Opini

Hukum Perkawinan Beda Agama

Kaltim Today
06 Desember 2024 12:42
Hukum Perkawinan Beda Agama

Oleh: Muhammad Randy Pratama Lubis, Annisa Fitria Noviyanti, Muhammad Mirza Pratama, Aditya Samudra Ramadhan, Haikal Ramadhan, Michelle Puji F Baroman (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman dan Anggota Kelompok 3)

Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat (misāqan ghalīzhan) untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan ibadahnya. Perkawinan bertujuan untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Sakinah artinya ketentraman, Mawaddah artinya kasih sayang dan Warahmah artinya rezeki/rahmat.

Pada pasal 4 Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1/1974 Tentang Perkawinan. Undang-undang 1/1974 dan hukum Islam memandang bahwa perkawinan itu tidak hanya dilihat dari aspek formal semata-mata, tetapi dilihat juga dari aspek agama dan sosial.

Aspek agama sangat menjunjung tinggi sah-nya perkawinan yang sesuai dengan sunnah dalam Islam dan aspek formal adalah menyangkut mengenai adminstratif negara yaitu pencatatan di KUA dan DISDUKCAPIL.

Menurut ajaran Islam, pernikahan beda agama dilarang secara tegas. Telah dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi

وَلََ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنََّّۗ وَلَََمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ منْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْْۚ وَلََ تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى

ىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِِۖ وَ اللُّٰٰۤ يُؤْمِنُوْاَّۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ منْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمَّْۗ اُول يَدْعُوْْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِࣖ بِاِذْنِهْٖۚ وَيُبَي نُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ٢٢١ ۝

Artinya: “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Pernikahan Beda Agama menjadi isu yang tidak ada selesainya dalam perdebatan. Indonesia, sebagai negara majemuk memiliki 6 agama yang diakui oleh Negara yaitu Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Hal ini menjadi salah satu faktor banyak terjadinya Pernikahan Beda Agama di Indonesia. 

Pernikahan Beda Agama Perspektif Islam

Dalam perspektif agama Islam, jelas bahwa pernikahan beda agama dilarang secara tegas melalui ayat-ayat yang ada pada Al-Quran seperti yang ada pada Al-Baqarah ayat 221, An-Nur ayat 3, Al-Mumtahanah ayat 10 dan beberapa surah lainnya yang juga menyinggung tentang pernikahan beda agama.

Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk menikahi seseorang yang seagama dan seiman dengan kita sebagai umat muslim yang dikatakan dalam sebuah hadits:

“Nikahilah seorang wanita itu karena empat hal, hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya dan utamakan dia yang beragama (menjalankan agama), kamu akan beruntung.” (HR Bukhari Muslim)

Pernikahan Beda Agama Perspektif Negara

Undang-Undang Nomor 16/2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama. Hal ini berarti bahwa hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara jelas perkawinan beda agama, sehingga ada kekosongan hukum terkait.

Namun, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Hal ini berarti bahwa Undang-Undang Perkawinan menyerahkan hukum nikah beda agama kepada ajaran agama masing-masing dan pernikahan harus berlangsung kepada kedua mempelai yang mempunyai ajaran agama yang sama dalam tafsirannya.

Menurut Pasal 40 huruf (c ) Kompilasi Hukum Islam, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang tidak beragama Islam. Larangan serupa berlaku juga bagi wanita Islam. Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam menyatakan dengan tegas, bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Yang dirumuskan KHI mengenai perkawinan beda agama itu sebenarnya penegasan kembali Hasil Musyawarah Nasinal II tahun 1980 yang waktu itu masih dipimpin oleh Prof. HAMKA.

Selain itu, Fatwa MUI Nomor 4/2005 juga menegaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah. Hal ini lagi-lagi dipertegas dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 yang melarang Pengadilan Negeri (PN) untuk mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. SEMA ini diterbitkan pada 17 Juli 2023 sebagai respons atas putusan beberapa PN yang mengabulkan permohonan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan hukum positif.

Pro dan Kontra Pernikahan Beda Agama

Pro

Pernikahan beda agama sering kali dipandang negatif atau menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Indonesia, namun disetiap hal buruk pasti ada hal baiknya juga, seperti:

  • Kebebasan beragama sebagai warga negara Indonesia
  • Komitmen yang lebih kuat dan tidak dapat terpisah hanya karena beda keyakinan soal agama
  • Meningkatkan toleransi antar umat beragama di Indonesia
  • Menghasilkan keluarga yang multikultural, kaya akan keragaman agama dan budaya
  • Pelajaran nilai kemanusiaan terhadap umat agama lain
  • Kebebasan memilih pasangan

Kontra

Walau terdapat hal-hal positif dalam pernikahan beda agama, namun tetap saja suatu hal yang dilarang oleh agama, akan tetap menjadi larangan. Artinya terdapat lebih banyak kemudharatan dibanding manfaatnya. Yakni:

  • Sudah jelas dilarang oleh agama
  • Dapat menimbulkan perbedaan dalam nilai dan kepercayaan yang berisiko besar membuat konflik dalam rumah tangga
  • Dampak kebingungan identitas agama pada anak
  • Menimbulkan tekanan memilih agama pada anak
  • Masalah hukum
  • Risiko konflik keluarga besar kedua pasangan
  • Dipandang tabu oleh masyarakat

Kesimpulan

Pernikahan bukanlah suatu hal yang mudah karena butuh banyak pertimbangan dalam melaksanakannya dan tidak bisa jika hanya melihat dari satu aspek, melainkan harus mempertimbangkan aspek-aspek lain yang ada seperti aspek hukum, aspek agama, aspek negara dan lain sebagainya.

Pernikahan harus memiliki keabsahan dalam agama dan kepastian hukum pada negara sehingga dalam melaksanakannya harus sungguh-sungguh. Manusia tidak bisa memaksakan sesuatu apalagi jika telah secara tegas dilarang oleh agama dan negara. Terdapat lebih banyak hal buruk dan dampak-dampaknya yang ada dibanding hal baik jika melaksanakan pernikahan beda agama.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya