Headline
Sedimentasi Tinggi DAS Mahakam, Perparah Banjir Samarinda
Kaltimtoday.co, Samarinda - Bencana banjir yang terus melanda sebagian besar wilayah Samarinda bukan hanya disebabkan intensitas hujan yang tinggi. Tapi juga disebabkan degradasi lahan besar-besaran akibat aktivitas pertambangan yang menyebabkan sedimentasi tinggi.
Wali Kota Samarinda Andi Harun mengungkapkan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Mahakam salah satu yang mengalami masalah sedimentasi cukup parah dan serius. Sehingga masalah banjir sulit untuk dikendalikan.
"Dari pusat juga menyatakan ada problem DAS Mahakam, padahal itu sangat strategis," kata Andi Harun.
Kepala Seksi (Kasi) Pelaksanaan Balai Wilayah Sungai (BWS) Wilayah IV Kalimantan, Arman Effendi, membenarkan DAS Mahakam saat ini dalam kondisi kritis.
"Daya tangkapan DAS Mahakam semakin berkurang. Kemampuan untuk menampung air permukaan sudah tidak cukup. Debitnya terlalu besar, diperparah dengan sedimentasi," kata Arman.
Mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan, laju sedimentasi dari DAS Mahakam bersama beberapa sungai saat ini dapat dikatakan sangat tinggi. Namun, ada sejumlah pembagian beberapa wewenang untuk penanganan DAS di Kota Tepian. Disebutkan Arman, pihaknya lebih memilih untuk lakukan penurapan yang cakupannya sudah skala nasional.
Ada banyak faktor yang menyebabkan sedimentasi DAS Mahakam terjadi. Selain masalah tambang, salah satunya, sedimentasi terjadi akibat ulah manusia sendiri.
"Faktor pertama adalah manusia. Kami tidak menyalahkan pihak ya, itu personal, tapi beberapa pihak. Saya tak adil juga kalau ini biangnya secara penuh karena tambang. Nggak adil juga," lanjut Arman.
Arman mengungkapkan, aktivitas pembukaan lahan dilakukan mulai perusahaan industri ekstraktif. Kemudian bukaan lahan oleh pendiri perumahan swasta, dan lahan pribadi. Aktivitas itu dibarengi dengan mengupas daerah resapan dan tangkapan air jadi lahan terbuka.
Walhasil, laju air permukaan membawa lapisan tanah teratas ke tampungan sungai. Akhirnya dangkal. Air permukaan itu adalah air yang terkumpul di atas tanah atau mata air, lahan basah, sungai, danau, dan ada hubungannya dengan air bawah tanah.
"Banyak penanganan yang sudah dilakukan. Kami membangun embung, bendungan pengendali (bendali), macam-macam. Tapi kalau bukaan lahan terus-terusan dilakukan, itu tidak bisa sejajar. Kami kejar-kejaran terus dengan program," tambah Arman.
Menurutnya, jika membuka lahan maka harus ada upaya untuk membuat seperti kolam retensi. Pihaknya pun mengimbau para pengembang lahan atau penambang untuk membuat kolam retensi atau hal lain agar laju sedimentasi bisa terhambat.
"Upaya itu untuk menyelaraskan, boleh dibuka (lahan) tapi harus ada penanganan," tegasnya.
Arman tak menampik bahwa sedimentasi secara alami juga bisa terjadi. Tiap ada aliran air di permukaan, maka akan membawa kotoran. Namun selama resapan air terjaga, debit permukaan air juga akan jauh berkurang.
"Potensi sedimentasi itu kecil. Yang membawa itu kan aliran air permukaan. Itu yang membuat banjir. Sehingga tidak masuk filterisasi," tutupnya.
[YMD | TOS]
Related Posts
- Mahasiswi UINSI Syifa Hajati Terbitkan Buku dari Skripsi: Gender di Mata Gen Z
- Tumbuk Movement-CeCUR Jadi Inisiator Dialog Publik, Tantang Calon Pemimpin Tanggap Soal Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim
- Kolaborasi JMS dan AJI Samarinda, Wadahi Diskusi Soal Netralitas Pilkada dan Tekankan Jurnalis Bukan Juru Kampanye
- KPU Samarinda Gelar Simulasi Pemungutan Suara Pilkada 2024, Rusmadi Wongso Puji Fomasi Saksi Jauh Lebih Efisien
- Minimalisir Risiko Kecelakaan Kerja hingga Kematian KPPS di Pilkada, KPU Tetapkan Syarat Khusus dan Jaminan BPJS