Daerah

Terlibat di OICCA 2023, UMKT Laksanakan Konferensi Internasional Bertema Lingkungan dan Aksi Lintas Agama

Yasmin Medina Anggia Putri — Kaltim Today 10 Juli 2023 14:17
Terlibat di OICCA 2023, UMKT Laksanakan Konferensi Internasional Bertema Lingkungan dan Aksi Lintas Agama
Konferensi internasional di UMKT dalam rangka OICCA 2023. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) turut terlibat dalam pelaksanaan Organization Islamic Cooperation Culture Activity (OICCA) 2023 dengan menggelar konferensi internasional bertemakan "Protecting the Nature, Saving the People: An Interfaith Action" pada Senin (10/7/2023) di Aula Gedung E UMKT.

Tampak sejumlah mahasiswa UMKT, beberapa mahasiswa dari universitas lain, serta tamu dari organisasi agama lain yang hadir secara langsung. Konferensi internasional yang disampaikan penuh dalam bahasa Inggris itu juga diikuti peserta secara daring. 

Rektor UMKT, Prof Bambang Setiaji mengungkapkan, alasan pihaknya menyelenggarakan konferensi internasional dalam rangka OICCA 2023, salah satunya untuk mendorong mahasiswa agar lebih menyadari lingkungan dan sumber daya alam yang banyak. 

"Ini mendorong mahasiswa untuk lebih menyadari lingkungan dan sumber daya alam. Termasuk mengelolanya dengan baik," ungkap Bambang..

UMKT juga mendukung digelarnya OICCA di Kaltim. Bambang menyebut, pihaknya ingin menjadi salah satu pusat dari kajian mengenai Islam dan lingkungan. Termasuk kekayaan alamnya. 

Pada kesempatan tersebut, hadir pula Ketua Divisi Lingkungan Hidup di Lembaga Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim (LLHPB) Aisyiyah, Hening Parlan. Dia menjelaskan, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menangani perubahan iklim secara global.

Komitmen tersebut berupa rencana pencapaian target untuk mengurangi 29 persen emisi rumah kaca pada 2030 dan diikuti nol emisi pada 2060. Pemerintah Indonesia juga telah mensinergikan kebijakannya menuju pencapaian komitmen perubahan iklim melalui beberapa aksi. Misalnya skema keuangan, kebijakan penetapan harga karbon, dan pembiayaan campuran. 

"Indonesia setidaknya membutuhkan sekitar Rp 266,2 triliun atau 18,3 juta USD tiap tahun untuk menerapkan adaptasi perubahan iklimnya," ungkap Hening.  

Menyikapi hal tersebut, akhirnya banyak organisasi berbasis agama menerapkan kegiatan adaptasi perubahan iklim sebagai bagian dari program kemanusiaan atau lingkungannya. Salah satunya adalah Green Faith Indonesia. 

Para pembicara yang hadir langsung di UMKt untuk mengisi konferensi internasional. (Dok Humas Pemprov)

"Green Faith Indonesia menjadi organisasi pelopor di Indonesia yang memfasilitasi dan mengkolaborasikan dengan iman untuk mengambil tindakan bersama dalaam adaptasi perubahan iklim," sambungnya. 

Menurut Hening, melalui aksi bersama dan kolaborasi, maka mampu mendorong proses pembangunan perdamaian dan mengembangkan pemahaman bersama antar umat beragama. Termasuk memberikan pengakuan terhadap peran pemuka agama dalam hal adaptasi perubahan iklim dan mendorong anggota kelompok keagamaan untuk beraksi. 

"Ini juga termasuk memperkuat peran pemuda dan kelompok perempuan dalam organisasi berbasis agama untuk secara aktif mengambil bagian dalam program adaptasi perubahan iklim," ujar Hening lagi. 

Pembicara lain juga memberikan tanggapannya. Dia adalah Director General of Research Centre For Islamic History, Art and Culture (IRCICA), Mahmud Erol Kilic asal Turki. 

Mahmud menyebutkan bahwa, dari pertemuan OICCA, salah satu fokusnya adalah lingkungan. Tentu ada resolusi yang ingin dicapai OICCA. Namun pelaksanaan dari resolusi itu tentu jadi keputusan masing-masing negara. 

"Jadi, OICCA tidak bisa melakukan apapun. Kami hanya menyarankan negara untuk 'tolong lakukan ini.' Jadi, saran itu terserah kepada tiap negara jika ingin dilaksanakan," ujar Mahmud saat diwawancarai pasca acara. 

Dari OICCA, tiap negara akan diberikan pemahaman mengenai lingkungan. Termasuk sesederhana cara mengurangi penggunaan plastik. Nantinya, kewenangan negara yang akan meneruskan itu ke para warganya. 

"Indonesia itu kaya akan alam. Contohnya, saya pernah lihat nasi yang dibungkus daun pisang. Tapi saya masih lihat ada yang membungkusnya dengan plastik. Harusnya gunakan saja daun, itu sangat sederhana. Jangan lagi pakai plastik," tegasnya. 

Ditegaskan Mahmud, semua tradisi dan agama, termasuk Islam mengajarkan bahwa alam sangatlah sakral. Namun, ideologi modern saat ini justru menghancurkan alam dan kesakralan alam itu sendiri. 

"Tuhan menciptakan kita semua, dan Tuhan menciptakan alam itu dengan baik. Jadi, kita semua adalah bagian dari alam dan alam adalah bagian dari kita. Jadi, kita harus hidup bersama. Semua agama itu mengajarkan nilai-nilai tradisi," sambungnya. 

Selain menyoroti soal lingkungan, Mahmud juga melihat Indonesia bukan saja sebagai negara dengan populasi Muslim terbanyak dunia. Tapi juga sebagai negara yang punya kekayaan sejarah dan budaya.

"Termasuk pemahaman agama yang moderat. Di mana hal itu sangat penting. Kalau melihat sejarah Islam di Nusantara, dulu banyak yang menyebarkan agama Islam dan yang dibawa adalah Islam moderat. Tidak ada yang radikal," lanjut Mahmud. 

Menurutnya, pemahaman yang radikal itu justru menghancurkan pemahaman Islam yang damai. Islam tak pernah mengakui adanya teroris. Namun Islam justru melahirkan karya-karya budaya, puisi, hingga seni. 

"Budaya Islam di Indonesia juga sangat menekankan toleransi ke agama-agama lain," ujarnya. 

Dia juga melihat, pada masa sekarang, ada mentalitas yang berubah. Oleh sebab itu, semua orang harys kembali ke nilai tradisi. 

"Nilai tradisi itu bukan sesuatu yang sudah kuno atau lama. Tapi, di masa modern ini nilai tradisi harus tetap disertakan. Itu solusi saya," jelas Mahmud lagi. 

Melalui Zoom meeting, Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Modernisasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito juga sempat menyampaikan beberapa hal. 

Warsito menyebut, hadirnya Bhinneka Tunggal Ika telah mengajarkan keberagaman dengan sangat baik. Konsep dari semboyan tersebut juga untuk belajar menghargai orang lain dan gotong royong. 

"Kita punya agama dan etnis yang berbeda. Bhinneka Tunggal Ika itu sudah merefleksikan Indonesia. Ini sekaligus merayakan keberagaman etnis dan agama di Indonesia yang berbeda-beda," tutup Warsito.

[RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya