Opini
Implementasi Kurikulum Merdeka di Tengah Nasib Guru yang Belum Sejahtera
Oleh: Suharman (Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Islam UINSI Samarinda)
Perubahan kurikulum pada sistem pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dan wajar. Karena dengan perubahan kurikulum, diharapkan mampu meningkatkan output hasil pembelajaran dan lulusan. Peningkatan yang diharapkan tentunya menyangkut pada kompetensi dan life skill yang harus dikuasai pada era industri 4.0, serta upaya membentengi para generasi bangsa dari gempuran budaya globalisasi.
Pendidikan itu sendiri merupakan sebuah usaha sistematis yang dilakukan secara sadar dengan penuh tanggung jawab untuk merubah tingkah laku para generasi bangsa dari yang kurang baik menjadi lebih baik, dari yang kurang mengetahui menjadi lebih berpengetahuan dan berpengalaman. Dengan tetap mempertimbangkan dan mengedepankan aspek-aspek pada pengamalan nilai-nilaPancasila yang mana merupakan dasar Negara Indonesia.
Dalam usaha sadar membangun pendidikan, tentunya tidak dapat dilepaskan keterkaitanya dan peran lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh swasta yang di dalamnya terdapat ratusan ribu atau bahkan jutaan tenaga pendidik yang perlu perhatian serius oleh pemerintah.
Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada awal tahun 2022, terdapat 3.357.935 orang tenaga pendidikan, baik yang bertugas menjadi guru maupun tenaga administrasi di lembaga pendidikan yang dikelola oleh negeri maupun swasta. Data ini masih bersifat dinamis dan mengalami perubahan, seiring dengan perubahan status yang dialami oleh tenaga pendidik, baik yang baru masuk maupun memasuki masa purna tugas. Dan yang tidak kalah mencengangkan adalah, hampir 50% jumlah tenaga pendidikan di Indonesia merupakan tenaga honorer yang berstatus non ASN.
Seperti kita ketahui bersama, status kepegawaian tenaga kependidikan sangat berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan hidup tenaga pendidik itu sendiri. Anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan oleh undang-undang, yang berlaku di tingkat nasional maupun daerah, nyatanya masih belum mampu memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan tenaga pendidik untuk mendongkrak taraf hidupnya menjadi lebih baik.
Tenaga kependidikan seolah dilepas sendiri oleh pemerintah, untuk berjibaku berjuang mempertahankan hidup dengan berbagai macam cara yang mereka mampu di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit. Tidak sedikit tenaga kependidikan yang harus mencari kerja sampingan, agar urusan dapur mereka dapat mengepul dan dapat memenuhi biaya pendidikan bagi putra-putrinya di tengah status kepegawaian dan kesejahteraan yang tak kunjung membaik.
Namun tidak hanya itu, yang membuat hati semakin pilu adalah jaminan hidup terhadap mereka, para guru dan tenaga kependidikan yang berstatus non ASN (Aparatur Sipil Negara) masih sangat jauh dari kata layak. Para guru dan tenaga kependidikan yang berstatus non ASN (Aparatur Sipil Negara) tidak mendapatkan haknya berupa jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja serta jaminan hari tua, selayaknya mereka yang berekeja di sektor industri dan swasta.
Apalagi pada ramai dibicarakan akhir-akhir ini, tepatnya pada Juli lalu, dengan adanya pengumuman kenaikan harga bahan bakar (BBM) oleh pemerintah, makin membuat hidup para guru dan tenaga kependidikan kian sulit. Dampak kenaikan harga BBM kini sangat dirasakan, di mana harga-harga kebutuhan pokok ikut naik, ongkos jasa juga ikut naik. Namun anehnya, honor dan gaji para guru dan tenaga kependidikan tidak mengalami kenaikan, yang lebih ironis lagi para guru dan tenaga kependidikan dinyatakan tidak layak mendapatkan bantuan dari pemerintah meskipun penghasilan mereka jauh dari upah minimum yang diterima.
Untuk mengatasi problematika kesejahteraan guru dan tenaga pendidikan, yang harus ditempuh pemerintah sebagai pemegang kuasa kebijakan secara penuh adalah mampu memberikan keputusan-keputusan bijak tentang dunia pendidikan yang mengalami problematikanya melalui peraturan-peraturan beserta turunanya, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Problematika yang sedari dulu hingga kini belum terurai pemecahan masalahnya baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah adalah tentang status kepegawaian dan kesejahteraan para guru dan tenaga pendidik yang masih jauh dari kata layak dibandingkan dengan para pegawai yang bertugas pada sektor struktural, dan karyawan yang bekerja pada sektor industri dan swasta.
Pemerintah harus mampu memperbaiki tata kelola kebutuhan guru dan tenaga pendidikan dari pusat hingga daerah dengan membuat sistem rekrutmen satu pintu terhadap kebutuhan tenaga pendidikan, baik yang berstatus ASN maupun honorer dengan penerapan nomor kepegawaian. Dalam penerapan rekrutmen tersebut, tetap memperhatikan aspek kebutuhan, aspek kompetensi, kualifikasi beserta transparansi informasi.
Seyognyanya, pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah harus membuat terobosan, berupa sebuah regulasi tentang sistem penggajian dan pengupahan terhadap tenaga pendidikan dengan memberikan umpah minimum, yang mana umpah minimum tersebut harus disesuaikan dengan upah minimum yang berlaku di daerah itu. Sebab sejatinya, antar daerah memiliki standar biaya hidup yang berbeda-beda.
Upah minimum yang ditetapkan tersebut, penganggaranya bisa bersumber dari APBN maupun APBD selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memberikan tambahan penghasilan di luar penggajian dan pengupahan yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sebagaimana tambahan penghasilan tersebut sama seperti yang diperoleh oleh profesi lain yang sama-sama melakukan pengabdian pada lembaga pemerintah. Salah satu contohnya adalah pegawai pemerintah yang melakukan pengabdian di lembaga struktural yang mendapatkan remonerasi, uang makan (uang lauk-pauk) serta tambahan penghasilan lain yang sah menurut undang-undang. Hal inilah yang harus didorong dan dikukung oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk bersinergi memberikan perhatian berupa kesejahteraan terhadap para pendidik pencetak generasi bangsa.
Semoga, pemerintah baik pusat maupun daerah diberikan kelapangan dada dan keterbukaan hati untuk terus memberikan perhatian serius dan kesejahteraan kepada para pendidik yang bernaung di bawah lembaganya. Sebab mensejahterakan pendidik sama artinya memajukan peradaban, dan tidak mensejahterakan pendidik sama artinya memundurkan peradaban.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- EducationUSA Hadir di UMKT, Permudah Akses Mahasiswa Kalimantan yang Ingin Kuliah di Amerika Serikat
- Prakiraan Cuaca Hari Ini: Hujan Diprediksi Mengguyur Sebagian Besar Wilayah Indonesia
- Tragedi Muara Kate di Paser Belum Usai, Natalius Pigai Justru Soroti Minimnya Peran Media
- HIPMI Gelar Creative Preneur dan Mini Expo, Dorong Ekonomi Kreatif Kaltim Hadapi Pasar IKN
- Pengaruh Gawai Terhadap Perilaku Berbahasa Anak Usia 10 Tahun: Kajian Psikolinguistik