Daerah
Kasus TBC di Palaran Melonjak, Pansus IV DPRD Samarinda Dorong Penanggulangan Tidak Bergantung ke Global Fund
Kaltimtoday.co, Samarinda - Untuk melihat secara langsung kondisi penanganan penyakit Tuberkulosis (TBC) dan HIV/AIDS di Kota Tepian, Pansus IV DPRD Samarinda melakukan kunjungan lapangan ke Puskesmas Palaran. Wilayah Palaran menjadi sorotan karena mencatat beban kasus tertinggi dibanding kecamatan lain.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kerja Pansus IV dalam penyusunan Raperda Penanggulangan TBC dan HIV/AIDS. Menurutnya, langkah ini penting agar kebijakan daerah nantinya benar-benar berpijak pada kondisi lapangan.
“Puskesmas Palaran ini memiliki alat Tes Cepat Molekuler (TCM) dan membawahi tiga kelurahan dengan total penduduk mencapai 44 ribu jiwa. Beban layanannya jelas sangat tinggi,” ujar Puji Selasa (4/11/2025).
Berdasarkan laporan pimpinan Puskesmas, sejak Januari hingga Oktober 2025, tercatat lebih dari 50 pasien TBC, termasuk kasus TBC Resistan Obat (RO) dan TBC anak. Sekitar 40 pasien di antaranya hingga kini masih harus menjalani masa pengobatan.
Meski distribusi obat dari Dinas Kesehatan berjalan lancar, Puji menilai masalah justru muncul pada tahap pencegahan. Banyak keluarga pasien menolak terapi pencegahan TBC, meskipun hasil tes menunjukkan risiko penularan.
“Ini yang jadi kendala. Mereka merasa sehat karena hasil tesnya negatif, jadi enggan minum obat pencegahan selama tiga bulan. Padahal TBC laten itu justru berbahaya, seperti bom waktu. Tidak bergejala, tapi bisa ikut menularkan,” tegasnya.
Puji mengingatkan, jika kasus TBC laten meledak, daerah dengan anggaran terbatas seperti Samarinda akan kesulitan menangani dampaknya. Selain masalah kesehatan, hal itu bisa berujung pada masalah sosial dan ekonomi, terutama bagi warga yang kehilangan produktivitas akibat sakit.
Kekhawatiran lain datang dari tingginya kasus HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Palaran. Bahkan ditemukan kasus IMS pada remaja berusia 13 tahun.
“Itu menandakan adanya pergaulan bebas dan risiko penularan tinggi. Dampak sosialnya besar sekali,” kata Puji.
Ia juga menyoroti ketergantungan pemerintah terhadap bantuan pendanaan yang berasal dari lembaga internasional seperti Global Fund. Menurutnya, jika dukungan itu berhenti, penanganan penyakit menular akan terganggu.
“Ya selama ini memang kita dibantu. Tapi mereka bisa menarik dukungan kapan saja. Pemerintah harus mandiri. Raperda ini kami dorong agar pemerintah daerah lebih siap dan punya keberpihakan anggaran yang jelas,” ucapnya.
Menurutnya, berbagai peraturan mulai dari undang-undang hingga perwali tidak akan berarti tanpa implementasi di lapangan. Pemerintah perlu memperkuat tenaga kesehatan, edukasi masyarakat, serta menjamin perlindungan terhadap pasien.
Ia berharap, raperda yang tengah digodok DPRD bisa menjadi langkah awal memperkuat komitmen Samarinda menuju bebas TBC dan HIV/AIDS, meski target 2030 diakui bukan perkara mudah.
“Tidak bisa memaksa orang berobat karena itu hak asasi. Tapi masyarakat harus diedukasi bahwa TBC dan HIV bisa ditangani tanpa rasa malu,” tutup Puji.
[NKH]
Related Posts
- Bea Cukai Samarinda Tingkatkan Pelayanan Ekspor Lewat Sistem Online “Si Pesut”
- Peredaran Uang Palsu Bikin Kesal Pedagang Loa Bakung, Polisi Belum Dapat Laporan
- IKN Disebut Ghost City Media Asing, Komisi II DPR Kritik Pola Komunikasi Otorita
- Kritik Keras Dana Nganggur, Menkeu Purbaya Minta Maaf ke KL/Pemda: Tapi yang Benar Lah Habiskan Tuh Duit!
- Prakiraan Cuaca Samarinda dan Sekitarnya Hari Ini, Selasa, 4 November 2025









