Politik

Pandangan Pengamat: Banjir Samarinda Tak Cukup Diatasi dengan Pengerukan Sungai Mahakam

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 01 November 2025 20:36
Pandangan Pengamat: Banjir Samarinda Tak Cukup Diatasi dengan Pengerukan Sungai Mahakam
Pengamat Universitas Mulawarman Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, Warsilan. (Defrico/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda — Persoalan banjir di Kalimantan Timur (Kaltim), khususnya di Kota Samarinda, belakangan ini kembali menuai perhatian publik. Beragam solusi yang ditawarkan oleh kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kota, turut menjadi bahan perbincangan.

Sebelumnya, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud mengusulkan pengerukan Sungai Mahakam sebagai langkah konkret untuk mengurangi risiko banjir. Menurutnya, sedimentasi yang menumpuk selama dua dekade terakhir menyebabkan kapasitas tampung sungai tersebut terus menurun.

Usulan itu disambut oleh Wali Kota Samarinda Andi Harun. Ia mengapresiasi gagasan gubernur, namun menilai pengerukan Sungai Mahakam bukan solusi utama untuk pengendalian banjir di Kota Tepian.

Andi Harun menilai, langkah tersebut lebih relevan untuk kepentingan pelayaran dibandingkan pengendalian banjir. Sebab, beberapa insiden kapal tersangkut di dasar sungai memang pernah terjadi akibat pendangkalan. Sebaliknya, ia menilai pengerukan Sungai Karang Mumus (SKM) justru akan memberikan dampak lebih besar terhadap pengendalian banjir di Samarinda.

Pengamat Universitas Mulawarman di Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, **Warsilan**, menilai adanya perbedaan persepsi antara pemerintah kota dan provinsi. Gubernur menekankan normalisasi Sungai Mahakam, sedangkan Wali Kota lebih fokus pada penanganan banjir di wilayah perkotaan secara keseluruhan.

“Pengendalian banjir di Samarinda sangat dipengaruhi oleh pengerukan Sungai Karang Mumus (SKM), serta sungai-sungai kecil lainnya,” imbuhnya.

Warsilan menjelaskan, dalam penanganan banjir perlu memahami karakteristik daerah aliran sungai (DAS) secara menyeluruh. Penanganannya harus simultan, terpadu, dan berbasis pada karakteristik aliran sungai.

“Salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah pembangunan embung, yakni wadah penampungan sementara yang menahan air dari hulu agar tidak langsung turun ke bawah,” tuturnya.

Ia menambahkan, ketika terjadi pasang air dan hujan deras secara bersamaan di Samarinda, genangan banjir hampir tak bisa dihindari.

“Kalau hujan terjadi saat air sungai sedang tinggi, genangan bisa bertahan selama berjam-jam. Pompa air pun sering tidak berfungsi optimal karena posisi air sungai lebih tinggi dari saluran pembuangan kota,” tambahnya.

Kendati begitu, Warsilan menilai persoalan banjir di Samarinda membutuhkan waktu panjang untuk diselesaikan. Saat ini, upaya pemerintah baru sebatas **meminimalkan waktu surut** saat banjir terjadi di titik-titik rawan genangan.

“Maka perlu kolaborasi yang baik antara pemerintah provinsi dan kota dalam penanganan masalah banjir ini,” tutupnya.

[RWT]



Berita Lainnya