Opini
Ambisi Titik Nol di IKN Baru, untuk Si (Apa)?
Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)
Pemindahan ibu kota baru (IKN), nampaknya bukan sekedar wacana belaka. Keseriusan itu ditunjukkan dengan peresmian titik nol berada di istana Ibu Kota Negara baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur oleh Kementerian PPN/Bappenas pada 12 April 2021 lalu. Seperti yang dilansir dari detik.com, Menteri PPN/ Bappenas dalam acara tersebut mengatakan, berada di lokasi titik nol ini, bersama-sama semua generasi, dari generasi tua, generasi muda. Dia berharap hal ini dapat menjadi simbol bahwa Kementerian PPN/Bappenas tetaplah sebagai lembaga perencana pembangunan nasional yang memiliki akar kuat dan ibaratkan sebuah fondasi yang menghunjam ke bumi, ke IKN Baru ini.
Sebelumnya, Jokowi mengundang seluruh negara di dunia untuk berbondong-bondong menanamkan investasi di IKN. Hal itu diungkapkan saat jadi pembicara kunci di forum bertajuk Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW). Forum tersebut digelar di Abu Dhabi National Exhibition Center (ADNEC), Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) pada Senin (13/1). (Fajar.co.id).
Pembiayaan pembangunan IKN diperkirakan menelan dana yang besar, maka opsi pertama pemerintah adalah menggandeng investor. Untuk pembangunan proyek ini, porsi pembiayaan dari APBN hanya akan sekitar 19% dan sisanya sekitar 81% akan dilakukan bersama investor swasta. Sebab, berdasarkan dokumen RPJM 2020-2024, pembangunan Ibu Kota Negara ini akan memakan biaya Rp 466,98 triliun. Dana ini terdiri dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), swasta dan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). (CNBC Indonesia).
Di tengah carut marut permasalahan di negeri ini, pandemi yang tak kunjung usai, banyak pengangguran, kemiskinan dan lain-lain. Dan dari porsi pembiayaan APBN yang kecil, seakan menjadi opsi tunggal pendanaan IKN dari jalur investasi asing. Namun, mengapa pemerintah begitu berambisi melanjutkan pembangunan IKN ini? Apakah dari pembangunan IKN ini berkorelasi terhadap kesejahteraan rakyat atau demi kepentingan siapa? Lantas, amankah bagi kedaulatan negeri ini?
Bahaya Dibalik Investasi Asing
Pembangunan berkedok investasi asing sejatinya membahayakan, yakni makin mengokohkan cengkraman penjajah di negeri ini. Akhirnya negara tidak memiliki kedaulatan dan otoritas dalam menjalankan kebijakan karena dikendalikan oleh para investor kapitalis. Negara dalam sistem kapitalis menempatkan diri hanya sebagai regulator, yakni bekerja untuk melayani kepentingan para kapitalis bukan rakyat. Karpet merah disediakan untuk para korporasi dengan dibuatkannya UU Omnibus Law. Nantinya asing akan bebas mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia.
Selain itu, dengan dalih demi pemerataan dan kesejahteraan rakyat maka ibu kota dipindahkan. Lantas, nanti jika ibu kota sudah pindah apakah akan menjamin perekonomian akan merata dan bangkit? Karena akan terbuka banyak lapangan pekerjaan, namun disisi lain tenaga kerja asing juga masif masuk ke Indonesia. Makin nampak jelas keberpihakan negara pada para kapitalis. Karena dibalik investasi dalam pembangunan tersebut pastinya tidaklah gratis. Pastinya akan berorientasi pada profit dari eksploitasi kekayaan alam di IKN baru. Maka wajar banyak negara asing berlomba-lomba untuk berinvestasi di IKN baru ini.
Investasi Asing dalam Islam
Sejatinya investasi adalah jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang muslim. Sehingga haram hukumnya investasi asing dalam Islam. Dengan adanya proyek investasi ini para korporasi penjajah akan memonopoli sumber daya alam negeri ini, sehingga umat bertambah sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Padahal, tegas Allah melarang untuk memberikan jalan kepada orang kafir. Karena jika itu dibiarkan akan menjadi celah untuk mendominasi kaum Mukmin. Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 141)
Sejatinya perkara perpindahan ibukota bukan sesuatu yang baru dalam sistem pemerintahan Islam. Setidaknya sejarah mencatat ibukota negara Islam (Khilafah) terjadi sebanyak 4 kali, yaitu dari Madinah ke Damaskus. Kedua, dari Damaskus ke Baghdad. Ketiga, dari Baghdad ke Kairo. Keempat, dari Kairo ke Turki. Dan yang menjadi alasan perpindahan ibukota karena pertimbangan politik. Karena dengan perencanaan yang matang dan memperhatikan aspek pertahanan dan keamanan dari ancaman dan serangan musuh.
Jika ibu kota harus pindah, pastinya pendanaan murni diambil dari Baitul mal negara Islam (Khilafah). Dana yang ada di Baitul mal berasal dari ghanimah, fa'i, khoroj, usriyah, jizyah dan dari kekayaan alam yang dikelola oleh negara.
Demikianlah, sudah selayaknya umat ini menyadari ada bahaya mengancam dibalik investasi Asing yang masuk dalam pembangunan IKN. Sehingga wajib kita tolak segala bentuk investasi asing, sebab sejatinya itu hanyalah kedok untuk menjajah negeri ini. Marilah kita bersungguh-sungguh memperjuangkan agak tegak kembali sistem Islam (khilafah), yang melindungi umat dari kafir penjajah. Sistem ini adalah satu-satunya sistem yang akan menerapkan Islam secara keseluruhan (kaffah).(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Sudah Serap Anggaran Rp 836 Miliar, Bendungan Sepaku Semoi Belum BIsa Suplai Air ke IKN
- OIKN Jelaskan Penyebab dan Upaya Penanganan Banjir di Sepaku
- Desa Loh Sumber Dorong Regenerasi Petani Muda untuk Hadapi Persaingan Era IKN
- Wandi Sebut Dapil IV Siap Jadi Penyangga Pangan Utama untuk IKN
- AHY Dorong Pengusaha Kadin Berperan dalam Pembangunan IKN