika yang harus diselesaikan," ungkap Rahmawati.
Rahmawati menyebutnya, pihaknya ingin adanya perubahan kebijakan dan merevisi UU IKN. Revisi UU IKN akan menjadi hal krusial karena banyak sekali hal-hal masyarakat adat yang tak diakui secara utuh dan detail.
"Harus ada polarisasi untuk menyelesaikan konflik tanah karena permasalahannya itu akan diselesaikan dengan cara berbeda-beda. Tergantung masyarakat adat itu. Jadi tidak boleh disamaratakan. Harus ada upaya inventarisasi dan kajian jadi bisa diselesaikan," tandasnya.
[RWT]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Presiden Prabowo Resmi Lantik Kepala Otorita IKN Yang Baru, Berikut Profil Lengkap Basuki Hadimuljono
- Otorita IKN Gandeng 7 Perusahaan Teknologi AS untuk Pengembangan Command Center Fase II di Nusantara
- Diskusi SIEJ Ungkap Berbagai Dampak Buruk Pembangunan IKN Terhadap Lingkungan dan Masyarakat Lokal
- DKP PPU Butuh Mobil Laboratorium untuk Uji Cepat Keamanan Pangan IKN
- DKP PPU Pastikan Pangan yang Disuplai ke IKN Aman dari Residu Kimia Berbahaya