Opini

Menjawab Tantangan Learning Loss Saat Pandemi

Kaltim Today
29 Agustus 2021 08:19
Menjawab Tantangan Learning Loss Saat Pandemi
Guru SMP Negeri 12 Samarinda, Mohammad Makmun Qomar, M.Pd.

Oleh: Mohammad Makmun Qomar, M.Pd (Guru SMP Negeri 12 Samarinda)

PANDEMI Covid-19  menghantam kehidupan. Tatanan kehidupan tiba-tiba porak poranda. Angka kematian tiba-tiba melonjak dan sulit untuk dikendalikan, keadaan kehidupan menakutkan. Hal ini berakibat mobilitas manusia sangat terganggu.

Aktivitas manusia dibatasi, tidak boleh berkerumun, sehingga munculah kebijakan dari pemerintah tentang Social Distancing  atau pembatasan sosial. Sektor yang sangat terpukul oleh kebijakan Social Distancing  atau pembatasan sosial salah satunya adalah dunia pendidikan. 

 UNESCO menyebutkan  bahwa pandemi Covid-19  mengancam 577.305.660 pelajar dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas dan 86.034.287  dari pendidikan tinggi di seluruh dunia.

Inilah generasi-generasi mendatang yang terkena dampak langsung Covid-19  karena mereka tidak diizinkan belajar di sekolah atau di kampus. Sekolah dan kampus yang biasanya penuh dengan aktivitas belajar sekarang sepi bahkan ada beberapa sekolah yang sangat kotor penuh dengan sampah-sampah daun dan tumbuh semak belukar.

Para siswa salah satu kegembiraannya datang ke sekolah adalah bertemu dengan teman-temanya. Teman yang baik dapat meningkatkan mood, menurunkan stress dan depresi, meningkatkan percaya diri dan menghargai diri sendiri, memberi dukungan.

Banyak para siswa ke sekolah tidak ingin bertemu gurunya apalagi guru yang sulit untuk diajak dialog, tidak mau diajak kompromi, tidak humoris, suka berkata kasar. Siswa banyak datang ke sekolah bukan semata –mata untuk belajar di kelas tetapi mereka ingin bermain, bergerombol di kantin, atau rame-rame bolos sekolah. Apalagi saat pandemi ini sekarang ini interaksi guru dan siswa, sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan sangat menjemukan.

Pertemuan di dunia maya hampir tidak ada kemistri, tidak ada persambungan batin, tidak mengasyikan. Bagi siswa yang sering buat ulah di kelas, pertemuan lewat zoom sesuatu yang melelahkan, menjemukan, membuat ngantuk. 

Interaksi guru dan siswa secara langsung, baik itu diskusi di kelas, latihan kepemimpinan, belajar keagamaan, belajar mengembangkan karakter, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan menjadi sangat minim. Pembelajaran melalui internet kebanyakan hanya masalah materi pelajaran, masalah akademik.

Padahal, sekolah tidak hanya mengajar dan belajar tentang itu saja. Nilai persahabatan, kebersamaan, tempat berbagi cerita menjadi sangat sulit diejawantahkan dalam dunia yang terbatas itu. Hal-hal  ini tidak mustahil akan menjadi ancaman terjadinya learning loss kalau proses pembelajaran dan interaksi antar guru dan siswa masih terus terbatas.

Learning loss adalah hilangnya kesempatan belajar karena berkurangnya intensitas interaksi dengan guru dan siswa lain pada saat proses pembelajaran. Intensitas interaksi yang terbatas terutama guru dan siswa dapat mengakibatkan penurunan penguasaan kompetensi siswa. Guru  kesulitan untuk melakukan evaluasi, penguatan materi, dan pengembangan karakter siswanya. Interaksi guru dan siswa secara langsung saja masih banyak ditemui permasalahan apalagi kalau hanya bertemu di dunia maya. 

Saat pandemi sekolah harus memberikan pemaham tentang semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah. Orang tua, saudara, tetangga, teman  adalah guru. Gunung, jalan, tempat ibadah, pasar dan lain-lain adalah tempat untuk bersekolah.

Sekolah bukan hanya berupa gedung dengan meja kursi dan ada papan tulis atau media lainnya. Hal ini sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah maka learning loss bisa diminimalisir bahkan dihindari.

Dalam menyelesaikan ancaman loss learning pada dasarkan yang berada di garis terdepan  adalah dinas pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, orang tua dan siswa. Merekalah yang yang mempunyai tanggung jawab terhadap ilmu dan pengembangan kompetensi. Bagaimana mengkolaborasikan dan menyadarkan akan tanggung jawab masing-masing  dalam menyelesaikan tantangan ini. 

