Advertorial
Zonasi Tak Efektif Tanpa Pemerataan, DPRD Samarinda Minta Pemerintah Fokus ke Sekolah Pinggiran

Kaltimtoday.co, Samarinda - Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pendidikan di Samarinda memang menunjukkan kemajuan. Namun di balik capaian tersebut, masih tersisa persoalan serius terkait pemerataan. Ketimpangan antara sekolah-sekolah di pusat kota dan wilayah pinggiran masih sangat terasa, khususnya dalam hal ketersediaan guru dan infrastruktur pendukung.
Ketidakmerataan ini tampak jelas di sejumlah kawasan seperti Palaran, Samarinda Seberang, hingga daerah-daerah perbatasan. Di sana, masih banyak sekolah dasar yang kekurangan tenaga pengajar secara signifikan. Bahkan temuan di lapangan menyebut masih terdapat sekolah yang hanya ditangani oleh dua hingga tiga guru saja untuk mengajar seluruh tingkatan dari kelas 1 hingga 6.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, menegaskan bahwa situasi semacam ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Ia mendorong adanya langkah konkret dan terencana guna mengatasi krisis pemerataan pendidikan yang masih membayangi wilayah-wilayah pinggiran kota.
“Kita menerima banyak laporan dari masyarakat bahwa sekolah-sekolah di pinggiran kekurangan guru. Sementara pemerintah tidak bisa berbuat banyak karena terhalang moratorium pengangkatan tenaga honorer oleh pusat,” katanya Selasa (24/6/2025).
Ia menyoroti bahwa kekurangan guru di Samarinda semakin parah akibat terbatasnya formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dari pemerintah pusat, sementara jumlah guru yang pensiun terus bertambah setiap tahun. Kondisi ini membuat sekolah-sekolah di daerah pinggiran terpaksa memaksimalkan tenaga pengajar yang ada, meskipun beban kerja mereka sangat berat.
Tak hanya soal tenaga pendidik, banyak sekolah di kawasan pinggiran juga masih menghadapi minimnya fasilitas penunjang. Ruang kelas rusak, kekurangan buku, keterbatasan akses internet, serta kurangnya alat bantu belajar berbasis teknologi menjadi tantangan yang menghambat proses belajar mengajar secara optimal.
Ia juga menyoroti penerapan sistem zonasi dalam PPDB yang sebenarnya ditujukan untuk pemerataan pendidikan. Namun tanpa diimbangi dengan distribusi guru dan fasilitas yang merata, sistem ini justru menimbulkan tantangan baru dan belum mampu menyelesaikan akar masalah ketimpangan pendidikan.
“Zonasi itu ideal kalau kualitas sekolah di setiap zona setara. Tapi kalau kondisi sekolah di pinggiran sangat jauh tertinggal dari sekolah di tengah kota, maka itu bukan keadilan, tapi pembiaran,” ujarnya miris.
Ismail menilai sistem zonasi hanya akan memperkuat ketimpangan jika tidak dibarengi peningkatan kualitas sekolah di wilayah pinggiran. Ia mendorong Pemkot Samarinda aktif berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk memenuhi kebutuhan formasi guru.
Sebagai solusi tambahan, ia menyarankan pemberian insentif bagi guru yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil. “Guru yang bertugas di wilayah terpencil harus diberi perhatian lebih. Mereka adalah ujung tombak pendidikan di daerah-daerah yang selama ini kurang diperhatikan.”
Ketimpangan pendidikan dinilai tak bisa dibiarkan, karena berdampak langsung pada masa depan anak-anak di wilayah pinggiran. "Kalau mau bangun generasi unggul, semua anak harus punya akses pendidikan yang layak, tanpa terkecuali," tutupnya.
[NKH | ADV DPRD SAMARINDA]
Related Posts
- Pemkot Samarinda Wacanakan Tim Khusus untuk Kelola Kebersihan dan Fasilitas Taman Cerdas
- Perumda Varia Niaga Ambil Alih Pengelolaan Teras Samarinda, Tarif Sewa Masih Fleksibel
- Seruni Kabinet Merah Putih Tanam Pohon di IKN, Simbol Komitmen untuk Kota Hijau Berkelanjutan
- Insiden Gantung Diri di RS AWS, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Sarkowi Soroti Minimnya Layanan Deteksi Psikologis Rentan
- Insinerator Tanpa Cerobong Jadi Solusi, Pemkot Samarinda Bidik Produksi Paving dari Limbah