Daerah
Terjangan Industri dan Pembangunan IKN, Masyarakat Pesisir Gelar Aksi Tuntut Keberlanjutan Lingkungan
Kaltimtoday.co, Penajam - Riak gelombang di Teluk Balikpapan diwarnai oleh deretan kapal nelayan yang bergerak perlahan, membawa pesan keras dari puluhan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur (Kaltim) saat menggelar aksi unjuk rasa menuntut keadilan dan perlindungan lingkungan hidup yang semakin terancam oleh pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan aktivitas industri, Sabtu (8/6/2024).
Massa aksi itu bukan hanya untuk merayakan Hari Laut Dunia, tetapi juga untuk mengungkapkan kekecewaan terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri dan pembangunan yang tidak berkelanjutan.
Sadar (45), seorang nelayan dan Koordinator Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan se-Pantai Lango, dengan suara penuh emosi menggambarkan dampak yang dirasakan oleh para nelayan.
“Selama adanya pembangunan IKN ini, dampaknya ke nelayan ini berkurang pendapatannya. Kami minta supaya tidak dilarang mencari (ikan) di Teluk Balikpapan ini, karena dari nenek moyang kami yang nelayan (sudah sejak lama) mencari ikan di Teluk Balikpapan ini,” ujarnya.
Nelayan, yang telah bergantung pada laut selama bertahun-tahun, kini menghadapi berbagai tantangan. Ia juga menggambarkan bagaimana aktivitas industri telah mengubah habitat ikan dan merusak terumbu karang yang menjadi rumah bagi ikan-ikan tersebut.
“Perusahaan yang ada di Teluk Balikpapan ini biasanya melarang kita mendekat mencari ikan di situ untuk mancing. Habitat ikan ini (sekarang) di jalur kapal, ikannya di area jembatan (Pulau Balang) jadi kita cari ikannya di dekat situ,” lanjut Sadar.
Sorotan mata Sadar tidak bisa disembunyikan. Rasa kecewa dan marah tampak jelas ketika ia menceritakan bagaimana perusahaan-perusahaan di Teluk Balikpapan sering kali melarang para nelayan untuk mendekati area-area tertentu yang menjadi habitat ikan. Masalah ini bukanlah hal baru bagi para nelayan, mereka sering kali dilarang tanpa kompensasi yang jelas.
“Kalau pelarangan (mencari ikan) ke nelayan itu sudah sering. Kalau kompensasi dari nelayan ke perusahaan belum ada. Kalau perusahaan ketika melarang sudah ada aturannya,” tambahnya.
Dampak dari pelarangan ini sangat signifikan. Sadar menjelaskan bahwa wilayah tangkap yang sering diarungi oleh para nelayan telah dirampas dengan kehadiran aktivitas industri besar. Akibatnya, banyak nelayan yang terpaksa mengubah wilayah tangkap mereka, yang justru menambah risiko karena kapal mereka kecil dan ombak di luar teluk sangat besar.
“Kita mencari ikan mulai Pulau Balang sampai ke PT Bayan tempatnya jalur ikan dan tempatnya kita mancing. Agak berkurang sudah (habitat ikan) dengan adanya tongkang dan kapal tugboat tanker itu kan, jadi rumah ikan di bawah laut itu rusak semua karangnya,” ucapnya lantang.
Keluhan para nelayan sudah disampaikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Penajam Paser Utara (PPU), namun sayangnya tidak mendapat respons yang memadai.
“Sudah pernah kita bicarakan ke Dinas Kelautan dan Perikanan PPU, tetapi dari perusahaan enggak ada yang hadir padahal diundang. Sudah ada upaya mediasi tetapi perusahaan tidak hadir,” kata Sadar dengan nada kecewa.
Penurunan pendapatan nelayan menjadi kenyataan yang pahit. Tak dapat dielak, kerusakan lingkungan ini pun sangat dirasakan oleh masyarakat pesisir yang didominasi oleh para nelayan itu.
“Kalau penurunan pendapatan hasil tangkap itu dalam satu hari biasanya bisa kita dapatkan sampai 10 kilogram, ini (sekarang) hanya 5 kilogram saja selama ada aktivitas kapal tongkang. Ikan yang biasa kita dapatkan ikan kakap dan trakulu. kalau udang biasanya dapat hingga 7 kilogram, sekarang hanya 4 kilogram,” jelasnya.
Salah satu perwakilan massa aksi, Aji Afandi, juga menyampaikan pernyataan sikap KMS Kaltim. Ia menekankan bahwa kegagalan negara dalam melindungi masyarakat dan lingkungan merupakan bentuk kegagalan dalam menjalankan amanah rakyat.
“Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim telah melakukan aksi yang bertepatan dengan Hari Laut Dunia, dengan ini menyampaikan beberapa sikap dan pernyataan terhadap kondisi-kondisi yang dialami masyarakat Kaltim atau yang setidaknya yang tergabung dalam KMS,” ujar Aji.
Aji dengan tegas mengkritik pemerintah dan otoritas yang dinilai gagal melindungi masyarakat dan lingkungan mereka. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat berhak menyampaikan sikap mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada mereka.
"Kami meyakini bahwa bentuk kegagalan negara ketika negara atau otoritas pemegang kewenangan tidak mampu memberikan perlindungan terhadap masyarakat khususnya kepada lingkungan di mana sumber daya lingkungan di gantungkan oleh masyarakat," sahutnya.
Tuntutan yang disampaikan oleh KMS Kaltim mencakup beberapa poin penting, di antaranya adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakan, penghentian perampasan lahan, pembebasan lahan tani dari konsesi korporasi, dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.
"Kami yang tergabung dengan KMS Kaltim dengan ini menyatakan kebencian terhadap negara ketika negara tidak mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan karena hak asasi adalah hak fundamental setiap orang yang tidak dapat dihentikan atau dikurangi sedikitpun,” tutupnya.
[RWT | KURAWAL]
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Panen Perdana Tambak 4 in 1 Dorong Ketahanan Pangan dan Program Makan Gratis
- Jalan Panjang Masyarakat Adat Kaltim Mencari Pengakuan: Mulai Penolakan hingga Ancaman Kekerasan
- Timnas Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF 2024, Begini Jawaban Shin Tae-yong
- BRIDA Jaring Pelajar Potensial untuk Persiapkan Generasi Periset dan Peneliti di Wilayah Kaltim
- Tingkatkan Kualitas Riset, BRIDA Kaltim Gencar Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi dan Perusahaan Luar Negeri