Daerah

Saksi Pelapor Absen dan Adu Argumen Terjadi dalam Sidang Lanjutan Kasus Telemow

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 29 April 2025 12:36
Saksi Pelapor Absen dan Adu Argumen Terjadi dalam Sidang Lanjutan Kasus Telemow
Suasana persidangan Pembuktian dari penuntut umum dalam kasus Telemow, Senin (28/4/2025). (Fauzan/Kaltimtoday)

PENAJAM, Kaltimtoday.co - Sidang perkara tanah di Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Senin (28/4/2025), berlangsung sengit. 

Persidangan yang mengagendakan pembuktian kasus dengan nomor perkara 52/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pengancaman dan nomor 53/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pelanggaran tanah dan pekarangan, diwarnai absennya saksi kunci, Nicholay Aprilindo Bengngu. 

Ketidakhadiran Nicholay, yang berdasarkan informasi juga tengah menjabat sebagai Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM RI, membuat majelis hakim memutuskan menunda sidang hingga 5 Mei 2025 mendatang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Imam Cahyono, menjelaskan pihaknya tengah berusaha maksimal menghadirkan Nicholay yang saat ini sedang bertugas di wilayah timur Indonesia. 

"Kami akan upayakan akan menghadirkan pelapor, karena posisinya kan pelapor saat ini sedang bertugas, ada suratnya seperti yang tadi sudah dibacakan, beliau sedang ada tugas di wilayah timur," ujar Imam usai persidangan.

Imam menyebutkan bahwa Nicholay merupakan saksi vital dalam perkara ini karena statusnya sebagai pelapor awal kasus pengancaman dalam perkara 52/Pid.B/2025/PN Pnj. Dia juga menjelaskan bahwa selama ini Nicholay diwakili melalui kuasa hukum dalam rapat dengar pendapat (RDP). 

"Saksi ini statusnya pelapor, saat itu yang ada di RDP dan saat itu melalui kuasa kalau tidak salah," jelas Imam.

Imam menambahkan bahwa pihaknya kini harus menghadirkan Nicholay secara langsung demi menjaga integritas proses sidang karena permintaan penasihat hukum terdakwa yang menolak opsi pemeriksaan virtual. 

"Teman-teman PH mau dihadirkan tidak mau lewat zoom. Jadi kita upayakan untuk hadirkan di dalam persidangan," tegasnya.

Dalam perkara pelanggaran tanah dan pekarangan (53/Pid.B/2025/PN Pnj), Imam menegaskan bahwa saksi-saksi yang dihadirkan sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik. 

"Kalau kita melihat berkas perkara, (saksi-saksi) masih sesuai karena kita dapatnya keterangan dari bukti atau saksi-saksi yang di BAP di penyidik. Itu masih sesuai," jelas Imam.

Ia juga menyinggung kemungkinan menghadirkan saksi tambahan dari tim humas perusahaan jika fakta persidangan mengharuskan. 

"Kalau kita lihat di berkas tidak ada humas, karena kita menghadirkan ke persidangan saksinya yang sudah ada di BAP, di luar BAP tidak. Mungkin (ada pertimbangan) tetapi setelah pemeriksaan yang di dalam berkas dulu. Kalau memang kita perlu saksi tambahan, yaitu teman-teman humas, ya kita coba hadiri," jelas Imam.

Soal bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dimiliki warga, Imam masih mempertanyakan keabsahannya. 

"Saya sih tidak melihat daftar bukti pajak. Mungkin rencananya kita mau menghadiri ada beberapa saksi yang kita hadiri yang ikut membeli dari para terdakwa. Tetapi setahu saya, tanah negara tidak boleh diperjualbelikan," tegasnya.

Penasihat hukum terdakwa, Fathul Huda Wiyashadi, menilai ketidakhadiran Nicholay mengindikasikan sikap tidak serius pelapor. 

"Ini menandakan bahwa sebenarnya laporannya main-main, tidak serius. Jadi dia tidak ada itikad baik dan tidak ada komitmen terhadap laporannya. Kita anggap ini sebagai geretak sambal, main-main saja tetapi ngeri-ngeri sedap karena ini berdampak pada nasib orang," ujar Fathul dengan tajam.

Menurut Fathul, jika perkara pengancaman dikategorikan sebagai delik aduan, maka ketidakhadiran pelapor semestinya membuat gugur perkara tersebut. 

"Kalau delik aduan berarti kan harusnya gugur, karena dia tidak ada itikad baik. Nanti tinggal majelis hakim saja," tegasnya.

Dalam perkara pelanggaran tanah dan pekarangan, Fathul menyoroti keterangan dua saksi utama JPU, Jurianto dan Subrata, yang dianggap tidak konsisten dan bergantung pada data humas perusahaan. 

"Menurut kami, saksi yang pertama, Jurianto yang GM Forest and Camp, keterangannya tidak konsisten menurut saya. Pun termasuk saksi kedua itu (Subrata), didapat dari dokumen humas, hasil investigasi yang datanya sendiri kita tidak tahu bagaimana bentuknya," ungkapnya kritis.

Ia juga menekankan pentingnya PBB sebagai bukti penguasaan fisik terdakwa atas lahan sebelum adanya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) perusahaan. 

"Ketika orang menguasai fisik atas lahan atau tanah dan bangunan, maka dia dikasih PBB, dipunguti pajak oleh negara," tegas Fathul.

Persidangan berikutnya pada Senin, 5 Mei 2025 mendatang, akan menjadi babak baru yang menentukan arah kasus ini. Kehadiran atau ketidakhadiran saksi kunci, Nicholay, diperkirakan akan menentukan dinamika sidang yang kian kompleks.

[TOS]



Berita Lainnya