Opini
Indonesia Darurat Perundungan
Oleh: Sheila Maulida Fitri, S.H, M.H (Advokat dan Pengajar Hukum dan Sistem Peradilan Pidana)
Masyarakat Indonesia sedang disuguhi berbagai macam pemberitaan mengenai terjadinya perundungan yang sangat menyayat hati, tidak hanya bagi anak selaku korban perundungan, namun juga bagi seluruh pihak yang concern dengan masalah ini.
Bagaimana tidak, belum selesai kasus video perundungan anak remaja di Cilacap berdurasi 4 menit, selang beberapa hari kembali muncul pemberitaan siswi kelas 2 SD di Gresik yang menjadi korban perundungan hingga salah satu penglihatannya hilang secara permanen akibat ditusuk dengan alat tulis oleh kakak kelasnya. Tak berselang lama muncul lagi video perundungan siswa lain di lokasi yang sama dengan tindakan perundungan berdurasi 4 menit sebelumnya, serta masih banyak lagi kasus-kasus serupa. Perundungan nyatanya tidak hanya dialami oleh para siswa, baru-baru ini seorang guru bahkan ditusuk oleh siswanya sendiri di dalam kelas.
Pada dasarnya, perundungan adalah jenis tindakan yang selalu ada dari masa ke masa. Namun, patut disadari bahwa jenis perundungan di masa lalu hingga masa kini dirasa semakin mengkhawatirkan, bahkan sudah masuk dalam kategori tindak kriminal.
Dahulu, rasanya perundungan menjadi bagian dari keisengan maupun kenakalan anak seperti mengejek, mengganggu, dan lain-lain. Namun, perundungan di masa kini justru telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana seperti tindak pidana penganiayaan, tindak pidana pengeroyokan, tindak pidana pencemaran nama baik.
Upaya Pencegahan Perundungan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sesungguhnya telah membuat langkah preventif dengan menerapkan suatu regulasi yang telah ada sejak 2015 lalu melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82/2015 tentang Pencegahan Perundungan di Lingkungan Sekolah. Aturan itu tentunya memberikan panduan mengenai upaya mencegah dan mengatasi terjadinya aksi-aksi perundungan yang dititikberatkan pada setiap instrument di lingkungan sekolah baik guru, tenaga pendidik maupun para siswa itu sendiri, orangtua, serta pemerintah.
Meski begitu, hal ini juga bisa dilihat dari adanya keterbatasan ruang lingkup di mana upaya-upaya sebagaimana yang diatur dalam Permen tersebut dikerucutkan hanya berupa pengawasan dalam rangka untuk kegiatan pembelajaran. Sementara dalam ranah pergaulan tidak diatur.
Fenomena Gunung Es
Namun, nyatanya pada tataran aplikatif keberlakuan aturan tersebut dirasa belum efektif. Hal ini dibuktikan dengan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mencatat pada tahun 2020 terdapat 119 kasus bullying terhadap anak Tahun 2020. Tahun 2021, terjadi tercatat ada 53 kasus perundungan fisik dan mental dan 168 kasus perundungan siber, sedangkan pada tahun 2022 terdapat 226 kasus perundungan fisik dan mental dan 18 kasus perundungan siber. Sedangkan di tahun 2023 ini, KPAI mencatat hingga semester pertama terdapat 43 kasus dugaan perundungan dan angkanya diprediksi akan terus naik.
Data-data tersebut adalah data kasus perundungan yang memang membuat laporan ke pihak yang berwenang, sedangkan tentunya masih banyak korban yang memutuskan tidak mau speak up karena takut dengan ancaman dari perundung. Artinya. Hal ini merupakan fenomena gunung es. Angka-angka tersebut dipastikan hanya dipermukaan, sedangkan secara factual di lapangan kasus perundungan berada di angka yang jauh lebih tinggi dari laporan tahunan pada stake holder.
Varian Perundungan
Upaya pencegahan dan penanggulangan tindakan perundunganpun dinilai semakin menantang, mengingat di era digital seperti sekarang ini, perndungan memilik karakteristik yang baru di mana perundungan tidak hanya terjadi dengan cara menjatuhkan baik secara fisik maupun mental, namun juga terjadi di ruang siber/dunia maya yang biasa kita sebut dengan cyber bullying dengan berbagai jenis tindakan seperti intimidasi, peretasan, mencermankan nama baik, pemerasan seksual dll.
Ancaman hukumannya ada di KUHP, UU ITE, UU Pornografi dan Sebagian ada di UU TPKS dengan ancaman hukuman yang bervariasi tergantug pada jenis tindak pidana yang dilakukan. Adapun apabila dilakukan oleh anak maka tetap mengedepankan sistem peradilan anak sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.
Perbedaan Sistem Peradilan Biasa dan Peradilan Anak
Beda sistem peradilan anak dan peradilan biasa, ada pada pendekatan yang digunakan. Pada pereadilan anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif dan diversi. Keadilan restiratif yang dimaksud di sini, yaitu penyelesaian perkara diselesaikan dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dengan tujuan mencari penyelesaian yang adil serta mengupayakan adanya proses pemulihan kembali pada keadaan semua khususnya bagi korban. Sedangkan diversi mengupayakan penyelesaian di luar persidangan pada jenis tindak pidana tertentu yang dinilai merupakan bentuk-bentuk pelanggaran.
Hal yang paling mencolok adalah, pada peradilan anak para aparatur penegak hukum tidak menggunakan toga seperti persidangan biasa, penyebutan anak juga dengan sebutan terdakwa melainkan anak berhadapan dengan hukum. Serta ancaman pidana dalam pasal yang berkaitan dengan perbuatan, dikurangkan sepertiga.
Apabila terbukti bersalah melakukan tindak pidana, lokasi pembinaan antara orang dewasa dan anak juga tidak dicampur, pada anak yang berhadapan dengan hukum akan dibina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
Melihat berbagai macam fenomena yang ada, maka peran serta orang tua dan seluruh instrumen baik di lingkungan sekolah maupun di rumah serta masyarkat sekitar harus terus ditingkatkan secara sinergis sebelum Indonesia menjadi negara yang krisis akan generasi penerus bangsa yang kredibel, berintelektual, berakhlak mulia mengedepankan sopan santun budaya ketimuran yang selalu menjadi ciri khas bangsa Indonesia.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Kemenko PMK Usut Kasus Perundungan Dokter Muda di Undip
- Pasca Tragedi Aulia Risma, Kemenkes Terima 1.500 Laporan Bullying Dokter
- Kronologi Kasus Bunuh Diri Dokter Muda Akibat Alami Perundungan oleh Senior
- Kasus Afif Maulana: Kapolda Sumbar Dilaporkan hingga KPAI Duga Ada Penyiksaan oleh Oknum Polisi
- Disdikpora PPU Serius Tindak Lanjuti Arahan Pj Bupati untuk Entaskan Perundungan di Sekolah