Proses Pembelajaran Saat Pandemi

Banyak pondok pesantren yang mana anak-anak tinggal disana dua puluh empat jam. Proses pembelajaran berjalan seperti biasa. Anak-anak tidak diperkenankan untuk keluar masuk kawasan pondok. Mereka masuk pondok harus sudah melakukan test antigen atau tes swab. Hal inilah yang membuat proses pembelajaran relatif aman dari ancaman virus Covid-19.

Sekolah-sekolah yang mahal, siswa dari kalangan ekonomi atas  proses pembelajaran saat pandemik ini menggunakan aplikasi google meet atau zoom, youtube, whatsapp atau aplikasi pendukung lainnya. Sekolah membuat jadwal pelajaran dengan waktunya. Guru memberikan materi pembelajaran dengan dengan bertatap muka dengan menggunakan aplikasi di atas. Mengumpulkan tugas dengan email. Absen, tugas, ulangan menggunakan google classroom. Bahkan ada sekolah menggunakan dua perangkat komputer yang satu dipergunakan untuk menangkap wajah peserta didik dan perangkat satunya diletakan di belakang atau samping siswa agar mengetahui aktivitas mereka yang sebenarnya. Apakah mereka sedang belajar atau membuka aplikasi lainnya. Adakah sekolah yang melaksanakan pembelajaran seperti ini. Hebat.

Sekolah-sekolah yang wali muridnya ekonomi baik yang biasanya menggunakan aplikasi zoom atau google meet, ataupun youtube. Proses pembelajarannya guru dan siswa bertatap muka secara langsung, walau berbeda tempat. Guru memberi materi dan siswa menerima materi pelajaran. Aplikasi whatsapp, email, google classroom juga dipergunakan. Permasalahannya  guru tidak tahu apa yang dilakukan oleh siswanya di rumah. Apakah siswa memperhatikan gurunya atau sedang membuka aplikasi lain.

Guru kadang-kadang lupa bahwa kemampuan rata-rata siswa untuk mendengar adalah 20 menit awal setelah itu kemampuan mereka akan menurun.  Hal ini akan diperparah apabila guru tidak melakukan element of surprise, terlalu banyak bicara, model pembelajaran monoton. Hal ini akan menyebabkan siswa bosan untuk belajar.

Bagaimana dengan guru yang interaksi mengajarnya hanya menggunakan aplikasi whatsapp. Guru memberi materi dalam bentuk pdf atau bentuk lain dan memberi tugas. Komunikasi terbatas hanya tulisan.

Guru dan siswa tidak ada timbal balik, siswa kesulitan untuk bertanya dan guru kesulitan untuk mengetahui pemahaman siswanya. Guru juga tidak pernah melakukan refleksi, tidak mengetahui kelebihan dan kelemahannya. Tugas guru hanya memberi materi dan menilai tugas yang dikirim. 

Di belahan lain  masih ada guru yang tidak dapat menggunakan aplikasi whatsapp untuk proses pembelajaran. Bagaimana beliau melakukan pembelajaran. Bertatap muka tidak boleh, menggunakan aplikasi tidak bisa. Padahal waktu terus berjalan. Kalau ada guru yang seperti ini dan tidak ada guru lain yang membantu dapat dipastikan pembelajaran beliau pasti tidak tersampaikan yang berarti kompetensi dasar tertinggal. Sekolah harus mempunyai kebijakan, siswa dapat mengambil materi, tugas dan mengumpulkan di sekolah di hari yang telah dijadwalkan.

Sekolah-sekolah yang sulit dengan sinyal internet maka proses pembelajaran adalah dengan wali murid atau siswa dengan dijadwal secara khusus untuk mengambil materi, tugas secara langsung di sekolah ataupun saat itu juga mengumpulkan tugas pada pertemuan minggu yang lalu. Siswa yang tidak mengambil atau mengumpulkan tugas, guru mendatangi ke rumah siswa. Tugas guru sekalian home visit mengetahui permasalah pada siswa, walau kadang-kadang ada juga wali murid yang terganggu dengan kehadiran guru di rumahnya. Mengapa, karena rumah wali murid kecil sehingga saat guru melakukan penguatan materi yang memerlukan waktu beberapa menit itu, mereka tidak dapat melakukan aktivitas yang lainnya. Kondisi wali murid beraneka ragam ada yang suka dan tidak saat guru datang ke rumah. Inilah wajah wali murid kita.

