Bontang

Yang Keliru dari Isu Ketidakjujuran Orangtua PDP Meninggal di Bontang

Kaltim Today
27 April 2020 13:55
Yang Keliru dari Isu Ketidakjujuran Orangtua PDP Meninggal di Bontang

Kaltimtoday.co, Samarinda - Warga Kaltim, khususnya Bontang dibuat heboh sepekan terakhir. Kehebohan itu terkait isu ketidakjujuran orangtua pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal dalam memberikan informasi. Sehingga kemudian menyebabkan hasil rapid test 35 tenaga medis di dua rumah sakit Bontang, reaktif.

Di media sosial, banyak orang menyampaikan kecaman dengan kata-kata kasar kepada orangtua PDP meninggal di Bontang yang dianggap tidak jujur tersebut. Komentar itu dipicu disinformasi dan hoax yang bertebaran di grup-grup whatsapp.

Stigma negatif pun dialamatkan bertubi-tubi kepada orangtua tersebut. Stigma yang justru menambah tekanan psikologis setelah dia kehilangan buah hati tercinta.

Kabar bahwa petugas medis di Bontang reaktif rapid test akibat menangani PDP meninggal dibantah. Kepala Dinas Kesehatan Bontang Bahauddin menyatakan, jika tes cepat atau rapid test kepada tenaga medis di Kota Taman dilakukan bukan karena temuan PDP bocah 8 tahun meninggal. Jauh sebelum kasus itu, tes cepat untuk tenaga medis di Bontang sudah dijadwalkan.

"Kebetulan alat rapid test-nya datang bersamaan saat PDP berusia 8 tahun meninggal," ungkap Bahauddin.

Dijelaskan Bahauddin, dari hasil rapid test kepada seluruh tenaga medis di Bontang, ada 35 orang dengan hasil reaktif. Namun, belum ada satu pun dari mereka yang terkonfirmasi positif terinfeksi Covid-19 dari hasil uji swab - pengujian yang memastikan seseoarang terinfeksi virus corona jenis baru atau tidak.

Adapun 32 dari 35 tenaga medis di Bontang tersebut sedang menjalani karantina di Hotel Grand Mustika, Bontang.  Sementara keluarga mereka menjalani karantina mandiri di rumah masing-masing dengan pengawasan ketat.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Bontang, Adi Permana juga meluruskan, informasi tenaga medis terpapar Covid-19 akibat tertular dari PDP berusia 8 tahun yang kemudian meninggal tidak benar. Rapid test reaktif juga tidak bisa menjadi dasar vonis diagnosis.

"Kami juga mengklarifikasi bahwa beberapa informasi dalam bentuk pesan whatsapp yang beredar itu bukan bersumber dari Rumah Sakit Islam Bontang," tutur Adi Permana saat menggelar konferensi pers.

Meski begitu, pihaknya membenarkan, jika PDP berusia 8 tahun yang meninggal tersebut saat dilakukan rapid test hasilnya reaktif. Namun, kedua orangtua pasien hasil rapid tes-nya negatif.

Sebagai langkah antisipasi, RSIB membuat kebijakan dengan melakukan penutupan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Poli Spesialis Anak, Poli spesialis radiologi, IGD Kebidanan, Poli Kandungan serta Rawat Inap terhitung mulai hari Kamis tanggal 23 April sampai 7 Mei 2020.

Kemudian, melakukan penyemprotan disinfektan ke seluruh wilayah sarana dan prasarana rumah sakit sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) untuk mencegah penularan Covid-19.

"24 tenaga medis dan pegawai RSIB yang melakukan kontak erat dengan PDP meninggal itu juga menjalani isolasi mandiri," ucapnya.

Setelah dilakukan rapid test kepada 55 pegawai di RSIB juga didapatkan hasil negatif.

Lalu, apakah orangtua PDP berusia 8 tahun yang meninggal dunia berbohong? Berdasarkan pengakuan orangtua tersebut kepada petugas, dirinya memang ditanya tentang riwayat perjalanan selama 14 hari terakhir. Pertanyaan itu sesuai protokol kesehatan. Orangtua tersebut menjawab tidak karena bepergian dari luar daerah, tepatnya Jakarta, 18 hari sebelumnya. Adapun yang bersangkutan mengaku juga sudah menjalani isolasi mandiri secara ketat di rumah.

PDP berusia 8 tahun yang meninggal dari orangtua yang dituduh berbohong itu, didiagnosis mengalami komplikasi penyakit sebelum dinyatakan hasil rapid test reaktif Covid-19. Berikut diagnosa dari RSUD Taman Husada Bontang: CKD stage failure, Edema paru, ARDS, Sepsis, Anemia, Trombositopenia, Hiperkalemia, Uremia, CMV cogenital, Epilepsi, dan Global developmental delay.

[TOS]



Berita Lainnya