Opini
Problematika Pengawasan Daftar Pemilih Berkelanjutan
Oleh: Achmad Rozali (Staf Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat)
Ketika berbicara tentang persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT), tak dipungkiri jika terbersit akan hiruk-pikuk dinamika pada tahapan yang satu ini. Bahkan tidak jarang di antaranya memplesetkan DPT sebagai “Daftar Permasalahan Tetap” yang sering kali dijumpai pada setiap pelaksanaan Pemilu/Pemilihan. Daftar pemilih juga tidak pernah absen dalam setiap gugatan perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi, seolah rezim masalah daftar pemilih menjadi turun-temurun.
Tahapan pemutakhiran daftar pemilih merupakan tahapan Pemilu yang terpanjang dan membutuhkan waktu yang lama, karena dilaksanakan pada tahapan awal hingga menjelang proses pemungutan dan penghitungan suara, peran daftar pemilih merupakan komponen penting karena menentukan jumlah surat suara yang akan digunakan di setiap penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan. Proses pelaksanaan pemutkahiran daftar pemilih tidak lagi terputus karena semangatnya masih ada daftar pemilih berkelanjutan yang menjadi tugas bagi daerah yang non tahapan Pemilu/Pemilihan.
Daftar pemilih berkelanjutan adalah sebuah proses yang bertujuan untuk memperbaharui data pemilih guna memudahkan proses pemutakhiran daftar pemilih pada Pemilu/Pemilihan selanjutnya. Proses kerja data pemilih berkelanjutan ini dilaksanakan oleh KPU kabupaten yang non tahapan Pemilu/Pemilihan. Proses kerja data pemilih berkelanjutan yakni memperbaiki elemen data pemilih, pemilih baru (berusia 17 tahun dan sudah melakukan perekaman KTP-el), pindah domisili, alih status menjadi anggota TNI/POLRI, Purna dari TNI/POLRI dan adanya anggota keluarga yang sudah meninggal dunia.
Sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 17 huruf (l), KPU Provinsi berkewajiban melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; sedangkan pada Pasal 100 huruf (e), Bawaslu Provinsi berwenang mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan yang dilakukan oleh KPU Provinsi dengan memperhatikan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 11/2018 Pasal 58 ayat (3) dan (4) menyebutkan KPU/KIP Kabupaten/Kota memasukkan data dalam formulir A.6-KPU pada Sidalih untuk memudahkan Pemutakhiran Daftar Pemilih berkelanjutan untuk Pemilu atau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota berikutnya. KPU Kabupaten melakukan pemutakhiran dan memelihara data Pemilih secara berkelanjutan dengan menggunakan Sidalih dengan memperhatikan data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap 6 (enam) bulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada Daftar Pemilih Berkelanjutan yang dilakukan pembaharuan setiap bulannya oleh KPU Kabupaten menampilkan informasi yang tidak utuh, misalnya NIK dan NKK yang memiliki enam belas digit angka diberi kode bintang pada delapan digit angka terakhirnya. Sulitnya akses data pemilih dalam bentuk by name by address dari instansi berwenang secara utuh ditengarai menjadi penyebab lantaran adanya beberapa benturan peraturan diantaranya, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019, pasal 58 ayat (1) yang berbunyi “Kementerian/lembaga dan badan hukum Indonesia yang memperoleh Data Pribadi Penduduk atau Data Kependudukan dilarang menggunakan Data Pribadi Penduduk atau Data Kependudukan melampaui batas kewenangannya; atau menjadikan Data Pribadi Penduduk atau Data Kependudukan sebagai bahan informasi publik sebelum mendapat persetujuan dari Menteri”.
Pada prinsipnya, NIK merupakan nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang, sehingga tidak dapat dimiliki oleh dua orang atau lebih. Prinsip ini kemudian menjadi acuan dan metode pengawasan yang dilakukan Pengawas Pemilu dengan mengidentifikasi kesamaan, kemiripan elemen data NKK, NIK dan tanggal lahir yang notabene kini menjadi informasi yang diberi kode bintang. Pembacaan duplikasi pemilih ganda pada sistem data pemilih dimungkinkan jika setidaknya di empat belas elemen data itu memiliki kesamaan seratus persen.
Perlakuan adanya pembatasan akses data pemilih kepada Pengawas Pemilu merupakan sebuah kemunduran proses perbaikan kualitas pelaksanaan Pemilu yang selama ini gema digaungkan. Seharusnya, pemberian kewenangan kepada Pengawas Pemilu yang semakin bertambah harus pula dibarengi dengan kemampuan lembaga yang aksesibel dalam batas kewajaran dalam hal kepentingan pengawasan. Jika akses data itu tidak ada atau dibatasi, maka saran dan rekomendasi perbaikan daftar pemilih oleh Pengawas Pemilu semakin rendah, bahkan tidak akan bernilai apa-apa.
Bukan tidak mungkin, kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pengawas Pemilu itu dapat diatasi jika hal itu dapat didorong dengan adanya rekomendasi kerjasama antar lembaga dalam bentuk nota kesepahaman atau dalam bentuk gugus tugas atau nama lain yang terdiri dari instansi terkait yang membidangi data penduduk dan data pemilih. Bentuk kerja sama itu dinilai akan lebih efektif karena secara langsung mengkoordinasikan setiap permasalahan sesuai dengan tupoksi dan kewenangan masing-masing lembaga dalam membingkai data pemilih yang berkualitas, terintegrasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk lepas dari bayang-bayang peliknya data pemilih dapat ditempuh dengan tiga hal sesuai dengan pengalaman penulis. Pertama, eksistensi pengawas Pemilu dalam hal pengawasan akan lebih maksimal jika kedepannya ditopang oleh payung hukum yang kuat untuk kepentingan pengawasan di masing-masing tingkatan dan dibarengi dengan perbaikan pengaturan sistem pemutakhiran data pemilih. Kedua, Perbaikan di sektor pelayanan data administrasi kependudukan dengan pola top down dan bottom up lebih dimasifkan. Ketiga, Mendorong Pemerintah untuk menyusun regulasi kepatuhan administrasi kependudukan sehingga dapat meminimalisir residu administrasi data penduduk tidak lagi bermuara ke data pemilih.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Tim Hukum Isran-Hadi Kritik Pelaksanaan Debat Kedua Pilgub Kaltim
- Tema Debat Kedua Pilgub Kaltim 2024: Tata Kelola Pemerintahan dan Pemberdayaan Masyarakat
- Ahli Hukum Tata Negara Unmul Paparkan Frasa Pelantikan di PTUN Banjarmasin, Buktikan Edi Damansyah Belum 2 Periode
- Pokja 30 Adakan NgoPi-Kaltim, Kolaborasikan KPU-Bawaslu dan Media Junjung Tinggi Netralitas Pilkada
- KPU Kaltim Rincikan Jadwal Kampanye dan Lokasi Pemasangan APK untuk Pilkada 2024