Daerah

Delapan Kali Penertiban Ex Bandara Temindung Tetap Jadi Sarang Narkoba, Satpol PP Kaltim Minta Pembongkaran

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 08 November 2025 15:41
Delapan Kali Penertiban Ex Bandara Temindung Tetap Jadi Sarang Narkoba, Satpol PP Kaltim Minta Pembongkaran
Bekas Bangunan Fire Station yang menjadi sarang penyimpangan di kawasan Temindung Creative Hub, Jalan Pipit Samarinda. (Defrico/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Penertiban ex Bandara Temindung Samarinda seringkali ditertibkan oleh pihak Satpol PP, atas aduan masyarakat terkait penyalahgunaan narkoba di kawasan tersebut. Bangunan kosong di Jalan Pipit, Kecamatan Sungai Pinang itu telah berubah menjadi ruang gelap penyalahgunaan narkoba, terutama oleh remaja usia sekolah.

Dari temuan yang didapat, ada sejumlah jarum suntik, alat hisap sabu (bong), sisa lem, dan perlengkapan pakai narkotika ditemukan berserakan di dalam gedung.

“Kemungkinan pelakunya masih remaja usia 14–17 tahun. Mereka sudah sering terjaring. Kami akan lakukan operasi senyap lagi, dan tes urine langsung di BNN. Yang positif akan segera asesmen,” ujar Kepala Bidang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat (Trantibum) Satpol PP Kaltim, Edwin Noviansyah Rachim.

Bangunan yang sebelumnya merupakan bagian dari fasilitas Bandara Temindung itu ditinggalkan begitu saja sejak bandara resmi tutup pada 2018. Sejak itu, gedung yang tidak lagi dijaga berubah fungsi secara liar.

Dulunya menjadi tempat para tongkrongan remaja, lambat laun berkembang menjadi ruang penggunaan dan kemungkinan transaksi narkoba.

“Kami sudah delapan kali melakukan penertiban. Tapi setiap ditinggal, aktivitasnya kembali lagi. Di tempat yang sama, dengan pola yang sama,” sebutnya.

Satpol PP Kaltim mengaku sudah menyetor laporan resmi ke BPKAD sebagai pemilik aset bangunan. Semua bukti, dokumentasi, hingga catatan penggerebekan dilampirkan. Masalahnya justru pada status hukum aset pemerintah. 

Gedung itu tidak bisa dihancurkan begitu saja karena harus melalui proses resmi, termasuk penilaian aset oleh DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara).

“Kami maunya bangunan itu dihancurkan. Tapi BPKAD tidak bisa bertindak tanpa perhitungan apresial dari DJKN. Itulah yang belum ada,” tutup Edwin.

[RWT] 



Berita Lainnya