Daerah

Sekolah Sepi Murid, Guru Tetap Mengabdi: Potret Perjuangan SD Islam Tjokroaminoto di Tengah Arus Pendidikan Negeri

Kaltim Today
29 Juli 2025 14:57
Sekolah Sepi Murid, Guru Tetap Mengabdi: Potret Perjuangan SD Islam Tjokroaminoto di Tengah Arus Pendidikan Negeri
Rudiasnyah, Kepala Sekolah SD Cokro Aminoto Balikpapan.

Kaltimtoday.co, Balikpapan - Sebuah sekolah dasar swasta yang berusia lebih dari enam dekade di jantung Kota Balikpapan kini menghadapi kenyataan paling sunyi dalam sejarahnya.

SD Islam Tjokroaminoto, yang terletak di Jalan Cempaka Putih, RT 16 No. 6, Gunung Sari Ilir, Balikpapan Tengah, tidak mendapatkan satu pun murid baru pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026.

Sekolah yang berdiri sejak 1958 ini mencatatkan kekosongan total di kelas 1 yang pertama kali dalam sejarahnya. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, selalu ada siswa baru, meski hanya lima hingga sepuluh orang.

Menurut Rudiansyah, Kepala Sekolah SD Islam Tjokroaminoto, penyebab utama kekosongan ini salah satunya adalah lokasi sekolah yang berada di antara beberapa sekolah negeri. Ironisnya, sekolah-sekolah negeri di kawasan itu pun sedang mengalami kekurangan murid.

"Seperti di SD Negeri 15, mereka hanya dapat 16 siswa, padahal idealnya satu kelas itu 28 murid. Sekolah lain seperti SDN 03, 06, dan 07 juga mengalami hal serupa," jelasnya saat ditemui langsung di ruang kerjanya.

Rudiasnyah, Kepala Sekolah SD Cokro Aminoto Balikpapan. 

Ia mengatakan, tantangan utama bukan hanya soal lokasi, tetapi juga faktor ekonomi. Di saat sekolah negeri menggratiskan biaya pendidikan, SD Islam Tjokroaminoto tetap memungut uang gedung dan SPP, meskipun dengan jumlah minimal.

"Uang gedung hanya Rp1 juta, bisa dicicil. SPP-nya Rp200 ribu per bulan, dan itu pun sudah disubsidi pemerintah sebesar Rp75 ribu, sehingga orang tua hanya membayar Rp125 ribu," terang Rusdiansyah.

Hingga akhir Juli 2025, total siswa aktif di sekolah ini hanya 31 orang, tersebar dari kelas 2 hingga kelas 6. Kelas 1 kosong total. Pihak sekolah masih berharap dua calon siswa dari luar daerah yang berjanji akan masuk dapat terealisasi, sehingga total menjadi 33 siswa.

Kendati demikian, keterbatasan jumlah murid tidak membuat kegiatan belajar-mengajar berhenti. Dengan hanya enam guru tetap, termasuk kepala sekolah dan beberapa guru honorer yang masih berstatus mahasiswa, sekolah tetap berkomitmen melanjutkan operasional.

"Saya kepala sekolah merangkap jadi guru agama begitu juga dengan guru lainnya. Karena gaji minim, guru muda sulit bertahan. Kalau tidak karena niat ibadah, mungkin sudah saya tinggalkan," ujarnya.

Rusdiansyah menuturkan, ketika mulai mengabdi pada tahun 2005, gaji bulanannya hanya Rp60 ribu. Hingga kini, kondisi keuangan sekolah pun tidak jauh berbeda.

Mengenai kemungkinan merger, Rudiansyah membenarkan bahwa wacana itu sempat muncul. 

"Memang ada pembicaraan di luar soal itu. Tapi kami masih berusaha mempertahankan sekolah ini dan berjuang mengembangkannya," ucapnya.

Ia berharap, ke depan ada publikasi atau bantuan yang bisa menjaga keberlangsungan sekolah ini. 

"Meski murid kami sedikit, kami yakin mereka tetap bisa menjadi anak-anak yang berhasil," tegasnya.

Ellita Wati Zainal, guru senior di SD Islam Tjokroaminoto, mengamini bahwa keberlangsungan sekolah saat ini sangat mengandalkan semangat pengabdian.

  ⁠Ellita Wati Zainal, Guru Senior di SD Cokro Aminoto Balikpapan/bilah.

"InsyaAllah masih bisa berjalan. Ini sudah menjadi tanggung jawab dan pengabdian kami untuk mencerdaskan anak bangsa," ungkap Ellita.

Meski jumlah murid sedikit, pihak sekolah tetap berusaha meningkatkan kualitas, termasuk lewat kegiatan ekstrakurikuler.

"Strategi kami dalam beberapa tahun terakhir ya dengan meningkatkan kualitas, termasuk melalui kegiatan tambahan itu," tuturnya kepada Nomorsatukaltim, pada Senin (28/7/2025).

Ia menyebut, sebagian besar orang tua tetap menyekolahkan anak-anak mereka di sana karena alasan tanggungan. 

"Ada yang ingin pindah, tapi belum bisa karena mereka masih punya tanggung jawab yang harus diselesaikan," bebernya.

Terkait bantuan pemerintah, kata Ellita, sekolah biasanya hanya menerima bantuan melalui yayasan.

"Beberapa bangunan di sini juga merupakan hibah dari pemerintah yang diajukan lewat yayasan. Jadi bukan bantuan langsung ke sekolah," sebutnya.

Di sisi lain, pihak sekolah menyoroti ketimpangan dalam promosi dan pemasaran lembaga pendidikan.

"Pertama yang harus diperhatikan adalah kesejahteraan guru. Kalau guru sejahtera, semangat mengajar tinggi. Anak-anak juga bisa berkembang lebih baik," harap Ellita selaku Wali Kelas II dan III.

Ia juga menyayangkan, sekolah-sekolah swasta kecil seperti mereka tidak memiliki cukup sumber daya untuk memasarkan diri sebagus lembaga besar lainnya.

SD Islam Tjokroaminoto memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan Kota Balikpapan. Berdiri sejak 1958 dan memiliki SK resmi sejak 1959, sekolah ini telah melahirkan banyak generasi. Namun kini, di tengah dinamika pendidikan dan himpitan ekonomi, keberadaannya terancam sunyi.

"Anak-anak kami mungkin sedikit, tapi mereka tetap bisa tumbuh menjadi pribadi hebat kalau ada keberlanjutan dan dukungan," tutupnya didampingi kepala sekolah.

[RWT] 



Berita Lainnya