Daerah

Mengenal I Nyoman Alim Mustapha, ''Si Kepala Batu'' Legendaris Perancang Pilar Asoka di Vihara Nanamsavara Bontang

Fitriwahyuningsih — Kaltim Today 05 Juni 2025 07:18
Mengenal I Nyoman Alim Mustapha, ''Si Kepala Batu'' Legendaris Perancang Pilar Asoka di Vihara Nanamsavara Bontang
I Nyoman Alim Mustapha. (Istimewa)

BONTANG, Kaltimtoday.co - I Nyoman Alim Mustapha muda pernah menanamkan satu janji pada dirinya sendiri, yang terus menjadi pedoman hidupnya hingga kini. Kala masih seorang remaja 15 tahun, dia meminta dan berjanji, bila kelak Tuhan menganugerahinya suatu kepintaran, apapun itu bentuknya, ia akan membagikan segala yang diketahuinya itu pada siapa pun, ke penjuru bumi manapun, dengan kesungguhan dan penuh keikhlasan. 

Tentu saja ikrar itu tak datang dari ruang hampa, ada hal yang membuatnya hadir. Semua itu bermula ketika Nyoman muda memutuskan hijrah dari Bali ke Jawa pada 1967. Perjalanan meninggalkan tanah kelahiran bagi seorang remaja 15 tahun bukanlah hal mudah. Terlebih, kala itu  Nyoman menempuhnya dengan berjalan kaki, seorang diri, tanpa banyak petunjuk tentang apa yang mesti dilakukannya di tanah asing. 

Dalam perjalanan itu, kepala Nyoman disesaki pertanyaan, yang semuanya tak menemukan jawaban. Dalam perjalanan itu pula, ia menghadapi fakta bahwa memperoleh suatu kepintaran, keahlian, rupanya tidak mudah. Tak semua orang mau membagi yang diketahuinya, terlebih pada orang asing. Padahal menurutnya, kepintaran, yang termanifestasi dalam keahlian, pengetahuan, ilmu, atau pengalaman, mestinya disebarkan seluas-luasnya agar ia memberi manfaat bagi sesama, bagi kehidupan. 

''Saat itu saya katakan pada diri saya sendiri, “Ya Tuhan, jika engkau berikan kepintaran pada saya, kepintaran apapun yang kau berikan akan saya tularkan kepada siapa saja, ke seluruh muka bumi dengan sungguh-sungguh dan ikhlas,'' sebutnya. 

Menurut seniman pahat berusia 73 tahun ini, kunci hidup sejatinya sederhana sekali: ikhlas. Keikhlasan untuk menyebarkan pengetahuan dalam seni pahat itulah yang membuatnya mengembara ke banyak negara, sebut saja Vatikan, Australia, Afrika Selatan, Jerman, Belgia, Vietnam, dan Timor Leste. 

Bagi mereka yang tak familiar dengan seni pahat, nama I Nyoman Alim Mustapha barangkali terdengar asing. Namun, sudah ada ribuan karya seni seperti relief, miniatur bangunan bersejarah dan patung lahir dari tangan dingin Nyoman. Karya itu mejeng di lokasi keagamaan, hotel, pameran, hingga pusat-pusat kota yang menyimbolkan suatu ciri kota atau figur. Karya itulah yang bercerita betapa legendarisnya seniman kelahiran Bali ini. 

Beberapa karya Nyoman di antaranya empat ikon gerbang masuk menuju Candi Borobudur; patung Dewi Keadilan yang berdiri di depan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada; patung Nicolau Lobato di Dili, Timor Leste; Angkor Tomm, bagian dari Angkor Watt ukuran 1:1 di Pairi Daiza Zoo, Belgia; patung elang di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), teranyar dan cukup monumental, pengerjaan berbagai relief dan patung di Komplek Pagoda Tam Chuc, Hanoi, Vietnam. Untuk yang terakhir, Vietnam, Nyoman bahkan sudah mengerjakan project itu dalam 10 tahun terakhir. 

''Karena seni inilah saya sudah ke mana-mana. Ke Asia, Afrika, negara-negara di Eropa hampir semua sudah pernah didatangi,'' kata Nyoman kala ditemui di Bukit Nusantara Permai, Rabu (11/6/2025) siang. 

Namun sayangnya, kata Nyoman, minat masyarakat terhadap seni pahat terbilang sangat minim. Banyak yang menganggap remeh pemahat sebab ia cukup berbeda ketimbang pekerjaan lain: ia tak di dalam kantor, tak berseragam, dan tak memiliki jam rigid. 

Ketika awal datang ke Jawa, mulai mengenalkan dan mengembangkan seni pahat ke masyarakat sekitar, khususnya di tempatnya tinggal, Magelang, Jawa Tengah, Nyoman mengaku pernah mengajari sekitar seribuan orang untuk memahat. Namun jumlah peminatnya tak berkembang. Bahkan belakangan, kata Nyoman, saat ini hanya tercatat sekitar 300-an orang pemahat, itu pun usianya sudah di atas 40 tahun. Regenerasi pemahat muda stagnan. 

''Saya merasa sedih sekali. Sekarang pemahat yang sama saya sekitar 300 orang, usianya sudah di atas 40 tahun. Kalau orang-orang ini sudah tua semua, generasi selanjutnya sudah tidak ada,'' kata Nyoman yang kala itu ditemani salah seorang putrinya, Deasy. 

Merancang Pilar Asoka

Perjalanan ke banyak tempat di dunia, hingga karya yang masih terpelihara dan terus dibicarakan, itu juga yang mengantarkan Nyoman sebagai perancang pilar asoka dan berbagai ornamen di sekitar Komplek Bumi Nusantara Permai, Bontang. 

