Opini
”PR 2024” Para Calon Pejabat Kalimantan Timur Harus Memperhatikan Distribusi Tenaga Kesehatan
Oleh: Ns. Rifkal Artha Yuda, S.Kep (Masyarakat Sipil)
Tenaga kesehatan merupakan salah satu bagian penting bagi majunya sebuah bangsa. Menjadi profesi yang menangani permasalahan kesehatan, tentunya perlu keahlian khusus yang dapat ditempuh dengan mengenyam pendidikan.
Perlu diketahui bersama bahwa, menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, tenaga kesehatan tergabung dari berbagai macam profesi seperti tenaga medi, perawat, bidan, apoteker, analis kesehatan, ahli gizi, fisioterapi dan masih banyak lagi.
Dengan pelbagai macam profesi kesehatan yang memiliki kompetensi serta tupoksi yang berbeda-beda, hal ini membuktikan bahwa dalam bidang kesehatan itu semua saling membutuhkan, tidak ada yang lebih superior antara satu dan lainnya.
Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktiknya, perlu adanya kolaborasi antar profesi guna menciptakan sebuah harmoni untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif. Walaupun yang terjadi di lapangan memperlihatkan beberapa profesi kesehatan banyak lebih dibutuhkan dari segi jumlah dibandingkan dengan profesi kesehatan lainnya. Hal ini bukan semerta-merta tebang pilih, melainkan kembali lagi, yaitu melihat dari tupoksi serta kebutuhan dari tiap-tiap profesi yang ada.
Kembali lagi, tugas tenaga kesehatan yaitu sangat penting, yaitu menjadi penyokong dalam mencegah sampai mengobati penyakit. Hal ini menjadi sangat krusial karena pada dasarnya selama manusia masih di bumi, pasti akan merasakan sakit. Entah itu sakit yang ringan saja, hingga sakit berat yang berkepanjangan. Dengan jumlah manusia yang semakin hari semakin bertambah, maka dari itu perlu diiringi dengan fasilitas maupun tenaga kesehatan yang mumpuni agar kemudian semuanya dapat ditangani dengan baik.
Mengapa demikian, karena menurut penulis, jika hal ini tidak diperhatikan maka semua tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya saja ada 20 orang yang sakit dengan waktu yang berdekatan lalu tenaga kesehatannya hanya 1 orang saja, maka 20 pasien tersebut tidak mungkin dapat tertolong dengan cepat dan tepat.
Indonesia masih mengalami masalah kurang meratanya tenaga kesehatan. Terutama pada daerah terpencil atau pelosok negeri. Dari kasus yang ada di Indonesia masih terdapat daerah-daerah yang akan kekurangan dokter, perawat, bidan, serta tenaga kesehatan yang lain.
Seperti yang disampaikan oleh kanal berita dari Harian Disway, dikatakan bahwa Indonesia masih kekurangan 130 ribu dokter. Untuk memenuhi standar WHO, diperkirakan butuh waktu 10 tahun lagi. Sebab, jumlah lulusan dokter hanya mencapai 12 ribu per tahun.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut Indonesia membutuhkan 160 ribu dokter baru agar memenuhi kriteria ideal WHO sebesar 1: 1000 seorang dokter melayani 1.000 penduduk. Jika penduduk Indonesia 270 juta jiwa, maka minimal harus ada 270 ribu dokter di seluruh tanah air. Dari ratusan ribu dokter tersebut, keberadaannya tidak tersebar merata di berbagai daerah. Pada umumnya terpusat di kota-kota besar, sehingga mendorong terjadi ketimpangan pelayanan kesehatan antara kota dan daerah.
Tidak hanya profesi dokter, Perawat juga memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga ekosistem kesehatan manusia. Pendirian kampus yang cukup banyak di Indonesia dari akademi keperawatan hingga Universitas tidak bisa menjadi patokan untuk tersebarnya perawat ke seluruh Indonesia.
Seperti yang diungkapkan Kemenkes, walaupun setiap tahun sekitar 15 ribu perawat diluluskan, akan tetapi pendistribusiannya yang kurang merata. Ada wilayah-wilayah yang justru membludak jumlah tenaga kesehatannya dan justru sebaliknya ada juga yang ketimpangan, terkhusus di daerah pedalaman.
