Nasional
Fakta Meninggalnya Bayi Ervina di Makassar Akibat Tak Mampu Bayar Biaya Tes Corona
Kaltimtoday.co - Ervina Yana adalah seorang warga Makassar yang harus kehilangan bayi yang dikandungnya saat akan dilahirkan lantaran diduga tak memiliki biaya untuk tes Corona.
Sebelumnya, berita mengenai Ervina ditolak oleh beberapa rumah sakit saat hendak melahirkan karena tak sanggup membayar tes COVID-19 viral di media sosial.
Berikut Kaltimtoday.co rangkum fakta mengenai meninggalnya bayi di Makassar karena tak sanggup bayar biaya tes Corona:
1. Peserta BPJS
Aktivis perempuan di Makassar, Alita Karen menuturkan kisah yang dialami Ervina. Dia sempat mendampingi Ervina yang tengah dirawat di RS Ananda, Makassar pada Rabu (16/6/2020) malam.
"Pertanyaan pertama saya ke Ibu Ervina, apakah memiliki BPJS? Jadi pada saat Ibu Ervina bilang dia punya BPJS dan apalagi dia juga punya PBI (Penerima Bantuan Iuran), sebetulnya sudah ketemu itu titiknya. PBI itu faskes (fasilitas kesehatan) tingkat pertamanya kan otomatis puskesmas," kata Alita, Rabu (17/6/2020).
2. Ditolak 3 rumah sakit
Selama masa kehamilan, Ervina selalu memeriksakan kandungannya ke Puskesmas Paccerakang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar. Namun saat mengalami konstraksi, Ervina langsung memeriksakan dirinya ke salah satu rumah sakit dan tidak ke Puskesmas.
"Ternyata, menurut Ibu Ervina tiba-tiba dia konstraksi dan sakit perutnya, jadi dia ke Rumah Sakit Sentosa. Diperiksa di Sentosa, dia disarankan untuk ke RS Siti Khadijah. Pihak RS Siti Khadijah beralasan tak mempunyai alat rapid test, swab, dan operasi, kemudian kembali merujuk ke RS Stella Maris,” jelasnya.
Diketahui, Ervina harus melahirkan dengan proses operasi sesar.
"Karana Ibu Ervina juga punya riwayat diabetes melitus, ini anak ketiga, sebelumnya persalinannya juga pernah juga lewat sesar. Ini anaknya (yang dalam kandungan) cukup besar sehingga riskan sekali kalau harus persalinan biasa jadi memang harus disesar," jelasnya.
3. Reaktif COVID-19
Karena RS Sentosa dan RS Siti Khadijah tidak bisa melakukan upaya sesar, Ervina kemudian memeriksakan diri ke RS Stella Maris. Di RS Stellamaris, Vina menjalani rapid test dengan membayar biaya Rp 600.000.
Namun saat RS Stella Maris melakukan rapid test kepada Ervina, hasilnya reaktif COVID-19. Ervina kemudian harus mengikuti prosedur pemeriksaan COVID-19 selanjutnya, yakni pemeriksaan swab test (PCR).
"Ini kan (RS Stella Maris) rumah sakit swasta, jadi dia harus berbayar Rp 2,4 juta. Kemudian dia keluar dari situ dan dia ke RS Ananda," tuturnya.
Setibanya di RS Ananda, kandungan Ervina langsung diperiksa oleh tim dokter. Namun, menurut hasil USG diketahui janin yang ada di dalam kandungan Ervina sudah meninggal dunia.
4. Klarifikasi RSIA Ananda
Tim dokter Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Ananda Nasriyadi Nasir menjelaskan, pasien masuk ke Poliklinik Obgyn dengan keluhan gerakan bayi tidak terasa sejak 1 atau 2 hari terakhir.
Dari hasil pemeriksaan dan USG, oleh dokter ditemukan denyut jantung janin tidak ada, dan tanda-tanda KJDR (Kematian Janin Dalam Rahim) lebih dari 1 hari.
Oleh karena itu, dokter Obgyn kemudian memberi pengantar masuk rawat inap ke UGD dengan diagnosis G3P1A1 gravid aterm + KJDR+ Post SC +letak lintang. Rencana tindakan SC elektif pada Selasa (16/6/2020) Pukul 08.30 Wita, hal ini karena sesuai pemerksaan kondisi pasien stabil.
Pukul 16.15 Wita pasien masuk ke UGD dengan pengantar rawat inap untuk dipersiapkan operasi besok pagi.
“Arahan Gugus Tugas Covid-19 selama pandemi Corona, semua ibu hamil yang akan melahirkan wajib menjalani rapid test,” ujar tim dokter Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Ananda, Nasriyadi Nasir.
Nasriyadi kemudian membeberkan, Evrina telah menjalani rapid test dengan hasil reaktif.
“Jadi pasien sebelumnya tidak jujur menyampaikan sudah rapid test dengan hasil reaktif,” paparnya.
5. Minim sosialisasi
Kasus mengenai Ervina ini mendapat tanggapan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar. Dr Wachyudi Muchsin, selaku humas IDI Kota Makassar menilai masalah yang dialami Ervina akibat minimnya sosialisasi. Kejadian ini, kata dia, harus menjadi pembelajaran, terutama bagi ibu hamil di masa pandemi seperti sekarang ini.
“Kurang sosialisasi. Makanya BKKBN perlu memasifkan sosailisai supaya orang memahami,” pesan Wachyudi.
Tak lupa Wachyudi menyampaikan, agar ibu hamil seminggu atau sepuluh hari sebelum melahirkan terlebih dahulu melakukan rapid test guna memastikan dirinya aman dari virus Corona.
“Jadi yang harus melakukan itu harus paham Anggaplah tanggal 17 harus melahirkan, jadi harusnya ibu itu memeriksakan diri tanggal 10, karena 10 hari sebelum melahirkan harus di-rapid test dulu,” pungkasnya.
“Kedua masyarakat tidak paham, maka perlu sebenarnya ada tindakan emergency yang harus dilakukan. Harus ada pola-pola yang diberikan agar semua bisa terlayani tanpa mengancam jiwa pasien dan nakes yang menanganinya,” lanjut Wachyudi.
Related Posts
- Apa Saja Kriteria Fasilitas KRIS? Perubahan Sistem Kelas BPJS Kesehatan Per 30 Juni 2025
- Ketahui 19 Layanan Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan
- Pemkab Kukar Bakal Alokasikan Rp 7 Miliar untuk Bangun Asrama Mahasiswa Putri di Makassar
- Awal 2024, Super Air Jet Buka Rute Baru dari Bandara APT Pranoto Samarinda ke Makassar
- Jangan Khawatir, Vaksinasi Gratis Covid-19 untuk Kelompok Rentan Masih Berlanjut