Daerah

Kuasa Hukum Nilai Eks Anggota Polisi Penjual Senpi Rakitan Berpotensi Kuat Dipidana, Bukan Sekadar PTDH

Claudius Vico Harijono — Kaltim Today 19 November 2025 05:09
Kuasa Hukum Nilai Eks Anggota Polisi Penjual Senpi Rakitan Berpotensi Kuat Dipidana, Bukan Sekadar PTDH
Rekonstruksi kasus penembakan yang berlangsung di halaman Polresta Samarinda. (Vico/Kaltim Today)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Kuasa hukum keluarga korban penembakan, Agus Amri, menilai mantan anggota Polri yang diduga menjual senjata api (senpi) rakitan kepada pelaku utama dalam kasus penembakan pengunjung tempat hiburan malam (THM) di Jalan Imam Bonjol memiliki potensi besar untuk dijerat pidana. Ia menegaskan, tindakan tersebut tidak cukup hanya diselesaikan melalui sanksi etik atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Menurut Agus, penjualan senjata api rakitan tanpa izin merupakan tindak pidana serius yang berdiri sendiri, terlepas dari apakah senjata tersebut digunakan untuk kejahatan atau tidak.

“Menjual senjata api rakitan tanpa izin adalah tindak pidana berat. Tidak perlu menunggu apakah senjata itu dipakai membunuh atau tidak, perbuatannya sudah memenuhi unsur pidana,” ujarnya.

Agus merujuk pada Undang-Undang Darurat Nomor 12/1951, yang secara tegas mengatur ancaman pidana bagi siapa saja yang tanpa hak membuat, menyerahkan, atau menguasai senjata api.

“Pasal 1 ayat (1) UU Darurat 12/1951 mengancam pelaku dengan pidana mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun. Jadi sekadar menyerahkan atau menjual senjata api ilegal saja sudah sangat jelas bisa dipidana berat,” tegasnya.

Lebih jauh, Agus menyebutkan adanya kemungkinan penerapan pasal penyertaan apabila penyidik dapat membuktikan adanya hubungan antara penjualan senpi dan aksi penembakan.

“Jika dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan tahu atau patut menduga senjata itu akan digunakan untuk kejahatan, ia bisa dijerat Pasal 55 atau Pasal 56 KUHP. Bahkan bisa dikaitkan dengan Pasal 338 atau 340 KUHP bila kesengajaan atau pengetahuan itu terbukti,” jelasnya.

Namun Agus mengakui, dalam praktik penegakan hukum biasanya pasal penyertaan baru dapat dikenakan bila ada bukti kuat mengenai keterlibatan atau pengetahuan pelaku atas tindak pidana yang terjadi. Bila tidak, penjual senpi ilegal tetap dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Darurat.

Agus menegaskan bahwa PTDH bukanlah penyelesaian akhir. Sanksi etik itu hanya berlaku di internal Polri, sementara proses pidana harus tetap berjalan.

“PTDH hanya sanksi etik. Itu tidak menghapus pidana. Jadi keduanya harus berjalan paralel,” katanya.

Ia menegaskan kembali bahwa eks anggota polisi tersebut berpotensi kuat dijerat hukuman maksimal.

“Jelas, menjual senjata api rakitan tanpa izin bisa dikenai hukuman sampai 20 tahun penjara. PTDH hanyalah konsekuensi tambahan atas pelanggaran etik, bukan pengganti proses hukum,” pungkasnya. 

[RWT] 



Berita Lainnya