Terkhusus di Kalimantan Timur, permasalahan ketimpangan tenaga kesehatan juga menjadi salah satu polemik yang masih perlu dibahas. Mengapa demikian, menurut penulis, salah satu mengapa banyak kematian/kecacatan terjadi, karena akibat kurang cepatnya pertolongan pertama. Salah satu penyebab tidak cepatnya pertolongan pertama, karena akses fasyankes yang terlalu jauh dan kurangnya distribusi tenaga kesehatan. Kalimantan Timur menjadi provinsi yang perlu mengevaluasi terkait dengan permasalahan tersebut.
Standar dari Permenkes Khusus untuk puskesmas rawat inap, minimal memerlukan 2 dokter, 8 perawat, 7 bidan dan 2 ahli gizi, dan sisanya masing-masing satu untuk dokter gigi, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, dan lain-lain. Di lansir dari Kaltimtoday.co, distribusi tenaga kesehatan di Kaltim masih belum merata. Hal ini akhirnya menjadi hambatan dalam akses serta mutu pelayanan kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim mengungkapkan bahwa upaya pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah belum optimal, misalnya daerah terpencil yang masih mengalami kendala.
Menurut penulis, kendala ini terjadi karena masih banyak tenaga kesehatan yang tidak ingin untuk bekerja di daerah pedalaman karena pasti kurangnya sarana dan prasarana yang didapatkan, seperti tempat tinggal, akses jaringan, dan fasilitas yang pas-pasan dan gaji yang mungkin tidak sesuai dengan dedikasi yang diberikan. Hal tersebut lah yang menjadi beberapa alasan mengapa tenaga kesehatan tidak minat untuk bekerja di daerah yang jauh dari tempat asal mereka.
Melihat permasalahan tersebut, hal ini perlu menjadi PR bagi para calon pejabat yang akan berkontestasi di 2024 nanti. Permasalahan sebaran tenaga kesehatan yang belum merata, perlu menjadi salah satu bagian yang perlu diperjuangkan oleh para pemimpin yang akan terpilih nanti. Hal ini menjadi penting karena jika tenaga kesehatan dengan jumlah yang cukup, maka kesehatan akan semakin meningkat dan kematian akan semakin berkurang. Ketika masyarakat sehat, maka mereka akan bekerja dengan baik sehingga semua lini secara tidak langsung akan berjalan dengan baik juga. Maka dari itu, kesehatan merupakan pondasi dari majunya suatu bangsa.
Calon Pejabat Kalimantan Timur yang menduduki kursi legislatif ataupun eksekutif nantinya, perlu memiliki gagasan yang inovatif dalam menangani masalah ini.
Contohnya saja dengan bergerak dari pelosok-pelosok di Kalimantan Timur yang sekiranya masih banyak kekurangan fasilitas dan sumber daya kesehatan. Lalu melakukan kajian dengan ahli di bidangnya untuk menentukan jumlah dari tenaga kesehatan yang diperlukan.
Jika masih sulit, penulis menyarankan bisa membuat regulasi yaitu satu daerah minimal ada 1 dokter dan 1 perawat. Intinya jangan sampai tidak ada sama sekali. Bahkan jika memang bisa lebih banyak, itu lebih bagus.
Harapannya, informasi dan permasalahan yang telah penulis uraikan, dapat menjadi renungan dan evaluasi bagi calon pemimpin Kalimantan Timur ke depannya. Jangan sampai tidak ada gerakan hingga gebrakan yang paripurna saat terpilih nanti.
Jika hasilnya sama atau bahkan kurang dari tahun ini, penulis katakan pemerintah yang menjabat hanya buang-buang waktu dan tidak amanah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Maka dari itu semoga semuanya dapat berjalan dengan baik dan provinsi Kalimantan Timur dapat menjadi daerah dengan peningkatan kualitas kesehatan yang baik ke depannya.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Stabilitas Harga dan Ketersediaan Pasokan Jelang Nataru, Disperindagkop UKM Upayakan Tekan Inflasi
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Dimakamkan dengan Upacara Kehormatan di Kantor Gubernur
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Disemayamkan di Samping Makam Anaknya
- Awang Faroek Ishak Meninggal Dunia karena Diare Akut, Datang ke RSUD Balikpapan dalam Kondisi Sadar
- Rehabilitasi Bendungan Babulu, 46 Tahun Perjalanan untuk Sejahterakan 5 Desa