Gambaran-gambaran di atas adalah sebagian proses pembelajaran yang sering ditemui saat pandemi. Banyak para guru masih berpikir proses pembelajaran sama seperti sebelum pandemi, saat semuanya masih normal. Kurikulum darurat/kurikulum saat pandemi  yang semestinya menjadi kiblat  proses pembelajaran yang harus dilakukan. Penguasaan guru terhadap kompetensi dasar menjadi sangat wajib untuk dibermaknai dan dikolaborasi dengan terhadap kurikulum darurat. Sehingga tidak ada lagi guru yang memaksakan seluruh materi pelajaran harus semua tersampaikan kepada siswa.

Pengawasan dan pembinaan dari Pengawas Sekolah selama pandemi harus diakui sangat lemah. Padahal para guru harus ditemani dalam proses pembelajaran jarak jauh ini. Jangan biarkan guru berjalan sendiri, mencari jalan sendiri dan mungkin kadang jalannya salah. Guru perlu mendapatkan evaluasi konstruktif, pembinaan, dialog sehingga kekhawatiran bahwa pembelajaran selama pandemi ini tidak efektif dapat diminimalisir. 

Dunia makin terbuka dengan adanya internet, guru harus membuka diri, guru harus belajar. Guru harus adaptif. Belajar dimana saja, saat ini internet banyak menyuguhkan model model pembelajaran yang bisa dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak menjemukan. Konsep pembelajaran  daring, blended dan hybrid learning model-model yang sesuai dengan masa pandemi. Metode pembelajaran tersebut menjadi kewajiban guru untuk mempelajari karena situasi seperti sekarang kapan akan berakhir tidak ada yang tahu. Dengan pemahaman terhadap metode pembelajaran yang sesuai saat pandemi akan banyak membantu para guru dalam proses pembelajaran.

Wali Murid, Anak dan Fasilitasnya

Dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Belajar Dari Rumah (BDR) selama masa pandemi, ternyata ditemukan sisi positif, siswa  belajar banyak hal yang tidak pernah dipelajari selama di sekolah. Siswa belajar tentang makna hidup dan kehidupan, belajar tentang karakteristik anggota keluarganya. Belajar tentang ketangguhan hidup dengan menekan keinginan untuk bermain karena harus terus menerus berada di rumah. Siswa menjadi lebih dekat dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya serta lingkungannya. Sungguh, ini makna belajar yang tidak boleh diabaikan.

Pembelajaran di rumah juga membawa efek negatif yang tidak kecil. Saat mereka diberi fasilitas handphone secara penuh waktu, mereka tidak terkendali saat menggunakan handphone. Anak bebas berselancar di dunia maya. Wali murid dengan kesibukannya tidak sempat mengawasi anak-anaknya dalam mempergunakan handphonenya. Wali murid tidak mau tambah sibuk hanya persoalan ini. Sehingga mereka tidak mengetahui dengan pasti kegiatan anaknya dengan handphone yang ada dalam genggamannya. Apakah mereka sedang belajar atau bermain. 

Dialog antara orang tua dan anak adalah solusi tepat untuk mengendalikan efek negatif pemakaian handphone. Orang tua melakukan pengawasan atau pembatasan pemakaian handphone adalah salah satu solusi untuk mengurangi efek negatif. Tidak mudah melakukan hal ini karena mereka sudah terlanjur merasakan keasyikan  bermain dengan imajinasinya dalam dunia game. Demi sebuah kebaikan tidak ada yang terlambat untuk bergerak sebelum semuanya menjadi penyesalan.

Wali murid dan guru harus menjalin keharmonisan dalam mengawal anak-anak dalam pembelajaran. Guru yang baik adalah apabila menemui masalah terhadap siswa dan tidak dapat diselesaikan oleh siswa tersebut sebaiknya menghubungi wali muridnya. Komunikasi memegang kendali utama terhadap proses ini. Masing-masing memahami tanggung jawabnya. Komunikasi dengan wali murid diakui tidak gampang karena karakter wali murid beraneka ragam.

Permasalahan wali murid tidak sedikit apalagi kalau masalah ekonomi menghadangnya, biasanya melepas tanggung jawabnya terhadap perkembangan proses pembelajaran anak-anaknya. Inilah saatnya guru turun gunung, berdialog dengan wali murid akan tanggungjawabnya mengawal anak-anaknya dalam proses pembelajaran. 

Pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, komite sekolah, tenaga kependidikan, wali murid dan siswa harus terbuka dan membuka diri terhadap tantangan ini, mereka adalah orang-orang penting di sekolah. Mereka harus mencari solusi bukan mengeluh yang tidak akan menyelesaikan masalah. Kehidupan terus berjalan maka songsong hari ke depan dengan lebih kreatif, inovatif, adaptif, visioner, dan kolaboratif. Dengan itu ancaman learning loss dapat diminimalisir bahkan ditemukan jawabannya. (*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co



Berita Lainnya