Samarinda
Himagrotek Unmul Kritik Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton
Kaltimtoday.co, Samarinda - Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek) Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman menilai kebijakan impor beras sangat bertolak belakang dengan visi besar Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan swasembada, kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Menanggapi hal ini, Himagrotek menyampaikan pernyataan sikap untuk menolak kebijakan impor beras dengan membuat video pernyataan sikap di persawahan petani yang ada di Tenggarong Desa Kerta Buana (10/4/2021) lalu.
Ketua Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi, Renaldi Saputra menyampaikan, Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi menolak kebijakan impor beras yang diambil pemerintah Indonesia dengan alasan yang tidak jelas. Terlebih ketika beras lokal sedang melimpah memasuki panen raya di berbagai sentra produksi. Beberapa poin pernyataan sikap Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi sebagai berikut:
- Mendesak pemerintah pusat untuk tidak melakukan impor beras dan memaksimalkan penyerapan dari dalam negeri.
- Menuntut adanya transparansi rencana alokasi impor beras.
- Mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas produksi hasil pertanian yang berkelanjutan dan berkemajuan.
Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Unversitas Mulawarman sangat menyayangkan keputusan pemerintah tahun ini yang mengatakan akan melakukan impor beras sebanyak 1- 1,5 juta ton.
Kami menganganggap pemerintah tidak pro kepada rakyat, khususnya petani dalam pengambilan kebijakan serta keputusan. Pasalnya, karena pemerintah berwacana untuk mengimpor beras dalam waktu dekat ini sehingga menuai banyak kritikan dari beberapa kalangan masyarakat, mahasiswa dan khususnya para petani. Hal tersebut dianggap tidak masuk akal karena sejumlah indikasi menunjukkan bahwasanya produksi padi pada tahun 2021 akan meningkat, dengan kata lain begitu juga dengan kondisi beras di negeri agraris ini. Namun, pemerintah seakan buta melihat fakta yang sebenarnya ada.
Selain bertolak belakang dengan visi besar Jokowi, pemerintah juga dalam hal ini mengkhianati para petani yang diketahui wacana impor beras ini juga bertepatan dengan panen raya di beberapa daerah sehingga membuat petani merasa cemas akan keputusan impor tersebut. Pemerintah seakan lupa perjuangan para petani di tahun 2020 dimana ekonomi Indonesia pada tahun itu merosot jauh dikarenakan pandemi Covid-19, namun bidang pertanian lah yang merupakan salah satu pendukung positif di bidang ekonomi tersebut dalam PDB.
Diketahui pula kondisi produksi padi berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan produksi padi dari 2019 ke 2020 hingga mencapai 45 ribu ton. Pada tahun 2019 produksi padi mencapai 54.604.033,34 ton lalu meningkat menjadi 54.649.202,24 ton. Pada kuartal I tahun ini, BPS juga memperkirakan produksi beras akan meningkat 26% dan ini juga sama persis, pada 2021 produksi akan lebih tinggi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto yang menyampaikan bahwa, potensi produk beras periode Januari - April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton atau meningkat 3,08 juta ton (26,84%) dibandingkan dengan periode Januari - April 2020 sebesar 11,46 juta ton. Adapun potensi luas panen padi pada periode Januari – April 2021 mencapai 4,86 juta ha atau meningkat sekitar 1,02 juta ha (26,53%) dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar 3,82 ha.
Jadi untuk sipakah impor beras ini?
Impor beras akan memberikan efek kepada pasar. Pasokan yang berlebihan akan menyebabkan harga di tingkat usaha tani semakin jatuh. Pada Februari saja, harga gabah kering panen (GKP) di sentra produksi sudah mencapai Rp 3.995 per kg, turun dari Januari yang sebesar Rp 4.600 per kg. Harga ini diperkirakan akan turun lebih rendah pada Maret – April mengingat adanya panen raya.
Bulog juga tidak bisa menyimpan beras terlalu lama. Kejadian ini pernah terjadi pada 2018, terdapat 20.000 ton beras Bulog yang terancam busuk dikarenakan terlalu lama disimpan di gudang penyimpanan.
Selain itu perkiraan produksi panen raya periode Januari – April 2021, stok beras di perum Bulog pada Desember 2020 tercatat masih ada sekitar 7 juta ton beras. Maka melihat hal itu, sebenarnya kita sedang menghadapi surplus untuk pasokan beras di tahun 2021. Apabila impor ini memang menjadi alasan untuk menjalin hubungan bilateral, apakah harus bertepatan dengan musim panen raya.
Bukankah adanya impor di tengah surplus ketersediaan beras justru akan lebih banyak menurunkan harga beras dalam negeri? Pemerintah seharusnya lebih kritis melihat hal–hal tersebut, bukan malah membuat petani semakin miris dengan kebijakan-kebijakan yang diambil yang katanya ingin menyejahterakan petani.
Semoga suara rakyat, suara mahasiswa, suara petani masih mau didengar oleh pemerintah dan kami mengharapakan adanya koordinasi yang baik antar lembaga untuk mengurusi hal ini, sehingga masalah seperti ini tidak akan terulang lagi.
[RWT]
Related Posts
- Dongkrak Income Generating, LP2M Unmul Dorong Dosen Komersialisasi Produk Hasil Penelitian
- Keadilan Iklim: Carbon Tax Hanya Sekedar Iklan
- DKP PPU Dorong Sertifikasi Prima Tiga untuk Pastikan Keamanan Produk Pertanian
- Akmal Malik: Reklamasi Tambang Kaltim Jadi Kunci Pertanian Berbasis IKN
- BEM KM Unmul Desak Pj Gubernur dan Kapolda Kaltim Usut Tuntas Kekerasan di Muara Kate