Nasional
Aktivis Anti-Korupsi Kritik Proses Hukum Mardani Maming, Nilai Pengadilan Kurang Independen
JAKARTA, Kaltimtoday.co - Aktivis antikorupsi Bambang Harymurti menyatakan keprihatinannya terhadap kasus hukum yang menjerat Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Bambang menilai bahwa proses hukum yang dialami Maming kurang mencerminkan prinsip independensi peradilan.
Pernyataan Bambang ini muncul setelah ia melakukan analisis mendalam terhadap putusan pengadilan terkait dugaan suap yang melibatkan Maming. Ia menyatakan bahwa tren dalam sistem peradilan Indonesia menunjukkan penurunan kualitas independensi, yang menurutnya semakin menjauh dari asas keadilan.
“Dari berbagai kajian akademis, termasuk dari UII, UI, UGM, Unpad, dan Undip, serta analisis dari aktivis seperti Prof. Todung, saya merasa ada kejanggalan dalam proses hukum yang menjerat Maming,” ujarnya.
Bambang pun menyerukan kepada Mahkamah Agung untuk menjaga profesionalisme dan mempertimbangkan kembali keputusan yang diambil dalam kasus ini. Menurutnya, prinsip keadilan harus diutamakan dan putusan diambil berdasarkan bukti yang kuat dan sah.
“Melepaskan sepuluh orang yang mungkin bersalah lebih baik daripada menahan satu orang yang tidak bersalah,” tambahnya.
Pernyataan Bambang mendapat dukungan dari Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, yang menganggap terdapat indikasi ketidakadilan dalam proses peradilan Maming. Menurut Todung, ada potensi terjadinya miscarriage of justice atau peradilan yang keliru dalam kasus ini. Ia mencatat bahwa keputusan hakim tampak condong ke arah tertentu, dengan mempertimbangkan kesaksian yang kurang kuat namun mengabaikan kesaksian lain yang bertentangan.
“Dalam kasus ini, ada kesan bahwa hakim terjebak dalam sudut pandang yang kurang objektif,” ungkap Todung.
Pendapat ini juga diperkuat oleh Prof. Hanafi Amrani, yang turut melakukan eksaminasi terhadap kasus tersebut. Menurutnya, ada kesalahan dalam penerapan hukum yang menyebabkan beberapa fakta terabaikan.
Prof. Hanafi menjelaskan bahwa pasal yang digunakan untuk menjerat Maming tidak cukup memiliki dasar fakta yang kuat. “Dalam kasus suap, unsur-unsur yang perlu dipenuhi termasuk adanya pemberi, penerima, dan kesepakatan untuk melanggar hukum. Unsur-unsur ini tidak terbukti dalam sidang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Hanafi mengkritik interpretasi hakim yang menurutnya terlalu jauh dan kurang didukung bukti. Ia menyebut bahwa meskipun ada aliran dana ke perusahaan yang terkait terdakwa, tidak ada bukti kesepakatan yang jelas untuk balas jasa.
“Putusan ini merupakan lompatan logika yang sulit diterima dalam konteks hukum dan tidak terbukti sah di pengadilan,” tutupnya.
[TOS | ADV]
Related Posts
- Babak Baru, Kasus Korupsi Jalan Usaha Tani Teluk Sumbang Ikut Seret Dua Penyedia Jasa
- KPK Setorkan Rp 2,4 Triliun ke Negara dari Hasil Penanganan Kasus Korupsi
- Soroti Laporan Harta Pejabat di Hakordia 2024, Ketua KPK Sebut Masih Banyak Ketidaksesuaian
- Hari Anti Korupsi 2024: Komite HAM Dalam 30 Hari Soroti Politik Dinasti dan Tingginya Korupsi
- DPR Sahkan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Periode 2024-2029