Daerah

Atur Standar Satuan Harga Seragam dan Atribut, Disdikbud: Biaya Psikotes dan Asuransi Tidak Perlu

Kaltim Today
21 Juli 2025 19:06
Atur Standar Satuan Harga Seragam dan Atribut, Disdikbud: Biaya Psikotes dan Asuransi Tidak Perlu
Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Komisi IV DPRD Samarinda bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) menggelar rapat dengar pendapat (hearing) untuk membahas polemik harga seragam sekolah yang ramai dikeluhkan masyarakat. 

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Wali Kota Samarinda setelah menerima laporan langsung dari orangtua siswa mengenai mahalnya atribut sekolah di sejumlah sekolah dari berbagai jenjang.

Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin, menyampaikan bahwa pihaknya telah merumuskan konsep standar satuan harga (SSH) perlengkapan sekolah, termasuk seragam dan atribut lainnya. Konsep SSH tersebut telah diserahkan kepada Wali Kota Samarinda sebagai rekomendasi kebijakan untuk ditinjau lebih lanjut sebelum diumumkan ke publik.

“Kita sudah serahkan konsepnya ke Pak Wali pagi tadi. Sekarang kami menunggu persetujuan beliau. Harapannya minggu ini bisa diselesaikan dan segera disosialisasikan ke seluruh sekolah sebagai acuan,” ujarnya ditemui selepas rapat Senin (21/7/2025).

Menurut Asli, lonjakan harga bukan hanya terjadi pada seragam, tetapi juga pada atribut lain seperti buku kesehatan yang seharusnya hanya seharga Rp13 ribu, namun dijual hingga Rp50 ribu.

"Harga yang tidak wajar itu yang kemudian dikeluhkan oleh orang tua. Makanya kami siapkan rentang harga yang masuk akal, berdasarkan survei online dan tentunya juga memperhitungkan biaya kirim serta margin koperasi," jelasnya.

Asli menekankan bahwa koperasi sekolah seharusnya tidak menjadikan kegiatan penjualan sebagai ladang keuntungan besar. “Sudah sering kami tekankan bahwa koperasi jangan mengambil untung besar. Kalau perlu, harga disamakan saja dengan pasar,” tegasnya.

Berbeda dengan seragam olahraga dan batik, dalam rekomendasi Disdikbud kepada Wali Kota Samarinda, ia menyebut PDH dan almamater sekolah menjadi dua barang yang tidak lagi menjadi wajib.

"Item lain di luar daftar yang kami susun tidak boleh ditambahkan, seperti psikotes atau asuransi, itu tidak perlu ada," imbuhnya.

Terkait sekolah yang sudah lebih dulu melakukan kegiatan jual beli seragam dan atribut, Asli menyebut pihaknya akan memberi perlakuan khusus sesuai arahan. 

“Bagi sekolah yang sudah melakukan jual beli dan harganya di bawah dari konsep SSH yang kami tetapkan tentu tidak masalah, tapi sebaliknya yang harganya melebihi SSH yang ditetapkan maka kami akan beri treatment khusus.”

Jika rekomendasi yang diusulkan pihaknya disetujui oleh Wali Kota Samarinda, maka beberapa komponen yang akan ditanggung melalui pendanaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) misalnya seperti buku catatan kesehatan, kartu pelajar/kartu perpus, sampul rapot, serta panduan MPLS.

Adapun hingga saat ini, Asli mengakui bahwa Pemkot Samarinda belum menganggarkan dana khusus dari APBD untuk pengadaan seragam. Namun Asli berharap ke depan, kebutuhan seperti seragam olahraga dan batik bisa dibiayai melalui APBD agar meringankan beban orang tua.

Ia juga memastikan bahwa pembiayaan yang akan diusulkan tidak akan membebani dana BOS baik dari pusat maupun daerah, karena sudah diperhitungkan agar proporsional dan efisien.

“Kita belum menganggarkan karena kemarin fokus penyelesaian LKPD. Tapi semoga tahun depan bisa diambil alih oleh APBD, khususnya untuk baju olahraga dan batik,” tutup Asli.

[NKH | RWT]



Berita Lainnya