Pertemuan Nyoman dan Ketua Yayasan Nanasamvara Bontang, Sonny Lesmana, bermula ketika pembangunan Vihara Nanasamvara dimulai. 

 I Nyoman Alim Mustapha (kanan) dan Ketua Yayasan Nanasamvara, Sonny Lesmana (kiri), di depan rupang Buddha di depan Vihara Nanasamvara. (Fitri Wahyuningsih/Kaltim Today).

Saat itu, Sonny mencari seniman yang bisa mengerjakan rupang Buddha berwarna emas yang nantinya ditempatkan di sekitar vihara. Usai mencari, akhirnya Sonny menetapkan pilihan pada Nyoman. Ini tak lain karena ia terkesan dengan karya yang sudah dihasilkan Nyoman.

Singkat cerita, usai merampungkan pengerjaan rupang Buddha, satu waktu di 2024 Sonny mengunjungi Vietnam. Di sana, ia menyambangi komplek pagoda yang sebagian besar relief dan patungnya dikerjakan Nyoman. Kekaguman semakin membesar. Sonny lantas mengajak Nyoman mengerjakan hal serupa di Komplek Bumi Nusantara Permai, tempat Vihara Nanasamvara berdiri. Kesamaan visi dan misi membuat Nyoman menerima tawan Sonny.

Ada banyak yang akan dikerjakan di sekitar Komplek Bumi Nusantara Permai, namun yang paling terdekat ialah Pilar Asoka dan patung Buddha tidur. Keduanya ditarget rampung sekitar Oktober 2025.

Pilar Asoka yang akan dibangun di Komplek Bumi Nusantara Permai. (Fitri Wahyuningsih/Kaltim Today) 

Nyoman menjelaskan, Pilar Asoka yang bakal ada di Bontang kemungkinan jadi salah satu tertinggi di dunia. Sebab secara keseluruhan, ia memiliki tinggi sekitar 25 meter. Adapun struktur bangunan Pilar Asoka terdiri dari pondasi 3 meter, pilar penyangga 17 meter, patung singa (asoka) 2,5 meter, dan roda dharma 3 meter. Di bagian tangga, bakal ada ukiran batu atau relief yang menceritakan perjalanan hidup Buddha Gautama, sejak kecil hingga menemukan masa pencerahannya. Patung, patung singa, dan roda dharma menggunakan alumunium cor. Semua dipahat detil. Material dasar dari alumunium sebab ia berumur panjang, tidak akan korosi.

Kemudian, tak jauh dari Pilar Asoka, juga ada Buddha tidur dengan panjang sekitar 8 meter. Ia serupa dengan Patung Buddha tidur di Thailand, dimensinya saja lebih kecil.

Sekitar dinding Patung Buddha tidur, rencananya akan diisi dengan relief dengan cerita khas di Buddhisme. Juga menggunakan lava stone yang dihapat detil agar terlihat hidup dan estetik. 

Sementara untuk Patung Buddha tidur,  akan menggunakan material cor alumunium.  Bangunan penutupnya pun menggunakan material serupa. Material ini dipilih, selain berumur panjang, juga menunjang estetika.

''Kami ingin membuat suatu karya yang diingat di seluruh dunia. Bangunan yang dibangun harus terbuat dari material bagus, estetika kesenian juga bagus,'' beber Nyoman yang juga didampingi Ketua Yayasan Nanasamvara, Sonny Lesmana. 

Ditambahkan Nyoman, alasan dirinya bersedia menerima tawaran Sonny untuk merancang berbagai patung, relief, di sekitar Komplek Bumi Nusantara, karena adanya kesamaan visi. Sonny ingin mempersembahkan sesuatu bagi Bontang, sesuatu yang indah, yang bisa dikenal, dan semoga terus abadi dan dibicarakan. Itu selaras dengan semangat Nyoman yang ingin selalu menghasilkan karya terbaik dan abadi sepanjang masa. Laiknya Candi Borobudur yang hingga kini menjadi kebanggaan Indonesia. 

''Misi saya sejak kecil, kan, ingin menularkan ilmu kepada siapa saja di seluruh muka bumi. Karya ini upaya untuk terus memperkenalkan dunia pahat ke masyarakat,'' bebernya.

Dia menambahkan, misi Sonny yang ingin menjadikan kawasan ini sebagai wisata religius yang beda dan ikonik semakin menambah semangat Nyoman. Sebab, sebagai seorang seniman, tentu ia selalu ingin menghasilkan karya-karya terbaik, yang terus dibicarakan, abadi, dan memberi dampak positif bagi masyarakat. 

''Bontang ini, kan, kecil. Penduduknya tidak terlalu banyak, jadi kami tidak mau tanggung-tanggung dalam berkarya. Harus bagus, berbeda, dan terbaik di dunia. Ini bisa bantu masyarakat sekitar, bisa juga bantu Pemda setempat,'' tegasnya. 

Sementara itu, Sonny menambahkan, keberadaan Komplek Bukit Nusantara Permai yang di dalamnya terdapat wisata agro-religi, adalah persembahan yang ia berikan bagi Bontang. Ini adalah bentuk baktinya pada kota dan seluruh masyarakat Bontang.

Sonny bilang, tak ada kalkulasi bisnis muluk-muluk dari keberadaan agro-religi ini. Sebab bila harus hitung-hitungan, sudah banyak yang ia keluarkan sementara timbal baliknya nihil. Namun ia berharap,  kawasan ini kelak menjadi ikon baru yang membanggakan Bontang, bukan saja di regional Kalimatan Timur, tapi juga internasional.

''Ini persembahan saya kepada masyarakat Bontang,'' kata dia.

[RWT] 



Berita Lainnya