Opini

Ketika Motivasi Menjadi Beban: Bahaya Overload Konten di Dunia Maya

Kaltim Today
25 November 2025 07:42
Ketika Motivasi Menjadi Beban: Bahaya Overload Konten di Dunia Maya
Penulis, Fina Ochtavia Ramadhani.

Oleh: Fina Ochtavia Ramadhani, Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

PERNAHKAH Anda bangun pagi, mengambil ponsel, lalu mulai berselancar di dunia maya untuk "mencari semangat"? Namun anehnya, setelah berselancar melihat kutipan inspirasi, reels rutinitas pagi, dan keberhasilan orang lain, alih-alih termotivasi, justru muncul rasa tidak cukup, lelah batin, dan tekanan tak terlihat. Mengapa postingan motivasi yang seharusnya memantik semangat, malah membuat kita merasa lelah dan semakin tertinggal?

Kebiasaan membuka Instagram atau TikTok ketika baru bangun tidur telah menjelma menjadi rutinitas wajib harian bagi mahasiswa. Dari diskusi dengan sesama mahasiswa, disimpulkan bahwa konten yang mereka cari di pagi hari adalah kata-kata motivasi hidup, rutinitas produktif, dan video kesuksesan yang memantik semangat. Sayangnya, alih-alih kembali menyalakan energi, mahasiswa justru mengeluh dengan realita, tekanan, kecemasan, dan rasa tidak cukup dengan apa yang sudah dicapai. Standar keberhasilan yang diciptakan dunia maya sangat ekstrem dan instan, sehingga membuat banyak orang merasa gagal bahkan sebelum mereka mencoba. Pada akhirnya ini membuat mahasiswa minim aksi meskipun banyak mimpi yang sudah dirancang.

Sebuah tesis dari UIN Malang memperkuat kekhawatiran ini. Dalam penelitian M. M. Badruddin (2025), ditemukan bahwa kecanduan media sosial berkorelasi dengan kelelahan emosional. Temuan ini menunjukkan, konsumsi konten "sukses" secara terus-menerus tidak hanya berakibat pada kelelahan mental, tetapi juga memicu rasa tidak puas diri dan iri yang memperparah digital burnout. Keadaan ini menegaskan bahwa semangat yang berlebihan telah berubah menjadi beban akibat perbandingan sosial yang tak henti.

Algoritma berperan besar menciptakan "overload motivasi". Platform di dunia maya dirancang untuk menampilkan konten dengan tingkat engagement tinggi, dan konten motivasi ekstrem juga termasuk di dalamnya. Kutipan seperti, "kalau mimpinya besar tidurnya harus sedikit", "1 milyar di umur 20 tahun", atau "mobil pertama", terus didorong kepada pengguna. Hal ini membuat mahasiswa keracunan optimisme instan. Motivasi telah mengalami pergeseran fungsi; yang seharusnya memberi ruang gerak, kini berubah menjadi standar hidup sukses yang wajib dipenuhi.

Dampaknya kian terasa nyata bagi mahasiswa, yang semakin sulit membedakan antara istirahat yang wajar dengan rasa bersalah karena tidak produktif. Budaya "harus produktif" memang tampak baik, tetapi jika dilakukan berlebihan akan menjadikannya beban. Penelitian Hafiza et al. (2022) menunjukkan bahwa kelelahan bermedia sosial muncul akibat kelebihan informasi dan interaksi digital yang terus-menerus, sehingga mahasiswa kehilangan konsentrasi dan merasa terbebani oleh tuntutan untuk terus produktif.

Di sinilah letak kekeliruan, ketika motivasi digital tidak lagi memotivasi, tetapi berubah menjadi ukuran cukup atau tidaknya seseorang untuk produktif. Motivasi seharusnya mendorong, bukan membuat seseorang merasa kalah dalam perlombaan yang bahkan tidak mereka ikuti. Lebih parah lagi, dunia maya hanya menampilkan hasil akhir, bukan pada proses panjang yang penuh kegagalan dan keraguan. Yang hilang dari layar adalah perjuangan.

Akibatnya, mahasiswa seringkali terjebak dalam ilusi aksi. Menonton video motivasi terasa seperti langkah awal, padahal tidak ada tindakan nyata yang terjadi. Dopamin yang dihasilkan dari menonton video motivasi memang cepat menyuntik semangat, tetapi semangat itu ikut menguar seiring bergulirnya layar ponsel. Mahasiswa mulai merasa kurang disiplin, kurang berusaha, atau kurang hebat dibandingkan dengan yang lain. Padahal, mereka hanya terjebak dalam pusaran motivasi digital tanpa arah.

Jalan Keluar dari Pusaran Motivasi

Lalu, apa yang bisa dilakukan agar bisa keluar dari pusaran motivasi tanpa arah ini?

Pertama, literasi digital harus diperkuat. Mahasiswa perlu memahami bahwa konten motivasi di dunia maya merupakan hasil kurasi, cenderung ekstrem, dan tidak selalu mencerminkan realitas. Tanpa pemahaman kritis, mahasiswa mudah menganggap apa yang ditampilkan adalah realitas umum.

Kedua, praktik mindful scrolling harus dibiasakan. Mahasiswa dapat menetapkan batas waktu harian untuk penggunaan media sosial dan menciptakan jam bebas ponsel.

Ketiga, kurasi konten harus dilakukan secara selektif dan aktif. Mengikuti akun yang membagikan realitas proses, cerita kegagalan, dan keseimbangan hidup dapat membantu mendetox konten yang hanya menampilkan hasil instan.

Keempat, diperlukan kesadaran diri sebagai pondasi untuk membebaskan mahasiswa dari pusaran motivasi tanpa arah. Kesadaran diri membantu mahasiswa mengenali batas energinya, kebutuhan istirahat, serta tujuan yang penting bagi dirinya, bukan hanya mengikuti standar algoritma atau tren motivasi. Dengan kemampuan untuk berhenti sejenak, mengevaluasi alasan, dan memilih yang penting bagi kehidupannya, mahasiswa dapat terhindar dari kebiasaan mencari motivasi secara implusif setiap kali merasa tidak produktif.

Kesadaran diri juga membantu mahasiswa menentukan ritme belajar dan aktivitas yang lebih sehat. Mahasiswa akan memahami bahwa motivasi sejati datang dari diri sendiri, tidak harus dari dorongan eksternal yang serba instan. Proses ini akan membantu mahasiswa menemukan motivasi yang lebih stabil, tidak mudah runtuh karena perbandingan sosial, dan tidak bergantung pada tren motivasi di dunia maya.

Pada akhirnya, overload motivasi menunjukkan bahwa yang berlebihan tidak pernah berakhir baik, tak terkecuali motivasi itu sendiri. Mahasiswa perlu menyadari bahwa hidup bukanlah perlombaan yang diukur dari kecepatan orang lain mencapai kesuksesan. Setiap orang punya ritme, konteks, dan kapasitas yang berbeda. Motivasi sejati berfungsi sebagai dukungan dan dorongan, bukan malah membebani. Dengan pemahaman akan batas diri sendiri dan memaknai motivasi secara lebih bijaksana, mahasiswa dapat menjalani proses belajar dan berkembangnya dengan jauh lebih tenang serta realistis. (*)


*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co



Berita Lainnya