Opini
POME: Energi Terbaharukan yang Potensial di Kalimantan Timur
Oleh: Doddy S. Sukadri, Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau
Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan provinsi penghasil kelapa sawit terbesar ke lima di Indonesia, dengan total luas kebun sawit sebesar 1,4 juta ha. Pada 2023 menghasilkan tandan buah segar (TBS) sekitar 4,2 juta ton dan menyumbang sekitar 9,0% dari total produksi nasional. Namun, di balik gemerlapnya industri kelapa sawit saat ini, terdapat satu sisi yang kurang banyak disorot, yakni limbah cair hasil pengolahannya.
Limbah tersebut dikenal dengan nama Palm Oil Mill Effluent (POME). Sekilas, POME tampak seperti cairan tak berguna yang hanya mencemari lingkungan. Namun, seiring berkembangnya teknologi, kini POME justru menjadi salah satu sumber energi terbarukan dengan potensi luar biasa. Dengan teknologi anaerobic digestion atau fermentasi tanpa oksigen, POME dapat diolah menjadi energi yang terbaharukan. Di dalam mesin yang disebut reactor biodigester, bakteri pengurai memecah bahan organik dalam POME hingga menghasilkan biogas. Komponen utama dari biogas ini adalah gas metana, yang kemudian dapat dimurnikan menjadi biomethane atau dikenal juga sebagai Bio-CNG, yang merupakan gas alam berbasis hayati. Gas metana yang telah dimurnikan memiliki kualitas yang hampir setara dengan gas alam fosil. Biomethane bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, sumber panas industri, atau bahkan pembangkit tenaga listrik. Dalam skala besar, pemanfaatan POME menjadi energi tidak hanya mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga membantu mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Potensi Energi Limbah Sawit
Berdasarkan data dari Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), limbah POME yang dihasilkan oleh ribuan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah lebih dari 1,5 miliar meter kubik bio-methane per tahun. Jika dikonversi, jumlah ini setara dengan 1,1 miliar liter solar. Angka yang luar biasa besar ini bahkan cukup untuk menutupi sebagian kebutuhan bahan bakar sektor transportasi di Indonesia.
Untuk sektor tenaga listrik, Kementerian ESDM memperkirakan bahwa total potensi listrik yang bisa dibangkitkan dari limbah pabrik kelapa sawit mencapai 15 GW, dan sekitar 1,5 GW diantaranya berasal dari POME. Jika potensi ini dimanfaatkan secara maksimal, Indonesia bisa menjadi salah satu produsen energi bio-methane paling besar di dunia.
Secara spesifik, setiap pabrik, jumlah KW yang dihasilkan bervariasi tergantung pada kapasitas pengolahan TBS dan teknologi yang digunakan. Sebuah studi melaporkan bahwa pabrik dengan kapasitas 30ton TBS/jam dapat menghasilkan daya listrik sekitar 1,1 MW atau 1.100 kW.
Tantangan dan Kendala
Meskipun potensinya besar, pemanfaatan POME di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala. Kendala utamanya adalah biaya investasi awal yang tinggi untuk membangun instalasi bio-digester terutama bagi pabrik-pabrik kecil. Menurut informasi, sekitar Rp 80M diperlukan untuk membangun reactor bio-digester. Kendala lainnya adalah belum adanya regulasi, baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi.
Selain itu, masih terdapat tantangan kebijakan dan regulasi. Adanya regulasi yg kondusif serta insentif yang mendukung diperlukan oleh para pelaku industri kelapa sawit yang berniat untuk berinvestasi dalam pengolahan energi terbarukan dari limbah sawit.
Meskipun potensinya besar, pemanfaatan POME untuk biometana masih belum optimal. Sebagian besar limbah pabrik kelapa sawit masih belum diolah dan dikembangkan sebagai sumber energi yang terbaharukan.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit, suka atau tidak suka berpotensi menjadi ancaman terhadap Kawasan hutan. Beberapa lembaga sosial masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri sangat getol menyuarakan ketidak berpihakannya kepada sawit. Forest Watch, misalnya, menyuarakan kekhawatiran bahwa pengembangan biomassa yang tidak berkelanjutan akan mengancam keberadaan hutan di Indonesia.
Pengembangan infrastruktur pengolahan dan distribusi bio-methana juga memerlukan investasi dan perencanaan yang matang. Belum adanya akses dari pabrik pengolahan sampai ke pengguna akhir (end-users) masih terkendala karena belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai di lapangan.
Langkah ke Depan
Pemerintah Indonesia terus mendorong pemanfaatan energi berbasis biomassa seperti POME sebagai bagian dari program Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Program ini sejalan dengan target Net Zero Emission (NZE) 2060, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon secara bertahap sampai pada suatu keadaan dimana jumlah emisi yang dikeluarkan sama atau lebih kecil dari emisi yang diserap melalui berbagai aksi mitigasi.
Kaltim memiliki banyak pabrik kelapa sawit (PKS) yang menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar. Limbah ini dapat menghasilkan biometana melalui proses pencernaan anaerobic. Pemanfaatan POME tidak hanya menawarkan solusi energi bersih, tetapi juga membawa dampak positif paling tidak terhadap dua hal berikut.
Pertama, pengolahan POME membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, karena metana yang dihasilkan tidak langsung dilepaskan ke atmosfer.
Kedua, pengolahan ini juga mengurangi risiko pencemaran air dan tanah, yang biasanya terjadi akibat pembuangan limbah cair secara langsung. Lebih dari itu, energi yang dihasilkan dari POME dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik sawit itu sendiri. Artinya, perusahaan bisa menghemat biaya operasional, sekaligus menciptakan nilai ekonomi baru dari limbah yang dulunya tidak memiliki nilai jual. Bahkan, sebagian perusahaan sudah mulai menjual bio-methane hasil olahan POME ke pasar domestik sebagai bahan bakar ramah lingkungan.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian, teknologi pengolahan POME kini semakin berkembang. Beberapa daerah bahkan telah membangun fasilitas pengolahan biogas dari POME yang mampu menghasilkan listrik bagi masyarakat di sekitarnya. Inisiatif ini tidak hanya mendukung transisi energi hijau, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi di tingkat daerah.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian, teknologi pengolahan POME kini semakin berkembang. Beberapa daerah bahkan telah membangun fasilitas pengolahan biogas dari POME yang mampu menghasilkan listrik bagi masyarakat sekitar. Inisiatif ini tidak hanya mendukung transisi energi hijau, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal.
Dengan dukungan pemerintah dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya energi hijau, masa depan POME terlihat menjanjikan. Jika seluruh pabrik kelapa sawit di Indonesia dan di Kaltim pada khususnya mampu mengolah limbah sawit ini menjadi energi, maka kontribusi industri ini terhadap penurunan emisi gas rumah kaca akan sangat signifikan. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Pemkot Samarinda Percepat Pembahasan Raperda Penanggulangan TBC dan HIV/AIDS, Dinkes Dorong Kolaborasi Lintas Sektor
- Prakiraan Cuaca Samarinda dan Sekitarnya Hari Ini, Sabtu, 1 November 2025
- Polresta Samarinda Tangkap Pelaku Curanmor yang Beraksi di Juanda
- Latihan Sispamkot, Polda Kaltim Pastikan Aparat Siap Jaga Keamanan dan Hak Masyarakat
- Pemprov Kaltim Dukung Pelayanan Medis Prima, Dokter Spesialis Siaga Dapat Insentif Rp25 Juta








