Opini
PBAK yang (Tak) Ramah Lingkungan: Menggugah Kesadaran Warga Kampus
Oleh: Hudriansyah (Dosen UINSI Samarinda)
Baru-baru ini, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda sukses menggelar Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) untuk menyambut mahasiswa baru angkatan 2023. Selama empat hari, mahasiswa baru diajak menjelajahi aspek-aspek kehidupan kampus sebelum memulai perkuliahan resmi. Meskipun demikian, di balik suksesnya penyelenggaran PBAK tahun ini, ada beberapa catatan penting yang layak kita renungkan bersama, yaitu soal kesadaran lingkungan warga kampus.
Di tengah kompleksitas tantangan lingkungan yang semakin meningkat, kampus sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang tidak dapat diabaikan dalam membentuk kesadaran lingkungan pada generasi muda. Kampus sebagai tempat di mana ilmu pengetahuan, etika, dan norma sosial seharusnya menjadi panduan, juga harus menjadi contoh dalam menerapkan nilai-nilai keberlanjutan. Namun, tidak jarang ada praktik-praktik yang kontraproduktif, bahkan bertentangan dengan semangat keberlanjutan, seperti yang terjadi pada pelaksanaan PBAK tahun 2023 ini. Dalam praktiknya, terdapat kasus di mana kampus justru memperkenalkan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan tujuan tersebut. Salah satu contoh yang dapat dicermati adalah ketika mahasiswa baru diwajibkan membawa berbagai perlengkapan berbahan plastik seperti botol kemasan dan makanan ringan.
Dalam konteks ini, jika kita mencermati praktik yang meminta setiap mahasiswa baru untuk membawa makanan ringan serta dua botol air kemasan 1.5 liter setiap hari, dengan jumlah populasi mahasiswa baru mencapai 1425 orang, dampak lingkungan yang ditimbulkan sangatlah signifikan. Belum lagi diperparah dengan akumulasi sampah komsuntif lainnya. Ini adalah contoh nyata bagaimana suatu kebijakan kecil dalam tatanan akademik dapat memiliki dampak besar pada lingkungan.
Literasi Sampah
Apa yang terjadi di PBAK UINSI Samarinda besar kemungkingan juga terjadi di kampus-kampus lain di Indonesia. Salah satu akar masalahnya terletak pada rendahnya kesadaran literasi sampah kita. Padahal, masalah literasi sampah telah menjadi tantangan global yang perlu ditangani secara serius. Literasi sampah mengacu pada pemahaman tentang berbagai aspek terkait sampah, termasuk pengurangan, daur ulang, pemilahan, dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.
Plastik, terutama plastik sekali pakai seperti botol air kemasan dan kemasan makanan ringan, telah lama menjadi musuh lingkungan. Mereka memerlukan waktu ratusan tahun untuk terurai dan selama itu mereka mencemari lingkungan baik di darat maupun di lautan. Plastik juga berperan dalam degradasi ekosistem laut, mengancam kelangsungan hidup berbagai spesies, termasuk ikan, burung laut, dan mamalia laut yang sering kali terjebak dalam sampah plastik.
Praktik mengharuskan mahasiswa membawa botol berbahan plastik dan makanan kemasan setiap hari dengan jumlah yang besar hanya akan memperparah permasalahan ini. Selain dampak langsung pada lingkungan, praktik semacam ini juga memberikan pesan yang tidak konsisten dengan nilai-nilai keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Kampus seharusnya menjadi tempat di mana mahasiswa dilatih untuk menjadi pemimpin masa depan yang peduli dengan isu-isu global, termasuk lingkungan. Dengan memperkenalkan praktik-praktik yang jelas tidak ramah lingkungan, kampus justru membiarkan tumbuhnya budaya konsumtif tak ramah lingkungan yang memiliki dampak jangka panjang.
Literasi sampah di kampus bukan hanya tentang bagaimana mengelola sampah dengan benar. Ini juga berkaitan dengan pengenalan nilai-nilai keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari di kalangan warga kampus. Dengan meningkatkan pemahaman tentang literasi sampah, warga kampus dapat berkontribusi dalam mengurangi jejak karbon, dan berkontribusi pada upaya global dalam menjaga keberlanjutan planet ini.
Dorongan Perubahan
Di tengah kritik terhadap praktik-praktik kampus yang bertentangan dengan semangat keberlanjutan, ada ruang bagi perubahan yang positif. Kampus dapat mengubah paradigmanya dalam tradisi pengenalan budaya akademik kepada mahasiswa baru dengan mengedepankan prinsip-prinsip lingkungan yang bertanggung jawab. Sebagai contoh, kampus dapat menggantikan botol air plastik dengan botol yang dapat diisi ulang, yang dapat digunakan berulang kali tanpa menghasilkan limbah plastik. Selain itu, langkah-langkah seperti menyediakan fasilitas pengisian ulang air minum dan mengurangi kemasan makanan sekali pakai dapat diadopsi. Visi "Kampus Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan" harus terintegrasi erat dengan kebijakan-kebijakan kampus. Penting untuk mencegah kampus-kampus menjadi sumber “produsen sampah” yang merusak lingkungan. Oleh karena itu, gerakan "zero waste" dan "zero plastic" harus menjadi komitmen mutlak yang dijalankan bersama.
Penting untuk diakui bahwa perubahan bukanlah tugas yang mudah. Pengenalan budaya akademik kampus yang ramah lingkungan bisa menjadi pintu pembuka. Tentu saja, ini membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak, termasuk manajemen kampus, fakultas, mahasiswa, dan staf. Langkah-langkah ini mungkin memerlukan investasi awal, baik dalam hal waktu maupun sumber daya, tetapi manfaat jangka panjangnya akan jauh lebih berarti.
Selain itu, edukasi dan kesadaran perlu ditingkatkan. Mahasiswa dan warga kampus dapat diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak lingkungan dari praktik-praktik konsumtif dan mengapa perubahan diperlukan. Kampus dapat menyelenggarakan seminar, lokakarya, kampanye atau kegiatan-kegiatan lain yang mendorong diskusi dan pemikiran kritis tentang isu-isu lingkungan.
Dalam era informasi saat ini, kampus juga dapat memanfaatkan platform digital dan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan tentang pentingnya keberlanjutan. Mereka dapat menciptakan kampanye yang menarik dan edukatif, melibatkan mahasiswa dalam gerakan untuk perubahan positif.
Pada akhirnya, Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) yang tak ramah lingkungan adalah tantangan yang harus dihadapi dengan kepemimpinan dan kreativitas. Meskipun dalam banyak kasus praktik semacam ini lebih merupakan tradisi atau kebiasaan yang telah ada selama bertahun-tahun, perubahan adalah keniscayaan jika kita ingin melangkah menuju masa depan yang berkelanjutan. Kampus harus berperan sebagai contoh teladan, mengilhami generasi muda untuk mengubah pola pikir dan tindakan mereka demi masa depan lingkungan yang lebih baik.
Dengan mengedepankan nilai-nilai keberlanjutan dalam pengenalan budaya akademik, kampus dapat menjadi agen perubahan yang nyata. Proses ini akan membentuk pemimpin-pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas dalam bidang akademis, tetapi juga memiliki kesadaran dan komitmen untuk menjaga planet ini agar tetap lestari bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian, kampus akan mengembangkan budaya yang sesuai dengan tuntutan zaman, menghadirkan perubahan yang positif bagi lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan. Wallahu a‘lam.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Pj Bupati PPU Resmi Buka Bimtek Pengelolaan Sampah untuk Tingkatkan Kesadaran Lingkungan
- Dispusip PPU Gandeng Universitas Gunadarma, Dorong Pelajar Lebih Kritis dalam Membaca
- Dispusip PPU Tingkatkan Literasi Anak Melalui Lomba Bertutur dan Pelatihan Keterampilan
- DLHK Bakal Gelar Lomba Kebersihan Tingkat RT, Strategi Ajak Ubah Pola Pikir Hidup Sehat
- Dispusip PPU Dorong Pembangunan Perpustakaan Desa untuk Tingkatkan Literasi